Harapan Baru Penyelesaian Konflik Tenurial Melalui Kemitraan Kehutanan

KILAS JAMBI – Sejak diputuskan menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dengan skema Perhutanan Sosial lainnya dalam Permen LHK Nomor 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, Kemitraan Kehutanan menjadi skema yang sejajar dan tujuan yang sama dengan program Perhutanan Sosial melalui skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat maupun Hutan Hak yaitu sebagai program pemerintah pusat yang bertujuan memberikan perluasan akses masyarakat terhadap kawasan hutan, sekaligus menjadi skema penyelesaian konflik yang ada di kawasan hutan saat ini.

Dalam rangka menarik pembelajaran bersama dan menemukan gap antara kebijakan dan implementasi lapangan dari skema Kemitraan Kehutanan, Sekretariat Bersama Pengelolaan Sumber Daya Hutan (SEKBER PSDH) Provinsi Jambi pada tanggal 8 Juli 2020 menggelar WEBINAR dengan tema Kemitraan Kehutanan sebagai Upaya Resolusi Konflik bagi Pemegang Izin Konsesi.

Hadir sebagai narasumber dalam WEBINAR tersebut antara lain Arifadi Budiarjo selaku Public Affairs General Manager PT Royal Lestari Utama, Adam Aziz Direktur Operasional PT Restorasi Ekosistem dan Robert Aritonang Program Manager KKW Warsi.

Dalam sambutannya di awal kegiatan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Akhmad Bestari menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan WEBINAR, dan berharap kegiatan itu dapat menjadi ruang pembelajaran bersama dalam implementasi Kemitraan Kehutanan mengingat masih tingginya angka konflik tenurial di Provinsi Jambi yang sebagian berada di dalam areal pemegang izin konsesi.

“Sampai saat ini sudah terdapat 7 SK Kulin KK, 5 di konsesi PT REKI, 1 di konsesi PT LAJ dan 1di konsesi PT Wanamukti Wisesa. Dengan keluarnya SK Kulin KK ini kita berharap konflik dapat tereduksi secara signifikan dan ekonomi masyarakat biar meningkat, melalui skema kemitraan yang adil dan lestari,” kata Bestari di akhir kata sambutannya.

Adam Aziz, dalam paparannya mengatakan, bahwa selain membangun Kemitraan Kehutanan berbasis lahan dengan 5 Kelompok Orang Batin Sembilan di Kabupaten Batanghari, PT REKI juga membangun skema kemitraan berbasis manfaat dengan kelompok masyarakat Batin Sembilan di Kabupaten Sarolangun.

“Kemitraan yang kami bangun dengan Orang Batin Sembilan di desa Sipintun dan Lamban Sigatal adalah kemitraan manfaat. Basisnya adalah pemanfaatan HHBK yang ada konsesi Hutan Harapan oleh masyarakat. Ini adalah salah satu loncatan skema Kemitraan Kehutanan yang dicapai oleh Hutan Harapan tahun ini yang dibantu oleh beberapa kawan-kawan NGO di Jambi dan KPHP Sarolangun Hilir,“ kata Adam Aziz.

Selain itu, kata Aziz, pihaknya juga menampung madu hasil produksi masyarakat yang berada di dalam konsesi, sekaligus membantu proses pengepakan dan pemasaran.

Sementara Arifadi Budiarjo, dalam pemaparannya menyampaikan bahwa kelompok usaha PT Royal Lestari Utama mengelola dua izin konsesi Hutan Tanaman Industri di Kabupaten Tebo, yaitu PT LAJ dan PT Wanamukti mempunyai komitmen untuk mewujudkan keseimbangan aspek produksi, ekologi/ konservasi dan aspek sosial dalam pengelolaan usahanya.

“Skema Kemitraan yang kita kembangkan bersama dua KTH yang sudah mendapatkan SK Kulin KK dari Menteri LHK. Tentu saja menjadi kebanggaan bagi kami menjadi pemegang izin Hutan Tanaman Industri yang mendapatkan adalah kemitraan tanaman karet yang dipadukan tanaman pangan dan perikanan melalui konsep wanatani. Kami juga menampung hasil karet masyarakat dengan harga beli yang kooperatif dan cenderung lebih tinggi dari harga tengkulak, kami juga menampung hasil pangan masyarakat melalui koperasi karyawan untuk mencukupi kebutuhan pangan kariawan di perusahaan kami,” kata Arifadi.

Arifadi juga menekankan bahwa PT RLU sangat terbuka dengan berbagai skema dan masukan dari para pihak. Bahkan Arifadi dengan tegas menyatakan bahwa dukungan para pihak sangat penting dalam mencapai tujuan dari Kemitraan Kehutanan yang selama ini mereja bangun.

Sementara itu, Robert Aritonang memberikan materi tentang lika-liku pengalaman, dan pembelajaran dalam mendorong skema Kemitraan Kehutanan bagi Orang Rimba kepada beberapa perusahaan sawit maupun hutan tanaman yang ada di Jambi.

“Dari beberapa proses Kemitraan Kehutanan bagi Orang Rimba yang telah diusulkan baru ada dua perusahaan yang mempunyai komitmen, baik untuk memberikan ruang hidup bari Orang Rimba di areal izin yang mereka miliki. Selebihnya menutup diri,” kata Robert Aritonang.

“Padahal kami menyakini bahwa Kemitraan Kehutanan adalah skema paling ideal bagi Orang Rimba, mereka yang telah terusir karena adanya beberapa program pemerintah baik program transmigrasi maupun program pemberian konsesi HTI,” tambah Robert.

Contoh baik yang dilakukan perusahaan HTI, kata Robert, yaitu PT Wana Perintis yang telah mengalokasikan tanaman karet seluas 114 Ha bagi kelompok orang Rimba dengan skema kemitraan, dan PT LAJ yang telah mengalokasikan area seluas kurang lebih 9000 ha untuk Wildlife Conservation Area dan ruang kehidupan tiga kelompok Orang Rimba.

Selain para narasumber, dalam WEBINAR juga hadir 4 orang sebagai penanggap yaitu Bambang Irawan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi, Rudiansyah Direktur WALHI Jambi, Feri Irawan Ketua Perkumpulan Hijau dan Musri Nauli Praktisi Resolusi Konflik.

Dalam tanggapannya Bambang Irawan menyatakan bahwa untuk mereduksi konflik secara signifikan provinsi Jambi harus memiliki road map penanganan konflik yang dapat mejadi arah semua pihak dalam mendorong proses resolusi konflik di provinsi Jambi.

“Dengan mempertimbangkan regulasi yang ada, fakta keterlanjuran dan skema penyelesaia konflik yang ada, sudah saatnya Jambi mempunyai road map penanganan konflik yang bisa menjadi acuan dan arah penyelesaian konflik di provinsi Jambi,” kata Bambang Irawan.

Sementara itu, Rudiansyah menekankan pada aspek teknis penanganan konflik, “Resolusi konflik harus memperhatikan aspek kesetaraan, keterbukaan dan kesukarelaan,” kata Rudiansyah.

Sedangkan Musri Nauli sebagai praktisi resolusi konflik memberikan tanggapan dengan menekankan pada aspek pemahaman terhadap kearifan lokal, dan pemahaman terhadap karakter masyarakat dalam pemilihan skema resolusi konflik.

“Beda karakter masyarakat beda intervensi dan tentu akan beda skema penyelesaian yang dilakukan, terutama dalam aspek proses,” kata Musri Nauli.

Hal serupa juga disampaikan oleh Feri Irawan, berdasarkan pengalaman panjang dalam melakukan advokasi di Jambi, Feri Irawan menekankan bahwa proses resolusi konflik harus betul-betul dipahami oleh kedua belah pihak. Sehingga manfaat yang nyata dapat dirasakan oleh kedua belah pihak yang mencapai kesepakatan penyelesaian. Bahkan Feri Irawan juga menekankan aspek penting dalam mendorong Kemitraan Kehutanan sebagai upaya Resolusi Konflik terletak pada proses implementasi kesepakatan atau paska MoU.

“Yang masih menjadi PR sampai sekarang adalah paska NKK atau paska MoU, sehingga manfaat Kemitraan Kehutanan ini dapat dirasakan secara nyata dampaknya,” kata Feri Irawan diakhir tanggapannya.

Proses WEBINAR yang dipandu oleh moderator Umi Syamsiatun yang juga merupakan salah satu mediator Konflik di Jambi yang berlangsung selama lebih kurang 3 jam berjalan dengan lancar.

“Alhamdulillah proses diskusi berjalan sangat efektif dan produktif, seluruh narasumber, penanggap dan participant berinteraksi secara aktif. Semua memberikan kontribusi yang membangun sesuai kapasitas dan konsennya masing-masing. Karena resolusi konflik adalah kerja kolaborasi jangka panjang dalam pengorganisasian pengetahuan dan skill maka komunikasi seluruh pemangku kepentingan harus dijaga dengan baik, salah satunya ya dengan acara seperti ini,” kata Umi, di akhir sesi penutupan WEBINAR yang melibatkan 100 peserta yang terdiri dari akademisi, pemegang konsesi, pemerintah, Ormas Tani, NGO dan praktisi resolusi konflik dari berbagai daerah di Indonesia. (*)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts