Oleh: Nahari Ni’matun
Pada masa pandemi ini, jaga jarak harus diterapkan dan tidak bersentuhan fisik seperti berjabat tangan, dan berbicara dalam jarak dekat. Menjaga jarak di tempat kerja, dan di tempat umum, seperti sarana transportasi, pasar swalayan harus dilakukan. Mengingat penularan dapat terjadi melalui percikan air dari mulut atau hidung saat seseorang yang mengidap virus Covid -19.
Satgas Penanganan Covid yang dibentuk pemerintah, secara rutin menyampaikan bahwa perilaku seluruh masyarakat menjaga jarak 1-2 meter, menjadi kunci keberhasilan melawan penularan dan penyebaran virus Corona. Karena itu, menjalankan protokol kesehatan secara disiplin dan benar, sangat penting agar masyarakat dan jurnalis, bisa sehat dan aman dalam melakukan aktivitasnya.
Dalam menanggulangi pandemi Covid 19, peran semua pihak untuk jaga jarak, menggunakan masker dengan baik dan benar dan tinggal di rumah, serta menaati semua protokol kesehatan menjadi penentu keberhasilan dalam mengakhiri Covid-19 di Indonesia.
AJI dan KKJ Kritisi Konpers Tatap Muka
Aksi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) menggelar jumpa pers tatap muka secara langsung, terkait penerimaan bantuan dari Tiongkok untuk Covid 19 pada akhir Maret 2020, telah mendapat kritikan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ).
Komite Keselamatan Jurnalis dan AJI, pada bulan Maret hingga Juli 2020, masih menerima pengaduan tentang penyelenggaraan konferensi pers tatap muka langsung, atau peliputan yang abai terhadap ketentuan jaga jarak aman minimal 1,5 meter. Kondisi ini membahayakan jurnalis karena dalam kerumunan orang, mereka rentan terinfeksi COVID-19.
Jumpa pers yang digelar di Gudang Angkasa Pura Kargo 530 (Cargo Area) Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Jumat, (27/3), telah mengundang puluhan jurnalis dari berbagai media di Jakarta, tanpa diatur jarak aman antara jurnalis maupun antara narasumber. Hal tersebut kontraproduktif dengan himbauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 serta Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran COVID-19.
AJI mengkritik keras Kemenkomarves, yang masih mengadakan konferensi pers secara tatap muka saat itu, dan tidak menggunakan metode konpers secara online.
Untuk itu, AJI telah menyerukan kepada jurnalis yang ikut dalam konferensi pers tatap muka Kemenkomarves, untuk menjalani pemeriksaan medis serta karantina diri selama 14 hari, dan mengikuti tes kesehatan terkait COVID-19.
Selain menghimbau perusahaan media agar tidak mengirimkan jurnalis ke tempat yang berpotensi terjadi kerumunan orang, seperti konferensi pers tatap muka. AJI juga menyerukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 dan Ombudsman RI untuk menganalisa potensi pelanggaran yang dilakukan oleh Kemenkomarves, dalam konferensi pers tatap muka di Bandara Soekarno Hatta.
Dari pantauan AJI, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga menggelar konferensi pers mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota di gedung Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/4) malam. Para jurnalis yang menghadiri konferensi pers tersebut tidak berada dalam jarak aman yang minimal, khususnya para videographer yang mengambil posisi, mengambil gambar dalam jarak dekat.
Kritikan AJI adalah membiarkan para pekerja media untuk berada dalam jarak yang tidak aman saat bekerja, bertentangan dengan perintah jaga jarak, serta tujuan pemberlakuan PSBB, yaitu kebijakan yang mendorong pembatasan fisik bagi publik.
Selain Jakarta, sejumlah institusi di sejumlah kota, seperti Aceh Tengah, Cilegon,Palembang, dan Surabaya juga masih belum memastikan jarak minimal yang aman bagi jurnalis. Para narasumber dan penyelenggara kegiatan seremonial dan konferensi pers, masih membiarkan jurnalis berkerumun dan melanggar ketentuan jarak aman.
Melihat kondisi di lapangan, semua instansi pemerintah dan lembaga publik melaksanakan instruksi agar menjaga jarak saat bertemu orang lain, AJI dan Komite Keselamatan Jurnalis kemudian mengeluarkan pernyataan sikap, mendesak institusi pemerintah dan swasta untuk menghentikan acara dan pertemuan yang berpotensi menghasilkan kerumunan jurnalis.
Komite Keselamatan Jurnalis yang beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, untuk penanganan kekerasan jurnalis dan pekerja media meminta konferensi pers dan penyampaian informasi oleh setiap lembaga dan organisasi, disampaikan dengan menggunakan teknologi daring atau online.
Penyelenggara diminta membagikan materi video, teks, dan data kepada jurnalis, secara online atau live streaming melaui YouTube masing masing lembaga. AJI juga mendesak perusahaan media untuk menjalankan protokol keselamatan dan memberikan perlindungan bagi jurnalis.
Sejak dikeluarkannya imbauan dan seruan dari AJI dan Komite Keselamatan Jurnalis tersebut, konferensi tatap muka di Jakarta, khususnya mulai dilakukan secara online, melalui aplikasi meeting online, serta melalui live streaming akun resmi twitter dan youtube masing masing lembaga pemerintah.
Lembaga pemerintah dan perusahaan swasta, kemudian memaksimalkan penggunaan teknologi digital dalam publikasi dan pengelolaan informasi mereka. Siaran pers mereka dapat kirimkan ke kantor media massa dan jurnalis. Konferensi pers juga dilakukan secara online lewat berbagai platform online. (*)