Mengadili Pelanggaran HAM Berat Myanmar di Indonesia: Melalui Pengujian UU Pengadilan HAM di MK

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. [Pasal 28D ayat (1) UUD 1945]”

Junta Militer Myanmar telah mengeksekusi 4 aktivis Pro-Demokrasi. Puluhan aktivis lainnya sedang menunggu eksekusi berikutnya. Sejak Junta berkuasa melalui kudeta pada Februari Tahun lalu telah terjadi pembunuhan Dua Ribu manusia, 15.000 orang ditahan atau hilang, 1,2 Juta orang mengungsi, dan menurut PBB lebih dari 14 Juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jelas ini tragedi kemanusian yang bertentangan dengan UUD 1945.

Pembunuhan aktivis Myanmar itu menyusul tindakan tak manusiawi lainnya yang dilakukan Junta. Berbagai penyiksaan terhadap jurnalis dan warga Myanmar juga terjadi. Etnis Muslim Rohingya telah merasakan kekejaman yang sama. Jika dibiarkan terjadi, korban akan terus berjatuhan. Negara-negara ASEAN harus bertindak, termasuk Indonesia.

Konstitusi Indonesia menganut perlindungan hak asasi manusia (HAM) universal. Hal itu terlihat dengan digunakannya frasa “setiap orang” dalam pasalpasal perlindungan HAM. UUD 1945 melindungi HAM tanpa memandang status kewarganegaraannya.

Namun Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM membatasi perlindungan HAM dalam UUD 1945 itu. Peradilan terhadap pelaku pelanggaran HAM hanya dapat dilakukan jika pelakunya adalah “oleh warga negara Indonesia.” Bahkan sekalipun kejahatan HAM itu terjadi di luar teritorial Indonesia, pengadilan dapat dibentuk sepanjang pelakunya adalah warga negara Indonesia. Pasal ini jelas dalam kerangka melindung orang Indonesia, lalu bagaimana dengan sifat konstitusi yang melindungi HAM secara universal itu?

Pasal 5 itu jelas melanggar UUD 1945. Sekaligus membatasi peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penegakkan hukum yang adil.

Pembatasan itu membuat hak korban pelanggaran HAM Myanmar terabaikan. Apalagi sebagai negara yang tidak menanda-tangani Statuta Roma, Myanmar tidak dapat diadili mapun menjadi negara pihak pada International Criminal Court mapun International Court of Justice di Denhaag-Belanda. Tentu tidak mungkin pula peradilan Myanmar menyidangkan Junta Militer karena sedang berkuasa dengan tangan besi.

Peran Indonesia dalam melindungi saudaranya se-Asia Tenggaranya sangat penting. Selain amanah preambule dan konstitusi, Jakarta juga merupakan ibukota ASEAN. Jakarta sangat sering dikunjungi pelaku pelanggaran HAM itu.

Peran Indonesia dalam perlindungan HAM universal dapat dilakukan jika frasa “oleh warga negara Indonesia” dihapus Mahkamah Konstitusi. Itu sebabnya Para Pemohon mengajukan dihapuskannya frasa itu di MK agar HAM warga Myanmar terlindungi.

Oleh karena itu kami berencana mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi Indonesia untuk menghapus frasa “oleh warga negara Indonesia” tersebut melalui pengujian materil UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, agar pelaku pelanggaran HAM di Myanmar tidak dapat menginjakan kakinya di Bumi Indonesia, yang akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal: Rabu/7 September 2022
Jam: 10.30 WIB
Tempat: Ruang Pendaftaran Perkara Mahkamah Konstitusi RI
Tim Universalitas Hak Asasi Manusia (U-HAM)

THEMIS Indonesia Law Firm; LBH-PP Muhammadiyah; LBH-Pers
atas nama Para Pemohon:
Marzuki Darusman, Busyro Muqoddas, dan AJI-Indonesia

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts