Krisis Lingkungan di Jambi: Ahli Desak Penanganan Cepat

Kondisi terkini Sungai Batanghari yang tercemar sampah dan limbah industri tambang, foto: Dila

KILAS JAMBI – Permasalahan lingkungan di Provinsi Jambi saat ini menjadi isu yang sangat penting dan kompleks. Isu ini mengancam kelestarian alam serta keberlanjutan hidup masyarakat. Berbagai pihak, mulai dari akademisi, ahli, hingga aktivis lingkungan, terus mengupayakan perlindungan dan pelesterian alam serta keanekaragaman hayati di Jambi.

Shally Yanova, akademisi dan ahli lingkungan dari Universitas Jambi menjelaskan bahwa salah satu isu utama saat ini adalah konversi lahan.

“Jumlah hutan yang semakin berkurang dan pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman, pertanian, dan usaha semakin marak,” kata Shally, saat diwawancarai, Jumat (15/11/24).

Selain itu, menurutnya masalah sampah juga masih menjadi tantangan besar. Meskipun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota telah berupaya menangani persoalan sampah, kurangnya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang memadai membuat sampah masih menumpuk di sepanjang jalan.

“Walau sampah diambil oleh DLH, pengelolaan yang kurang teratur dan jumlah armada yang terbatas masih menjadi masalah. Banyak sampah yang berserakan di pinggir jalan,” kata Shally.

Masalah lain yang dihadapi Jambi adalah banjir. Shally mengatakan, intensitas hujan yang semakin tinggi mempengaruhi daya tamping drainase terutama di wilayah perkotaan yang menyebabkan potensi banjir lebih besar.

“Setiap wilayah memiliki kondisi drainase yang berbeda-beda, dan jika tidak segera ditangani, banjir akan terus menjadi masalah,” katanya.

Peran pemerintah dalam menangani isu lingkungan sangat penting. Shally menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat terkait pembuangan limbah.

“Contohnya, pencemaran sungai yang masih belum tertangani dengan baik. Banyak perusahaan membuang limbah ke sungai, melebihi kapasitas yang dapat ditampung oleh badan air,” ujarnya.

Ia juga menyarankan agar kebijakan pemerintah lebih berbasis pada kenyataan di lapangan, dengan menilai apakah suatu badan air masih mampu menampung limbah sebelum memberikan izin kepada perusahaan.

Shally menambahkan bahwa peran pemerintah sudah ada, namun belum optimal. Ia berharap pemerintah lebih bisa memahami isu lingkungan dan melibatkan tenaga ahli yang kompeten.

“Pemerintah yang membuat kebijakan, swasta yang menjalankan, dan masyarakat yang menjadi pemantau. Semua pihak harus bekerja sama,” ujarnya.

Menurutnya, masalah lingkungan di Jambi terlalu kompleks untuk diselesaikan oleh satu pihak saja.

“Kita tidak bisa hanya menuntut pemerintah atau swasta. Semua pihak memiliki peran yang saling mendukung,” jelasnya.

Ia juga berharap bahwa kepala daerah yang terpilih nantinya lebih fokus dan cepat dalam mengatasi masalah lingkungan.

“Jika kepala daerah tidak memahami isu lingkungan, sebaiknya berdiskusi dengan para ahli lingkungan yang ada di Jambi,” katanya.

 

Penulis: Dila Rohaliza

Mahasiswa Magang Prodi Jurnalistik Islam, Fakultas Dakwah, UIN STS Jambi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts