Aksi Menolak Perppu Tipu-Tipu

Kilasjambi.com, Jambi – Seratusan massa aksi dari aliansi Gerakan Suara Tuntutan Rakyat Jambi (Gestur) menggelar aksi menolak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja. Aksi unjuk rasa ini berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi Jambi, Selasa (14/3/2023).

Dalam aksinya massa menilai Peraturan perundang-undangan yang diusulkan oleh Presiden RI Joko Widodo menciderai aturan konstitusi negara. Perppu Cipta Kerja ini diusulkan setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional.

Aksi unjuk rasa yang dihadiri massa petani dan organisasi lingkungan ini mendesak agar DPRD Provinsi Jambi menjumpai mereka. Namun sayang, setelah cukup lama berorasi tak satupun perwakilan legislatif daerah Jambi menemui mereka.

Dari informasi pegawai di DPRD Jambi yang menjumpai massa aksi mengatakan bahwa anggota DPRD Provinsi Jambi sedang melakukan reses untuk menyerap aspirasi.

Massa yang sudah lama menunggu akhirnya membubarkan diri dan akan kembali menggelar aksi ke Gedung DPRD Provinsi Jambi. “Kenapa jauh-jauh menyerap aspirasi, kami datang kemari untuk menyampaikan aspirasi malah tidak diterima,” ujar salah seorang peserta aksi.

Ancaman Kerusakan Lingkungan dan Konflik Lahan

Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Abdullah menilai pemerintah semestinya menjalanjan amanat MK, bukan malah merumuskan Perppu. Ini sangat terang bahwa pemerintah memaksakan diri untuk memuluskan hajat para investor.

Dampaknya, kerusakan lingkungan dalam praktek eksploitasi sumberdaya alam akan sulit terkontrol. pada pasal 24 dan pasal 26 Perppu Cipta Kerja mengubah jaring perlindungan lingkungan hidup.

Dalam dua pasal ini, fungsi komisi AMDAL digantikan oleh tim uji kelayakan lingkungan hidup. “Fungsi jaring perlindungan hidup yang melibatkan masyarakat, organisasi LH dan pakar dibidang terkait digantikan,” kata Abdullah.

Massa aksi saat berunjuk rasa menolak Perppu Cita Kerja. (Kilasjambi.com/dedi nurdin)

Ada banyak pasal bermasalah yang justru dapat mengancam keberlangsungan lingkungan hidup. Pada pasal 40 Undang-Undang ciptaker juga disebutkan kalau izin lingkungan tidak lagi jadi persyaratan usaha atau kegiatan usaha.

“Dengan dihilangkannya pasal 40 ini, maka akan mempercepat kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh penjahat lingkungan,” kata Abdullah.

Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi  Fransdody Taruna Negara mengatakan Perppu usulan presiden Joko Widodo berpotensi menjadi ancaman bagi petani di Jambi. Termasuk meningkatnya konflik lahan hingga tindak kriminalisasi petani.

Alasannya karena banyak pasal-pasal dalam perppu menhadi ruang kemudahana bagi pemilik modal untuk menguasai tanah di Jambi. Sementara, sampai hari ini jonflik yang ada di Jambi masih banyak yang belum terselesaikan.

Dalam data KPA Wilayah Jambi, hingga tahun 2022 angka konflik lahan yang melibatkan petani dengan perusahaan justru meningkat. Namun tidak disertai penyelesaian masalah yang baik.

“Sampai dengan tahun 2022 data KPA di Jambi ada 18 konflik lahan. Paling lama itu di Kabupaten Tanjung Jabung Bararat, ada 1.000 hektare lahan masyarakat dikuasai perusahaan sejak tahun 1990-an sampai sekarang tidak ada penyelesaian,” kata Fransdody. (Dedy Nurdin)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts