KILASJAMBI– Organisasi Perkumpulan ALAMI Jambi turut mengecam penangkapan terhadap delapan orang yang tergabung dalam massa aksi. Mereka ditangkap saat unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional (HTN) di Bengkulu, Kamis (24/9/2020).
Menurut Direktur Perkumpulan ALAMI Jambi Angga Septia, penangkapan aktivis membuktikan bahwa pemerintah telah membungkam kebebasan berpendapat. Padahal kebebasan berpendapat di muka umum telah diatur dan dilindungi undang-undang.
“Atas penangkapan itu juga membuktikan bahwa pemerintah sudah bernaung di bawah ketiak kapitalis,” kata Angga melalui keterangan tertulisnya yang diterima kilasjambi.com, Jumat (25/9/2020).
Berdasarkan informasi yang diterima Angga, kedelapan orang massa aksi yang ditangkap tersebut telah dibebaskan. Meskipun telah dibebaskan dengan selamat, namun menurut Angga, tetap saja tindakan tersebut telah menciderai demokrasi.
“Tetapi tetap saja pada saat proses sebelum kawan kawan aktivis gerakan dibebaskan tidak sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku,” kata Angga.
Kronologi Penangkapan Massa Aksi
Sejumlah massa dari mahasiswa dan petani pada 24 September 2020, menggelar aksi unjuk rasa dalam memperingati hari tani di depan DPRD Provinsi Bengkulu.
Pukul 13.30 WIB, sekira 100 orang massa aksi mulai berjalan dari depan Masjid Raya Baitul Izza Kota Bengkulu menuju ke kantor DPRD Provinsi Bengkulu.
Massa yang terdiri dari petani dan mahasiswa mulai berbaris dan secara bergiliran mewakili lembaganya melakukan orasi menyampaikan tuntutannya.
Selain unjuk rasa itu berlangsung ricuh, delapan orang aksi masa juga turut ditangkap.
Mereka yang ditangkap antara lain Ali Akbar (Kanopi Bengkulu), Suarli (Kanopi Bengkulu), Kelvin Aldo (UNIHAZ), Sugiarto (Lawyer), Abdul (UMB), Zulhamdi (UMB), Yusup (UMB).
“Untuk yang diamankan ada delapan orang, kita akan minta keterangan mereka dan nanti juga penanggung jawab atau korlap akan dipanggil untuk klarifikasi,” kata Kapolres Bengkulu AKBP Pahala Simanjutak dikutip dari Antaranews.com.
Kericuhan itu terjadi ketika massa yang berjumlah sekitar 50 orang menolak dibubarkan dengan dalih aksi unjuk rasa tersebut berjalan sesuai dengan aturan dan menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Namun, menurut Pahala, aksi unjuk rasa dibubarkan karena melanggar maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tentang penegakan hukum protokol kesehatan di masa pandemi.
Tuntutan Massa Aksi
Sementara itu seperti diberitakan Antaranews.com, koordinator aksi M Franki Wijaya mengatakan, aksi tersebut dilakukan untuk merespon banyaknya konflik agraria antara petani lokal dan korporasi yang hingga kini tidak terselesaikan.
Ada delapan tuntutan yang dibawa pengunjuk rasa. Salah satunta meminta pemerintah dan DPR RI mengehntikan pembasahan dan tidak mengeshkan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Berikut tuntutan massa aksi:
1. Gagalkan Omnibuslaw (RUU Cipta Kerja)
2. Jalankan Reforma Agraria Sejati dan pastikan kesejahteraan petani
3. Hentikan konflik agraria dan kriminalisasi terhadap petani di Bengkulu
4. Jangan perpanjang HGU yang akan habis masa berlakunya
5. Berikan HGU Terlantar dan IUP Terlantar untuk rakyat
6. Jamin stabilitas harga hasil pertanian rakyat
7. Wujudkan Ketahanan pangan Indonesia
8. Fokus tuntaskan pandemi COVID-19