14 Laporan sudah masuk ke Polres Simalungun
KILAS JAMBI – Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) merilis 14 laporan terkait penyerangan terhadap masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas oleh pekerja dan petugas keamanan dari PT Toba Pulp Lestari (TPL). Penyerangan ini menyebabkan sedikitnya 34 Anggota Komunitas Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas (19 Laki-laki, 15 Perempuan) mengalami luka-luka selain itu sepeda motor, mobil dan rumah mereka juga dirusak dan dibakar oleh pihak security PT TPL.
Di antaranya ada 9 laporan tentang penganiayaan dan 5 laporan tentang perusakan serta pembakaran atas rumah, mobil dan sepeda motor milik Komunitas Masyarakat Lamtoras. Komunitas Masyarakat Adat Lamtoras telah membuat 14 laporan polisi di Kepolisian Resor Simalungun dan saat ini 14 Laporan Polisi tersebut telah naik ke tahap penyidikan dan para Pelapor telah menerima tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang telah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Simalungun.
Masyarakat Adat Sihaporas bersama Penasihat Hukum mereka dari TAMAN membuat empat kasus laporan polisi ke Polres Simalungun terkait kasus penganiayaan pada 23 September 2025, selanjutnya tanggal 27 September 2025, masyarakat kembali melaporkan 9 kasus tambahan terkait penganiayaan dan perusakan barang ke Polres Simalungun.
Dalam proses pelaporan, kuasa hukum TAMAN mendapatkan kesulitan dalam proses membuat laporan polisi karena barang bukti perusakan kendaraan dan pembakaran atas rumah masyarakat sudah hilang dari lokasi kejadian karena sehari setelah penyerangan, komunitas masyarakat Adat Sihaporas kembali ke lokasi penyerangan, masyarakat tidak menemukan satu pun puing-puing kebakaran maupun rangka kendaraan mereka yang sudah dirusak dan dibakar oleh PT. TPL.
Informasi yang diperoleh Polres Simalungun sudah menerima laporan masyarakat dan telah mulai melakukan olah TKP pada 8 Oktober 2025. atas oleh TKP tersebut pada 9 Oktober 2025 pukul 04.00 dini hari, pihak kepolisian mendapati sebuah pohon pisang yang tumbuh janggal, kemudian akhirnya menggali tanah di lokasi tersebut sedalam 3 meter dengan alat berat dan ditemukan 3 dari 10 sepeda motor yang dilaporkan masyarakat dikubur di dalam tanah tersebut. Bukti sepeda motor tersebut sudah dibawa oleh pihak kepolisian.
Selanjutnya pada 10 Oktober 2025, Penyidik Polres Simalungun kembali melakukan olah TKP dengan didampingi oleh masyarakat. Olah TKP kali ini melihat beberapa rumah masyarakat yang telah dibakar oleh sekuriti PT TPL. Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas yang pada saat itu ikut mendampingi polisi dalam melakukan olah TKP cukup kaget, dikarenakan terakhir dirinya ke TKP rumah beserta puing-puing kebakaran telah hilang. Namun saat proses olah TKP, puing-puing bekas kebakaran tertumpuk dan tersusun rapi di tengah.
Selanjutnya 11 Oktober 2025, olah TKP dilakukan masih dengan kasus perusakan barang yakni mobil milik Giovani Ambarita. Mobil milik Giovani Ambarita ditemukan dalam posisi terbakar dan sudah remuk. Mobil tersebut juga didapati terkubur dengan kedalaman 3 meter dan berada 40 meter dari tempat posisi sebelumnya mobil diparkirkan.
Kuasa Hukum dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), Audo Sinaga menyampaikan bahwa secara khusus mereka menyoroti temuan pihak Kepolisian Resor Simalungun terhadap kendaraan yang sudah dirusak dan diduga dibakar dalam keadaan terkubur di dalam tanah.
“Kami menyoroti atas temuan barang bukti olah TKP yang dilakukan Polres Simalungun yang didapati terkubur dibawah tanah. Hal ini semakin menguatkan dugaan kami akan adanya upaya sistematis dari pihak pekerja atau PT. Toba Pulp Lestari dengan sengaja ingin menghilangkan barang bukti dan merintangi penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian,” katanya.
Untuk itu, pihaknya juga meminta Kepolisian Resor Simalungun segera menemukan 5 barang bukti sepeda motor milik masyarakat adat Lamtoras Sihaporas yang belum ditemukan yang diduga telah sengaja dihilangkan oleh PT. Toba Pulp Lestari.
“Kami juga mendesak Kepolisian Resor Simalungun agar bersikap adil dan imparsial atas laporan masyarakat adat Lamtoras Sihaporas dan segera menangkap pelaku penganiayaan serta perusakan barang milik masyarakat Lamtoras,” katanya.
Sejak peristiwa 22 September 2025, masyarakat belum melakukan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari dikarenakan kondisi di sana masih mencekam. Masyarakat adat tidak bisa sama sekali mengakses kebun dan ladang yang menjadi sumber utama pangan serta penghidupan masyarakat.
Setelah penyerangan itu, seluruhnya sumber perekonomian masyarakat dikuasai PT. TPL bahkan sebagian tanaman warga yang sudah layak panen justru dipanen oleh orang tak dikenal (OTK) setelah TPL melakukan penguasaan terhadap lahan tersebut. Lebih memprihatinkan lagi, sebagian besar kebun warga kini telah digantikan dengan tanaman eukaliptus milik perusahaan.
“Sudah lebih dari sebulan masyarakat adat Sihaporas hidup dalam ketakutan dan kelaparan di tanah mereka sendiri. Tanaman mereka dirusak, hasil panen mereka dijarah, dan kebun mereka diubah menjadi eukaliptus. Ini adalah cermin kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya,” ujar Jhontoni Tarihoran, Ketua PH AMAN Tano Batak.
“Pemerintah harus hadir untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak masyarakat adat. Untuk kasus ini, harapannya pemerintah daerah, Bupati Simalungun dan Gubernur Sumatera Utara tidak melakukan pembiaran terhadap konflik ini. Apalagi mengeluarkan statement yang malah berpihak kepada korporasi bukan masyarakat adat,” ucap Sondang William Gabriel Manalu, Staf Divisi Studi dan Advokasi BAKUMSU.
Narahubung:
Audo Sinaga (0812-6327-2815)