Penyumbang Karhutla, Perkebunan Sawit Tetap Saja Jadi Idola 

Jon Afrizal*

KILAS JAMBI – KKI Warsi, sebuah NGO yang peduli lingkungan menyatakan bahwa sebanyak 50 perusahan perkebunan sawit yang ada di Provinsi Jambi terbakar lahannya seluas 24.938 hektare pada karhutla di tahun 2019 ini. Tetapi secara umum, perdagangan saham bagi perkebunan sawit di Bursa Effek Jakarta (BEJ) malah menunjukan keoptimisan.

Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jambi, Endang Nuryadin, terdapat dua grup yang bergerak di bidang perkebunan sawit yang memiliki site di Provinsi Jambi. Yakni Bakri Group dan Sinar Mas.

“Kedua grup ini menjual saham di BEJ,” katanya, belum lama ini.

Tetapi, katanya, pihaknya tidak mengetahui secara jelas luasan areal dan nama anak perusahaan milik grup itu yang berada di Provinsi Jambi. Sebab itu adalah kewenangan pihak sekuritas.

Terdapat delapan sekuritas yang berkantor di Kota Jambi. Satu diantaranya adalah FAC Sekuritas.

Branch manager FAC Sekuritas Jambi, Alexander Charles mengatakan, rata-rata harga jual saham yang dimiliki perusahaan perkebunan sawit berada pada titik terendah di bulan Agustus 2019, yakni Rp 1.315 per point. Sementara pada awal Januari berada di Rp 1.696 per point.

“Namun pada Desember ini membaik lagi menjadi Rp 1.498 per poin,” katanya.

Titik terendah di bulan Agustus itu, katanya, adalah masa di mana terjadi kecaman luar biasa dari Uni Eropa terhadap perusahaan perkebunan sawit di Indonesia yang tidak mematuhi standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Tetapi, katanya, sejak awal November mulai membaik, seiring dengan kebijakan B30. Walaupun, katanya, pihak sekuritas mencurigai ini adalah “laporan akhir tahun baik-baik saja”.

B30 adalah program pemerintah Indonesia yang mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Pencampuran itu menghasilkan produk Biosolar B30. Program ini diberlakukan mulai Januari 2020.

Sementara pada perdagangan di tanggal 30 Juni 2020, angka rata-rata penjualan saham untuk perusahaan yang bergerak di bidang sawit adalah Rp 1.049 per poin.

Besar kemungkinan, angka ini merosot tajam karena pengaruh pandemi global Covid-19. Dimana terjadi kendala terkaitekspor hasil perkebunan sawit ke negara luar.

Ia mengatakan, untuk BEJ sendiri, indeks sektor agriculture adalah 85 persen diisi perusahaan sawit.

Kondisi real, adalah hal yang lumrah di Provinsi Jambi ini untuk menggunakan nama-nama anak perusahaan, meskipun pada kenyataannya tetap merujuk ke grup besar itu.

Sementara itu, data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi menyebutkan hingga akhir 2017 luasan perkebunan sawit telah mencapai 1.039.920 hektare. Sedangkan di tahun 2016 hanya 791.025 hektare saja.

“Luasan terbanyak adalah sawit rakyat,” kata Kadis Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal.

Padahal, pada tahun 2013, luasan perkebunan sawit di Provinsi Jambi hanya 593.433  hektare saja.

Areal perkebunan sawit yang terendam banjir pada bulan Desember tahun 2019 lalu, di kawasan Gurun Mudo Kabupaten Sarolangun. Banjir terjadi akibat areal perkebunan ini berada di bawah ruas jalan, mengikuti sifat air yang menggenang ke kawasan yang lebih rendah. (credit tittle : Jon Afrizal)

Tetapi, merujuk kepada data KKI Warsi, areal perkebun rakyat yang terbakar di tahun 2019 ini hanyalah 3.069 hektare atau 2 persen dari total luasan karhutla di Provinsi Jambi, seluas 157.137 hektare.

“Ini adalah sanggahan dari pernyataan umum bahwa masyarakatlah yang membakar lahan untuk perluasan kebun mereka,, yang mengakibatkan karhutla” kata Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf. *

* Jurnalis TheJakartaPost

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts