Kepemimpinan KAHMI Jambi: Rethinking Sistem Presidensial

Oleh: Junaidi Habe *)

Menyongsong Muswil

Musyawarah Wilayah (Muswil) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Jambi akan dihelat pada penghujung bulan ini, Juli 2021. Sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi, tentu menarik ditunggu pelaksanaannya dan seperti apa hasilnya.

Menurut hemat penulis, ada beberapa catatan yang seyogyanya dapat menjadi masukan. Forum ini sudah selayaknya tidak lagi sebatas agenda formalitas dalam meregenerasi kepengurusan saja, tapi lebih dari itu.

Sebagai wadah berhimpun para alumni yang berkelindan dengan HMI, hendaknya KAHMI senantiasa bertanggung jawab penuh dalam menyelamatkan dan mempertahankan kedaulatan negara serta cita-cita bangsa dan negara sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945.

Peran institusi KAHMI dan semua anggotanya mesti terwujud nyata hari ini. Seluruh alumni HMI harus memperjelas kiprah dan bentuk pengabdiannya di tengah masyarakat. Apalagi bagi mereka yang kini tengah memangku jabatan formal di pemerintahan. Baik di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara lainnya. Termasuk juga mereka yang berada di jabatan informal di tengah masyarakat.

Dengan kata lain peran alumni HMI harus bermakna di tengah masyarakat. Setiap tindakan juga mesti dilakoni dengan bersandarkan pada nilai-nilai transedental  dan nilai sosial. Nilai keislaman sebagai dasar ketauhidan hablumminallah dan hablumminnas harus selalu terjaga. Begitu juga dengan  nilai keindonesiaan yang sudah menjadi keharusan sebagai bentuk tanggung jawab menjadi warga negara Indonesia. Kita wajib menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nilai kecendekiawanan juga sejatinya harus ada. Sikap dan tindakan kita harus senantiasa berlandaskan pada kebenaran, ilmu pengetahuan, kejujuran dan ketulusan serta rasa tanggung jawab. Sudah saatnya saat ini kita fokus mengalihkan perhatian untuk menghasilkan karya karya inovatif yang bermanfaat bagi kemajuan dan kemaslahatan umat manusia.

Keberadaan KAHMI di Provinsi Jambi cukup mumpuni sebagai mercusuar perubahan sosial, budaya, dan politik. Oleh karenanya agenda setting pada Muswil V ini dapat merumuskan program kerja dan rekomendasi untuk kemajuan daerah. Dan sudah saatnya KAHMI harus menjadi mitra kritis pemerintah.

Hakikat Seorang Leader

Secara teoretis, hakikat fungsional dari keberadaan seorang pemimpin adalah: (1) Untuk mengambil keputusan; (2) Memecahkan masalah. Dari dua fungsi yang dikemukan ahli, ini kemudian analisa penulis adalah bahwa kehadiran sosok leader dalam suatu organisasi adalah untuk membawa kemaslahatan internal menuju kemaslahatan eksternal.

Maksudnya adalah: ketika seorang pemimpin dapat memunculkan situasi maslahat bagi internal keanggotaannya, maka secara jauh lebih luas, hal itu akan berdampak pada pengambilan kebijakan dan keputusan strategis bagi eksternal organisasi. Jadi di sini penting sekali menjaga solidaritas dan soliditas internal untuk pemikiran yang berorientasi eksternal.

Dapat dibayangkan bila pemimpin yang tidak menghadirkan soliditas di internalnya, tentu akan kurang, jika tidak ingin dikatakan tidak sama sekali memiliki potensi untuk mengeluarkan keputusan dan pemecahana masalah yang bijaksana.

Buntut daripada hal ini, apabila dibiarkan dan tidak dicarikan alternatifnya, akan berimbas lebih jauh kepada layer eksternal organisasi tersebut. Dan tentu saja eksistensi organisasi di tengah masyarakat menjadi patut dipertanyakan, tentang apa dan untuk apa organiasi tersebut ada di tengah-tengah masyarakat.

Oleh sebab itu desain leadership ke depan perlu selalu didiskusikan dan menjadi diskursus akademik untuk memberikan rekomendasi pola kepemimpinan yang ideal sesuai dengan konteks zaman.

Berbicara mengenai sejarah kepemimpinan dalam konteks KAHMI Jambi sendiri, sebenarnya mengalami perubahan seiring dalam perjalanannya. Ketua KAHMI yang pertama kali Kanda H. Hasan (Mantan Bupati Bungo dan Asisten I Setda Provinsi Jambi). Pada pertegahan Mei tahun 2000 dilaksanakan Muswil I di Provinsi Jambi yang mengamanatkan kepada Kanda Prof. Dr. H. Sulaiman Abdullah, Kanda Syarif Gamal, SH, Yunda Dr, Hj. Zulfa Ahmad, Kanda Prof. Dr. H. Amri Amir, MS, dan Kanda Aminur Rasyid–sebagai sekretaris Umum M. Junaidi Habe dan Bendahara Asril, SH, serta pengurus bidang lainnya.

Tercatat pada tahun 2000-2005 serta pada 2006-2011 organisasi sepakat dengan pola kepemimpinan dengan sistem presidium. Namun kemudian pada 2016-2021 beralih kepada sistem presidensial. Tentu saja perubahan ini diambil dengan melihat dan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu.

Dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk menganalisa adanya beberapa kendala dan hambatan atau bisa disebut juga sebagai kelemahan dari implementasi sistem presidensial yang dijalani oleh KAHMI Provinsi Jambi. Beberapa kelemahan sistem presidensial tersebut antara lain adalah:

  • Figur sentris: organisasi menjadi terkurung hanya kepada satu figur saja, dan kita tahu bahwa ini suatu kelemahan karena keputusan penting akan sangat bergantung kepada kapasitas dan kapabilitas satu orang semata-mata.
  • Berpotensi korup: dalil dari Lord Acton “power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.” Power yang dikendalikan hanya oleh satu figur akan membawa efek kepada kekuasaan yang absolut dan tidak demokratis.
  • Sulit mencapai soliditas internal: hal ini terjadi sebagai konsekeunsi dari terpilihnya satu ketua, di kemudian hari akan memunculkan blok pro dan kontra terhadap ketua terpilih, akibatnya dalam kerja-kerja pengambilan keputusan dan mengatasi masalah menjadi tidak solid dan holistik serta mewakili perasaan/pemikiran seluruh anggota.

Demikianlah tiga besar kelemahan yang dianalisa sebagai dampak dari sistem presidensial dalam sebuah organisasi. Meskipun beberapa ahli bahkan mengatakan ada tujuh belas kelemahan dari sistem ini, namun dari ketujuh belas kelemahan dapat dirangkum dalam tiga besar di atas. Dengan fakta sosial di tubuh KAHMI Provinsi Jambi inilah kemudian lewat tulisan ini, penulis merekomendasikan untuk mempertimbangkan ulang sistem presidensial untuk dilanjutkan di masa depan demi masa depan KAHMI itu sendiri.

Presidium: Sebagai Kekuatan Leadership

ART (Anggaran Rumah Tangga) KAHMI, Pasal 13 tentang “Majelis Wilayah” mengatur bahwa “Komposisi kepengurusan Majelis Wilayah dapat: (1) Berbentuk presidensial terdiri dari ketua umum, ketua-ketua, sekretaris umum, sekretaris-sekretaris, bendahara umum, dan bendahara-bendahara, kepala-kepala biro, anggota biro dan direktur-direktur lembaga otonom atau; (2) Berbentuk presidium yang terdiri dari 5 (lima) orang anggota presidium yang dipimpin oleh seorang ketua harian yang ditetapkan secara bergilir diantara anggota presidium tersebut, sekretaris umum dan sekretaris-sekretaris, bendahara umum dan bendahara-bendahara, kepala-kepala biro, anggota biro dan direktur-direktur lembaga otonom atau; (3) Bentuk lain yang disetujui oleh Musyawarah Wilayah.”

Berdasarkan acuan ART di atas, sangat terbuka pemikiran ulang tentang sistem presidium untuk menjawab tiga kelemahan besar dari sistem presidensial yang telah berjalan di tubuh KAHMI Provinsi Jambi sejak 2016 hingga saat ini (2021).

Ada tiga alasan yang menjadi dasar pemikiran memikirkan ulang sistem presidium bagi KAHMI Provinsi Jambi pada masa mendatang, yaitu:

  • Mencegah figur sentris. Ketika kekuasaan dijalankan dengan mekanisme kolektif kolegial lewat presidium, maka pemikiran akan berkembang dan bermutu karena akan melewati fase diskusi bersama. Potensi dan skill masng-masing akan sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan yang matang dan strategis.
  • Mencegah terjadinya korup. Islam sendiri pada dasarnya adalah mengenal diksi musyawarah untuk mufakat. Keputusan yang absolut akan diredam dengan adanya sistem presidium ini, dan keputusan serta solusi akan lebih banyak mempertimbangkan ide-ide dari sumber yang tidak tunggal (ketua) saja. Ini akan sehat bagi KAHMI Provinsi Jambi ke
  • Terwujudnya soliditas. Isu tentang pembelahan internal organisasi juga dengan sendirinya akan teratasi dengan sistem presidium ini karena sistem ini akan mencegah terciptanya blok pro dan kontra ketua. Ramainya pihak yang terlibat dalam diskursus pengambilan keputusan di KAHMI justru akan semakin menarik dan menggiring kepada sintesa yang aksiomatik karena diputuskan secara elegan lewat diskusi yang tajam di antara anggota presidium bersama-sama dengan anggotanya.

Semoga tulisan  ini dapat menjadi bahan pemikiran diskursif bersama semata-mata demi terwujudnya organisasi KAHMI Provinsi Jambi yang bermanfaat baik internal alih-alih di lingkup eksternalnya sendiri.

*) Penulis merupakan Dewan Pakar KAHMI Jambi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts