KILAS JAMBI – Dimulai dari ujung kabupaten di wilayah paling barat Provinsi Jambi, kegiatan budaya (adat istiadat/kebiasaan) yang hampir hilang di beberapa daerah coba untuk tetap dipertahankan lewat kegiatan “Beselang Nuai dalam Keselarasan Alam Raya Swarnabumi” di lima wilayah di lima kabupaten di Provinsi Jambi.
Melalui program Indonesiana, yang merupakan pendukungan berupa fasilitasi dana hibah yang diberikan kepada suatu kelompok kebudayaan atau perseorangan di bawah Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), dalam hal ini pembiayaannya untuk kategori “Dokumentasi Karya Pengetahuan Maestro”. Di mana output-nya adalah pembuatan film dokumenter sebagai kekuatan dokumentasi dari sang maestro di lima kabupaten di Provinsi Jambi.
Melalui proses yang panjang, Rumah Budaya Melayu Jambi berkoordinasi dengan lima maestro di lima kabupaten untuk membuat dokumentasi budaya;
- Di Kabupaten Kerinci ada “Maestro Tale Nuai” bernama Sutrisman di Kemantan Mudik.
- Di Kabupaten Merangin ada “Maestro Beselang Petang” bernama Muhammad Sidin di Pasar Baru Rantau Panjang, Kecamatan Tabir.
- Di Kabupaten Bungo ada “Maestro Beselang Emping” bernama Awi Nurdin dari Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan.
- Di Kabupaten Tebo ada “Maestro Makisi Ghodang” bernama M. Yunus dari Desa Kuamang Tujuh Koto berbatasan dengan Damasraya Sumatera Barat.
- Terakhir Kabupaten Sarolangun ada “Maestro Tradisi Lisan Biduk Sayak” bernama A. Thalip W dari Desa Jernih, Kecamatan Air Hitam.
Basis pekerjaan Sang Maestro adalah sebagai petani di lahan pangan, namun meraka mampu menuturkan dengan lengkap dan membentuk komunitas anak muda yang bisa menampilkan sebuah karya budaya. Dan bersama Rumah Budaya Melayu Jambi bisa mendokumentasikan untuk pembuatan film dokumenter secara lengkap dan utuh.
Direktur Rumah Budaya Melayu Jambi, Didik Hariadi, mengatakan puncak dari program ini adalah pendokumentasian kebiasan atau adat istiadat (budaya) sebagai sebuah warisan yang harus dijaga dan nantinya jadi karya Sang Maestro dalam bentuk film dokumenter.
“Serta pembuatan naskah akademik agar bisa disajikan, demi untuk menjaga ketahanan pangan kita diharapkan nantinya,” kata Didik.