[OPINI] Menghayati Pancasila untuk Menyongsong Indonesia Emas 2045

Ariyandi Batu Bara

Oleh: Ariyandi Batu Bara

Indonesia Emas 2045 adalah sebuah cita-cita yang hendak diraih oleh bangsa Indonesia ke depan. Target tersebut antara lain ialah diukur dengan indikator pemasukan perkapita per tahun yaitu 23.000 USD atau setara dengan Rp365.102.000,- per-tahun. Angka ini jika dikonversikan ke dalam hitungan per-bulan, maka menjadi Rp30.425.166.66,-  dan jika dikonversi kembali ke dalam hitungan per-hari, maka pendapatan per-orang targetnya adalah di angka Rp1.014.172,22. Sungguh suatu angka yang cukup tinggi.

Tahun 2045 tinggal menunggu waktu. Jika dihitung mulai dari tahun 2024 ini, maka hanya tersisa 21 tahun saja. Oleh karenanya, pemikiran mendalam demi menyongsong Indonesia Emas tersebut tentulah harus dipersiapkan dengan perencanaan yang matang, terukur, dan cerdas. Salah satu upaya yang fundamental dalam hal tersebut adalah dengan cara menghayati kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia.

Tantangan yang dihadapi dalam menuju Indonesia Emas 2045 menurut para ahli setidaknya ada delapan poin: (1) menurunkan tingkat fertilitas; (2) memanfaatkan bonus demografi; (3) meningkatkan perekonomian; (4) pemerataan pendidikan; (5) pengembangan infrastruktur; (6) pengembangan inovasi; (7) pertumbuhan investasi; serta (8) peningkatan tata kelola data dan pengamanannya.

Fokus tulisan ini akan bicara tentang tantangan pada poin yang keempat, yaitu; pemerataan pendidikan. Isu berkenaan dengan pemerataan pendidikan di Indonesia, memang masih memerlukan perhatian yang lebih baik lagi kedepannya. Seiring dengan menjamurnya lembaga pendidikan swasta di Indonesia, maka hal ini sebenarnya memiliki sisi positif sekaligus negatif.

Sisi positifnya adalah bahwa dengan adanya lembaga pendidikan swasta yang menawarkan fasilitas belajar yang canggih, tenaga pendidik yang muda/enerjik, dan idealnya rasio tenaga pendidik dan peserta didik, maka dengan sendirinya iklim kompetitif antara lembaga pendidikan negeri dan swasta akan semakin bersaing dengan sehat sehingga pada akhirnya masyarakat selaku pengguna jasa pendidikan-lah yang akan diuntungkan.

Tantangan pertama pemerataan pendidikan yaitu menyebabkan gap antara mutu sekolah swasta dan sekolah negeri semakin jauh. Sehingga sekolah-sekolah swasta dianggap mendominasi modernisasi pendidikan dan timbul lah ketimpangan mutu antara sekolah negeri dan sekolah swasta tersebut. Kondisi ini tentunya akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi isu pemerataan pendidikan di tengah masyarakat Indonesia.

Tantangan kedua dalam isu pemerataan pendidikan ialah munculnya kelas dalam dunia pendidikan. Fenomena hari ini bahwa pendidikan berkualitas itu hanya dimiliki oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya pindidikan di sekolah-sekolah swasta menyebabkan hanya masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas saja yang mampu mengakses dan menyekolahkan anak-anak mereka di sana. Padahal, mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah amanat UUD 1945 dan merupakan hak segala bangsa, tanpa memandang kelas tertentu.

Persoalan kelas ini, jika didekati dalam persepktif filosofis justeru sangat problematis dan sangat tidak dapat diterima secara logis. Bayangkan, lazimnya, peserta didik yang diterima di sekolah swasta atau sekolah favorit ialah mereka para peserta didik yang telah memiliki sederet prestasi, mumpuni secara latar belakang ekonomi, dan cerdas. Maka secara logis, dapat dikatakan bahwa mereka dalam tanda petik “tidak terlalu” memerlukan sekolah swasta dan favorot itu? Justeru sebaliknya, bukankah anak-anak yang belum memiliki prestasi itulah, yang tidak mumpuni ekonominya itu lah  yang semestinya mendapatkan urgensi untuk bersekolah di sekolah favorit tersebut? Sehingga akhirnya ada rasa keadilan dan mereka sama dan setara dalam kemampuan.

Akan tetapi, justru anak-anak yang seperti ini semakin terpinggirkan dan pada akhirnya, mau tidak mau mereka akan masuk ke sekolah-sekolah yang tidak favorit. Problematika ini coba dipecahkan dengan sisten zonasi, akan tetapi kebijakan zonasi, juga tidak menyelesaikan masalah, dan malah menimbulkan masalah baru, seperti adanya oknum orang tua yang memanipulasi data domisili hanya demi anaknya masuk ke dalam sekolah favorit tersebut. Miris, mental ini tentu harus mendapatkan koreksi secara mendalam jika ingin Indonesia mendapatkan impian yang bernama: Indonesia EMAS 2045.

Tantangan ketiga pemerataan pendidikan, yaitu sistem rekrutmen dan persebaran guru yang profesional di tempat yang hanya berada di wilayah perkotaan, sedangkan di pedesaan cenderung ada keinginan para guru ASN (PNS) untuk mengurus pindah ke lokasi kerja yang lebih nyaman dan ramai seperti di kota. Kondisi ni, biasanya dilakukan oleh oknum PNS yang ketika ditempatkan di satu sekolah yang jauh dari kota, katakan lah sekolah-sekolah yang ada di pelosok seperti wilayah 3 T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Mentalitas seperti sungguh jauh dari ideal. Guru yang diharapkan dapat menjadi keteladanan dan simbol perjuangan melawan ketertinggalan, justru “meninggalkan” tempat di mana ia mengabdi hanya karena lokasi kerja yang jauh dari perkotaan.

Tantangan keempat, proyeksi hasil pendidikan masih belum tercapai untuk level C.6 (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan). Taksonomi Bloom menganalisa bahwa kompetensi akhir yang paling ideal dalam proses pendidikan adalah menghasilkan peserta didik yang mampu untuk menciptakan (creat something). Fenomena hari ini, kualitas peserta didik kita sangat jauh untuk level menciptakan. Bahkan dalam level menghafal saja, masih ada fenomena peserta didik hari ini di abad ke-21 yang tidak menguasai pengetahuan umum, seperti konsep-konsep dasar dalam mata pelajaran mereka. Semoga tantangan ini dapat menjadi perhatian bersama, agar mimpi Indonesia untuk menjadi Indonesia Emas 2045 benar-benar dapat terwujud.

 

*Dosen Filsafat Islam UIN STS Jambi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts