Miris, Tumpahan Minyak Kapal Pengangkut Batu Bara Cemari Keramba Ikan di Pinggiran Sungai

Tumpahan minyak kapal pengangkut batu bara mengancam usaha keramba ikan milik masyarakat yang adi di pinggir Sungai Batanghari.

KILAS JAMBI – Aktivitas tongkang pengangkut batu bara kian mencemari aliran Sungai Batanghari, temuan terbaru adanya tumpahan minyak di sekitaran keramba ikan milik masyarakat di Desa Sarang Burung, Kabupaten Muaro Jambi.

Irwanda Nauufal Idris, Koordinator Extinction Rebellion Jambi, mengatakan bila masyarakat pinggiran sungai yang paling terdampak dari segala macam faktor kerusakan air, seperti kegiatan pertambangan ilegal di huluan Sungai Batanghari yang menyebabkan keruhnya sungai dan tercemar oleh kandungan zat kimia berbahaya seperti merkuri, limbah-limbah perusahaan atau industri yang langsung dibuang ke sungai tanpa melalui prosedur yang jelas.

“Dan yang paling parah hari ini yaitu sungai yang telah rusak ini malah dijadikan solusi untuk aktivitas transportasi kapal-kapal tongkang pengangkut batu bara,” kata Irwanda.

Menurutnya, banyaknya tumpahan minyak yang tersebar di pinggiran sunga mengakibatkan hancurnya kualitas hidup masyarakat yang masih menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan, merosotnya pendapatan masyarakat dari berkeramba ikan, serta putusnya rantai makanan pada biota sungai.

“Aktivitas tongkang menimbulkan dampak buruk terhadap kestabilan Sungai Batanghari, ombak yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut menggerus tebing-tebing sungai sehingga memperparah kondisi masyarakat pinggiran sungai,” katanya.

Ia melanjutkan, dampak aktivitas pengakutan batu bara ini membuat semakin meningkatnya sedimentasi pada dasar sungai dan tanah masyarakat juga harus terpapas oleh abrasi. Dari keterangan yang pihaknya dapatkan dari Pemerintah Provinsi Jambi bahwasanya mereka tidak memungkiri aktivitas batu bara ini sudah menjadi bagian yang juga menimbulkan kerusakan serius pada Sungai Batanghari.

“Kegiatan tambang ini sering kali melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang dan konstitusi bangsa ini,” katanya.

Masih menurut Irawandi, Pemakaian jalur sungai ini tidak memiliki payung hukum yang jelas, pengusaha hanya mengambil potongan-potongan aturan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan jika terjadi pelanggaran hukum.

“Alasan yang mereka berikan yaitu jalur sungai ini hanya dipakai sementara waktu, sembari menunggu selesainya jalan khusus batu bara yang digadangkan selesai dalam beberapa bulan lalu. Setelah kita lihat dan mengkaji jalan khusus itu mustahil mampu diselesaikan dalam waktu yang singkat,” katanya.

Ia menyatakan bahwa eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan yang dimainkan oleh pemerintahan provinsi jambi tidak akan mampu dipertanggungjawabkan, karena dalih yang diberikan yaitu perizinannya berada di pemerintah pusat.

“Sementara di Jambi ini ada kantor Dirjen Tambang yang mestinya menjadi pihak yang mengawasi jalannya aktivitas pertambangan tersebut,” katanya.

Ia pun menilai konsentrasi tumpahan minyak yang ada di pinggiran Sungai Batanghari tersebut merupakan satu masalah besar yang dapat menimbulkan penyakit dan menurunkan pendapatan masyarakat terutama petani keramba.

“Jelas sebagai warga negara kita berhak mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan itu dijamin oleh undang-undang dan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan oleh pihak manapun,” katanya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts