Kisah Seorang Ayah yang Dijadikan Terdakwa

 “Tidak apa-apa saya dipenjara, yang penting seluruh masyarakat Desa saya tanahnya dikembalikan oleh perusahaan”

Kata itu terucap dari seorang Muhammad Kasim (62 tahun) yang akrab dipanggil Pakde Kasim saat dirinya ditetapkan menjadi terdakwa. Pakde Kasim akan melakukan sidang perdananya pada 15 Februari 2022 di Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Pakde Kasim diseret ke meja hijau karena memperjuangkan lahan anaknya dan masyarakat transmigrasi Desa Pandan Sejahtera, Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Lahan yang diperjuangkannya itu sebelumnya diberikan oleh pemerintah pada tahun 2005.

Perjuangan Pakde Kasim dan masyarakat bermula sejak tahun 2013 saat PT Indonusa Agromulia  mendapatkan HGU dari BPN Tanjung Jabung Timur. Perusahaan menyerobot lahan masyarakat transmigran Desa Pandan Sejahtera seluas 21 hektare. Dari 21 hektare tersebut, lahan 3 orang anak Pakde Kasim termasuk di dalam yang bersengketa.

Pakde Kasim memang berdomisili di wilayah lain, tepatnya Dusun Tanjung Sari Kecamatan Bahar Kabupaten Muaro Jambi. Tapi anak Pakde Kasim adalah warga yang menetap di Desa Pandan Sejahtera. Sejak tahun 2008 Pakde Kasim rutin berkunjung ke Desa Pandan Sejahtera karena selain anaknya, (Alm. Wasito) Ayah Pakde Kasim juga menetap di Desa Pandan Sejahtera.

Atas dasar  itulah Pakde Kasim berjuang, karena pada hakikatnya sebagai seorang Ayah tidak mungkin ia berdiam diri melihat hak anaknya dan saudaranya dirampas perusahaan.

Sungguh malang, pada tahun 2020 Pakde Kasim malah dilaporkan humas PT Indonusa Agromulia atas dugaan menduduki lahan tanpa hak. Dia dilaporkan perusahaan bertepatan saat masyarakat Desa Pandan Sejahtera gotong royong membersihkan kebun. Selang beberapa lama Pakde Kasim ditetapkan tersangka pada bulan Maret tahun 2020.

Walau ditetapkan menjadi tersangka, ia tak pernah berhenti berjuang. Panggilan demi panggilan dari penyidik Kepolisian Resort Tanjung Jabung Timur tetap ia ikuti untuk memberikan keterangan. Sebelumnya Pakde Kasim juga sudah berusaha untuk meminta kejelasan dengan mendatangi pihak terkait seperti BPN tingkat kabupaten dan juga provinsi.

Pada bulan Juni tahun 2019, verifikasi lahan di lapangan dilakukan BPN Tanjung Jabung Timur. Namun masyarakat tidak mendapatkan penjelasan karena perwakilan perusahaan PT Indonusa Agromulia tidak hadir dalam verifikasi tersebut.

Permasalahan Desa Pandan Sejahtera juga telah di mediasi oleh Komnas HAM RI pada September 2021 berdasarkan pengaduan yang dilaporkan oleh Siswanto sebagai perwakilan masyarakat Desa Pandan Sejahtera pada Mei 2018.

Namun lagi-lagi sangat disayangkan mediasi proses permasalahan Desa Pandan Sejahtera tidak dihadiri oleh pihak perusahaan PT Indonusa Agromulia yang telah diundang secara resmi. Lalu pihak BPN Tanjung Jabung Timur hanya hadir secara tatap muka hanya melalui online/video conference.

Dalam proses mediasi bersama Komnas HAM terdapat perbedaan data luasan wilayah yang dipetakan BPN Tanjung Jabung Timur dengan data SK Transimgrasi yang dipegang warga transmigrasi Desa Pandan Sejahtera. Data luasan wilayah yang dimiliki BPN keluarkan belum mencakup keseluruhan wilayah Transmigran Desa Pandan Sejahtera.

Perbedaan data ini seharusnya memperjelas tentang permasalahan Desa Pandan Sejahtera, dimana SK Transmigran sudah lebih dulu diterbitkan sebelum izin perusahaan dan data yang dikeluarkan BPN. Pada akhirnya mediasi ini hanya berakhir dengan berita acara konsiliasi atau melakukan pertemuan kembali antara pihak.

Dari pihak kejaksaan sudah memberikan jalan untuk perdamaian (restorative justice). Hal inipun disambut baik oleh Pakde Kasim. Akan tetapi pihak perusahaan tidak bergeming dan tetap melanjutkan proses hukum.

Kini Pakde Kasim tidak hanya harus melewati proses perjuangan meminta kembali hak lahan untuk anaknya dan masyarakat Desa Pandan Sejahtera. Tapi dia juga harus melewati proses persidangan atas dirinya yang dijadikan terdakwa atas laporan perusahaan PT. Indonusa Agromulia.

Kejadian ini sungguh sangat ironi. Tak ada ketegasan hukum dari pemerintah terhadap perusahaan, baik itu saat perusahaan menyerobot wilayah transmigran maupun ketidakseriusan perusahaan terhadap penyelesaian permasalahan melalui proses verifikasi lapangan dan mediasi bersama Komnas HAM yang tidak dihadiri oleh pihak perusahaan.

Di tengah kriminalisasi yang dialaminya, dalam benak pikirannya Pakde Kasim dan kita semua selalu bertanya-tanya:

Apakah salah seorang Ayah membantu anaknya?

Apakah salah jika orang lain membantu orang yang mengalami kesulitan?

Dan apakah sudah benar sikap pemerintah dan juga aparat kepolisian terhadap Pakde Kasim?

 

Penulis : M. Rizky Alfian/WALHI Jambi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts