Merawat Gambut di Muntialo dengan Senyuman

Jon Afrizal*

Hari mulai berangsur siang. Jam di pergelangan tangan telah menunjukan angka 09.00 WIB.

Hari ini, adalah saat untuk merawat sekat kanal dan pompa bor di Desa Muntialo Kecamatan Betara Kabupaten Tanjungjabung Barat. Sebuah desa yang berada di atas lahan gambut dengan sekitar 1 meter.

Sebanyak enam sekat kanal dan 13 unit sumur bor adalah bantuan dari Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2019 lalu. Tetapi, tentu perlu dirawat setiap bulannya.

“Kami harus memastikan agar sumur bor tetap bisa digunakan,” kata Riyadi, ketua Kelompok Masyarakat Peduli Gambut (KMPG) Desa Muntialo, Jumat (14/8).

Kelompok ini terdiri dari 15 orang. Mereka adalah orang-orang desa yang handal dan telah terbiasa memadamkan api, jika kebakakaran lahan terjadi.

Mereka adalah pekebun sawit dan pinang, serta nanas. Areal kebun mereka pun tidak terlalu luas, berkisar hanya 2 hektare saja.

Pada masa kebakaran lahan, tentu saja mereka akan sangat dirugikan. Sebab, areal yang terbakar, umumnya adalah lahan yang bermasalah secara agraria.

“Lahan yang terbakar itu adalah lahan tidur. Jika pun ada pemiliknya, tetapi mereka pura-pura tidak tau,” katanya.

Alasan itulah yang sebenarnya membuat Desa Muntialo rawan terhadap kebakaran lahan setiap tahunnya. Selain itu, kawasan ini adalah kawasan minyak bumi. PT PetroChina juga berkegiatan di sana.

Sehingga, cerita para penduduk adalah mungkin terjadi. Seperti, jika areal gambut terkena sinar matahari dari kaca spion kendaraan roda dua, ketika musim kemarau, misalnya.

Selama saat kemarau ini, telah dibentuk posko siaga karhutla di sana. Yang bernaung di bawah Satgas Karhutla Tajungjabung Barat. Mereka terdiri dari Polsek Betara dan anggota Koramil 419-03/Tungkal Ilir, juga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Para petugas mendampingi kelompok itu di lapangan. KMPG adalah hasil inisiasi Kemitraan Partnership, sebagai mitra BRG di daerah, dengan para penduduk di sana.

Supriadi, staf Kemitraan di Desa Muntialo mengatakan, pihaknya melibatkan masyarakat, agar tumbuh kesadaran di antara masyarakat terhadap bahaya kebakaran lahan di musim kemarau.

“Mereka adalah pekebun yang seringkali menjadi korban karhutla. Selain itu, mereka pun tau areal mana yang dapat dengan mudah terbakar,” katanya.

Sutrisno, seorang anggota KMPG mengatakan mereka acapkali bergantian untuk merawat sekat kanal dan sumur bor itu. Tentunya, mengingat masing-masing punya kewajiban untuk merawat kebun mereka.

“Tentu saja tidak mungkin jika semua anggota dipaksa untuk hadir setiap hari, jika ada jadwal perawatan,” kata Sutrisno.

Setiap bulan, jadwal perawatan adalah selam lima hari. Mereka menyusuri sekat kanal dan sumur bor dengan jarak yang berbeda-beda.

Para petugas Karhutla dan masyarakat tengah melakukan perawatan terhadap sekat kanal dan sumur bor. Keduanya harus dirawat setiap bulan agar kondisinya tetap berfungsi dengan baik. (credit tittle : Jon Afrizal)

“Merawat sekat kanal dan sumur bor adalah sama artinya dengan merawat lahan gambut,” katanya.

Penerapan setiap titik sumur bor dan sekat kanal itu pun atas urun rembug antara pihak BRG dengan masyarakat. Tentunya, terkait dengan spot yang rawan terbakar.

Sekat kanal berguna sebagai sejenis embung. Dimana air yang mengalir di sungai buatan itu ditahan, agar areal di kawasan itu tidak cepat mengering jika musim kemarau.

Sebab, sifat dari lahan gambut adalah mudah mengering di saat kemarau, dan kebanjiran jika musim penghujan. Sehinga butuh rekayasa agar air yang mengendap di sebuah kawasan tetap dalam kondisi stabil.

Sedangkan sumur bor, adalah sarana untuk mendapatkan sumber air, jika kebakaran melanda sebuah kawasan. Persoalan utama di masa karhutla, adalah ketika petugas pemadam ataupun masyarakat kesulitan untuk mencari sumber air.

Tetapi, sumur bor dengan kedalaman mencapai 37 meter itu harus tetap terjaga. Sehingga jika kebakaran lahan terjadi, dapat segera digunakan.

Perawatannya adalah dengan mengalirkan air dari sumur bor ke luar, setidaknya satu bulan sekali, selama 30 menit. Jika tidak, maka lumpur dan berbagai material gambut akan membuat pipa tersumbat, dan air tidak bisa mengalir untuk digunakan pada saat dibutuhkan.

Butuh kesabaran ekstra untuk memperlakukan alam gambut yang telah terlanjur. Terlanjur dibuat kanal agar  arealnya kering, sehingga dapat ditanami. Terlanjur pula ditanami tumbuhan monokultur yang menyebabkan para pekebun bergantung secara ekonomi kepada penampung.

Senyuman kadang membuat semuanya jadi memahami akan kesalahan kita di masa lalu. (*)

* Jurnalis TheJakartaPost

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts