WPFD 2022 AJI Jambi: Serangan Digital, Kekerasan dan Kriminalisasi

Jambi, kilasjambi.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi mengadakan perayaan memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional atau World Press Freedom Day (WPFD) 2022 dengan tema “Serangan digital, kekerasan, dan kriminalisasi” pada Senin (30/05/2022).

Lokasinya di Rambu House yang terletak di Lorong Pemancar TVRI sebelah UIN Telanaipura, Kota Jambi mulai pukul 15.30 WIB hingga malam hari.

Rangkaian peringatan ini diawali dengan diskusi publik bersama tiga narasumber. Kemudian ada pula seni teatrikal, musik, puisi, orasi, dan petisi.

Kadis Kominfo Provinsi Jambi, Nurachmat Herlambang memberikan penyampaian sudut pandangnya mengenai keterbukaan informasi yang rentan terlibat hoaks, hingga umpan klik yang akrab disebut clickbait sering berkesinambungan.

Sedangkan Herri Novealdi, Akademisi dan Majelis Etik AJI Jambi serta Ahli Pers dari Dewan Pers, menyampaikan pers profesional serta pers mahasiswa yang sejatinya memiliki kebebasan dalam memberitakan, sehingga tetap memiliki rel kebenaran dalam publikasinya.

Kompol Mas Edi, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Jambi menggambarkan bentuk dari perbedaan-perbedaan kepentingan kepolisian saat proses penyiaran atau publikasi informasi dengan pers yang independen.

Selepas waktu magrib, tamu-tamu yang hadir dalam acara terbuka disuguhkan dengan penampilan musik serta puisi yang diisi oleh sejumlah seniman di Jambi. Di antaranya Ismet, Borju, Hendri Nursal dan Titas.

“Karena berkenaan dengan kebebasan pers, kita memberikan waktu bagi siapapun yang datang bebas menyampaikan orasinya tentang pers menurut pribadi si peserta,” kata Ketua AJI Jambi, Ahmad Riki Sufrian.

Papan tulis triplek yang berbalut kain putih diletakkan ujung depan kanan panggung seperti wadah persetujuan bertuliskan ‘Tolak Impunitas: pelaku kekerasan terhadap jurnalis’, peserta diminta membubuhkan tanda tangan.

Tahun ini peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional mengangkat tema “Journalism Under Digital Siege”, tema ini dipilih karena berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bagaimana tindakan untuk memata-matai (surveillance) dan peretasan, telah menjadikan jurnalis secara global sebagai target.

Kecanggihan teknologi saat ini, yang digunakan oleh aktor negara maupun aktor non negara untuk mengawasi dan meretas tersebut, membahayakan jurnalisme yang bebas dan independen.

Berbagai serangan digital yang terjadi itu memperburuk situasi kebebasan pers di Indonesia di tengah masih tingginya kekerasan fisik, psikis, kekerasan berbasis gender dan kriminalisasi.

Kesejahteraan jurnalis yang menurun di masa pandemi, memberikan ketidakpastian kerja sehingga mengancam jurnalisme independen di masa kini dan masa mendatang.

Narahubung:
Gresi Plasmanto (0852-2122-4657)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts