KILAS JAMBI – Perkumpulan Hijau menuding restorasi yang dilakukan PT Putraduta Indah Wood (PDIW), PT Pesona Belantara Persada (PBP), dan PT Bahari Gembira Ria (BGR) hanya setengah hati. Perkumpulan Hijau menemukan areal gambut dalam di wilayah fungsi lindung ekosistem gambut yang seharusnya direstorasi pascakebakaran 2019 justru ditanami tanaman monokultur akasia dan kelapa sawit.
“Gambut dalam dengan fungsi lindung ini seharusnya dipulihkan secara alami, bukan malah dibuat sekat kanal terus ditanami akasia dan kelapa sawit. Nanti kalau akasia sudah cukup umur ditebang untuk industri, itu bukan restorasi. Kalau mau melakukan restorasi harus total, jangan setengah hati,” kata Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau.
Menurut Feri, konsesi PT PDIW, PT PBP dan PT BGR merupakan bagian dari Kesatuan Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) Sungai Batanghari-Air Hitam Laut yang mempunyai fungsi penting untuk menjaga keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon dan pelestarian keanekaragaman hayati. Lebih dari 70% merupakan fungsi lindung gambut.
“Kalau ini gambut fungsi lindung digarap, itu justru akan rawan terbakar dan merusak fungsinya,” kata Feri.
Data KKI Warsi menyebut luas kebakaran di PT PDIW pada 2019 mencapai 21.388 ha, sedangkan PT PBP seluas 19.477 ha dan PT BGR seluas 274 ha. Hasil analisa yang dilakukan Perkumpulan Hijau, sebagian besar wilayah dari tiga konsesi ini merupakan kawasan gambut dalam fungsi lindung.
PT WKS diketahui mengelola konsesi PT PDIW dan PT PBP untuk hutan tanaman industri akasia. Kedua perusahaan ini sebelumnya mendapatkan izin eksekutif IUPHHK –HA seluas 21.315 ha untuk PT PBP dan PT PDIW lebih dari 34.000 ha, sesuai SK Menteri LHK pada 2009.
Tim Perkumpulan Hijau di lapangan juga menemukan banyak tinggi muka air tanah gambut yang tidak sesuai aturan di tiga konsesi tersebut. Dari 36 titik kanal, ada 28 titik yang kedalaman muka air tanah gambutnya lebih dari 40 cm. Tentu ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No.P.16/Menlhk/Sekjen/Kum.1//2017 Tentang Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut.
“Dalam catatan kami, ada 18 titik lokasi yang kedalaman TMAT-nya 48 cm sampai 100 cm dari permukaan. Ini artinya, gambut itu rawan kering dan rawan terbakar,” jelas mantan Direktur Walhi Jambi itu.
Feri juga mengatakan, perkebunan sawit berperan besar dalam proses pengeringan hutan gambut yang menyebabkan karbon terlepas ke atmosfer. Diketahui PT BGR, bagian dari Sime Darby Group mendapatkan izin konsesi seluas 20.551 hektare pada 2007.
Menurut Feri, pemulihan tutupan hutan di kawasan gambut fungsi lindung perlu dilakukan segera mungkin. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KemenLHK] (2015), beberapa jenis yang biasanya ditanam pada areal rawa gambut aitu Sagu (Metroxylon sago), Nipah (Nypa fruticans), Jelutung Rawa (Dyera polyphylla), Gelam (Malaleuca cajuputi) dan Purun (Eleocharis dulcis). Sementara itu, jenis-jenis pohon penghasil kayu seperti Ramin (Gonystylus bancanus) dan Balangeran (Shorea balangeran) cocok ditanam untuk rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi.
“Apalagi di konsesi PT.PIW, PT.PBP itu merupakan habitat Harimau Sumatera yang terancam punah dan dilindungi,” katanya.
Feri menjelaskan, kebakaran lahan gambut akan menyebabkan penurunan kadar air tersedia, terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme yang mati akibat kebakaran. Menurunkan keanekaragaman hayati. Kerusakan hidrologi di lahan gambut akan menyebabkan jangkauan intrusi air laut semakin jauh ke darat. Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi kebakaran maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar yang berdampak pada pemanasan global.
“Jadi restorasi gambut ini penting, dan harus segera dilakukan untuk mengembalikan fungsinya dan menjaganya tidak kembali terbakar,” katanya.
Profesor Helmi, praktisi gambut mengatakan kebakaran besar yang terjadi pada 2015 dan 2019 di Provinsi Jambi menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati di wilayah Kesatuan Kawasan Hirologi Gambut (KHG).
Namun demikian, menurutnya restorasi yang dilakukan perusahaan dan pemerintah di wilayah KHG masih kurang maksimal. Rektor Universitas Jambi itu mendorong agar pemerintah semaksimal mungking melakukan restorasi gambut di lokasi bekas terbakar, agar fungsi ekologinya kembali normal.
Sementara Agusrizal, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi mengatakan pemerintahan terus melakukan evaluasi terhadap perusahaan perkebunan yang mendapatkan izin di wilayah KHG untuk melakukan restorasi gambut pascakebakaran 2015 dan 2019. Menurut Agus sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan restorasi, namun masih kurang maksimal.
Walhi Jambi menyebut luas kebakaran hutan dan lahan pada 2019 mencapai 165.186,58 ha. Dari luas itu 114.900,2 ha merupakan lahan gambut. Kebakaran gambut memicu bencana kabut asap. Ratusan ribu orang menderita ISPA. Warga di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi yang mayoritas wilayahnya merupakan gambut dan dekat dengan konsesi perusahaan, menjadi sangat rawan.
Novriyani warga Desa Pematang Raman, yang dekat konsesi PT. PDIW menceritakan pengalaman buruknya akibat karhutla 2019. Bencana kabut asap menyebabkan suami dan anak laki-lakinya yang berumur 3 bulan mengalami sesak napas dan demam. Sementara, Novriyani menderita bronkitis akut. Sampai saat ini, dirinya masih terus berobat akibat sakit paru-paru. Ia berharap bantuan dari pemerintah untuk meringankan bebannya.