Pada siang yang panas, saya ditemani penulis buku Bangsa Pelaut, Wenri Wanhar menjelajah pinggiran hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Perjalanan menantang ini untuk mencari jejak-jejak pangan lokal Orang Rimba yang tersisa; benor dan gadung.
Oleh: Suwandi
Kala mentari hendak tergelincir dari timur ke barat, saya dan rombongan melintasi anak sungai yang jernih berbatu. Saya melihat Wenri meringis, ketika hendak melewati tubir sungai.
Kakinya terpeleset menghantam bebatuan kali. Tubuh tambunnya gemetar. Saya memintanya duduk sembari memeriksa kakinya yang sakit.
Saya akhirnya memberanikan diri memanggil Depati Jalo dan Betuah. Dua Orang Rimba yang nyaris lenyap dalam rimbun hutan, berbalik ke belakang. Depati Jalo mengurut pelan bagian kaki Wenri. Dia meminta saya sebentar menekan kaki Wenri. Sembari menekan di titik yang sakit, saya melihat Depati Jalo mencabuti dedaunan.
Saya menyaksikan Depati Jalo melintir dan memilin daun-daun, seolah sedang membuat rokok linting. Setelah daun berubah warna dan bentuk, dicelupkan dalam air, lalu dioleskan pada kaki yang sakit. Mulutnya komat-kamit. Saya mendengar seperti mantera Orang Rimba.
Kejadian penyembuhan penyakit ini, mengajarkan banyak makna kehidupan. Dengan pengetahuan lokal, secara turun temurun dari nenek moyang diturunkan; Orang Rimba atau Suku Kubu memiliki keahlian memahami hutan. Mereka pun dapat menemukan obat segala penyakit, dari hewan maupun tumbuhan.
Setelah enak kaki, Wenri dibantu Betuah untuk berdiri dan melanjutkan perjalanan. Dia anak yang cerdas dan penolong, masih kerabat Tumenggung Kedundung Mudo, Grip. Sembari meneruskan perjalanan menuju bukit, Depati Jalo menjelaskan mengapa hutan Bukit Duabelas sangat penting bagi Orang Rimba.
Tumbuhan Bukit Duabelas pernah menyelamatkan Orang Rimba dari ancaman putusnya garis keturunan. Sejak peristiwa mimpi di batu putih, keluarga rimba paling sedikit, memiliki lima adik beradik.
Ketika saya menanyakan apa rahasia banyak anak? Apakah ada tumbuhan yang membuat kuat (hasrat) dalam bejuluk atau hubungan suami isteri Orang Rimba? Muka saya dibuat merah.
“Ahh. Tanyo-tanyo ubat kuat, untuk apo?,” kata Depati Jalo sambil tertawa sembari menaiki bukit terjal di panas yang terik.
Betuah yang sejak tadi diam, turut tertawa lepas. “Mungkin dia mau nuntut (belajar),” kata dia menimpali. Tawa Depati pun semakin menjadi-jadi.
Rombongan kami beristirahat sejenak di atas bukit. Saya mendengar cerita Depati Jalo dengan seksama. Rahasia Orang Rimba banyak keturunan ini adalah obat kuat. Obat kuat ini, sudah turun temurun diwariskan. Namanya Akar Penyegar, bentuknya kecil berbentuk segi empat.
“Percis seperti korek api. Ya sebesar itu. Bewarna hitam,” kata Depati menjelaskan dengan serius.
Untuk mendapatkan khasiat obat penyegar, maka Akar Penyegar diambil sekira sekilan atau 10 sentimeter. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas dengan air mendidih. Biarkan sekira 15 menit. Kemudian Akar Penyegar dikeluarkan dan airnya diminum.
“Bisa kuat semalaman, tidak lemas-lemas,” kata Depati Jalo.
Obat kuat ini bukan hanya untuk menaikkan stamina dalam bercinta, memicu nafsu menggebu-gebu, tetapi juga membuat kualitas sperma lelaki lebih kuat dan unggul.
Penemuan Akar Penyegar tidak sembarangan, karena melalui mimpi (petunjuk Dewo), Orang Rimba terpilih yang mendapatkan rahasia ini. Adalah nenek moyang Depati Jalo, tanpa menyebut nama (Orang Rimba tidak boleh menyebutkan nama leluhur yang telah meninggal dunia), kejadiannya sudah ratusan tahun. Memang tidak sembarang orang yang mengetahui khasiat Akar Penyegar, Depati Jalo adalah generasi ketujuh dari penemu Akar Penyegar.
Kala itu, sambung Depati Jalo, leluhur telah menikah selama lima tahun, namun belum beroleh keturunan. Dia pun memanggil dewo empat penjuru angin, mengucap doa. Tak lama mendapatkan mimpi suci. Petunjuknya, ada akar berwarna hitam, berbentuk segi empat di bawah pohon besar, tepi sungai bercabang tiga.
Setelah diambil dan diminum ternyata leluhur Depati Jalo mendapatkan anak dan keturunan. Diberi nama Akar Penyegar, karena akar ini khasiatnya dapat membangkitkan stamina yang kendor. Sangat membantu lelaki rimba dalam urusan ranjang, membahagiakan perempuan dan memberikan banyak keturunan.
Untuk melengkapi syarat dan meminta restu dari dewo, Orang Rimba selalu membaca mantera saat meramu air panas dengan Akar Penyegar, berikut petikan manteranya; “Jelanak jelanik selesak selesung batu bantap, menohong delap delup ujung senjatoku, kuat seperti puting beliung”.
Ketika hutan habis dibabat untuk perusahaan sawit dan hutan tanaman industri, ada banyak hal yang hilang. Tidak hanya melenyapkan pangan lokal Orang Rimba, tetapi juga budaya dan tradisi.
Pengetahuan tentang ramuan-ramuan sulit untuk diturunkan ke anak-cucu. Sebab ramuan dari tumbuhan maupun hewan, sulit didapatkan di hutan. Dengan adanya akar penyegar, Orang Rimba tidak akan punah, tetapi dengan hilangnya hutan; mereka menjadi sangat rentan dari segala kemungkinan buruk.