KILAS JAMBI – “Apalah arti sebuah nama”, kalimat yang sering diucapkan sebagian masyarakat ketika untaian nama dikaitkan dengan sebuah peristiwa ataupun mimpi. Namun bagi sebagian besar orang lagi, nama adalah doa, sehingga banyak orang tua terutama yang muslim, menata nama anak mereka yang bernuasa islami dengan memiliki pengertian yang positif.
Akan tetapi bagi keluarga besar Sang Pelindung, nama adalah peristiwa, yang harus dikenang dan terpatri dalam sejarah keluarga.
Dua Puluh Dua Mei, gadis berusia 12 tahun, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya dan begitu percaya diri saat ditemui di SMP Negeri 26 Muarojambi, Sabtu lalu (18/7).
Memiliki nama unik Dua Puluh Dua Mei, gadis yang baru memasuki bangku sekolah menengah pertamai ini memiliki nama panggilan keluarga “Dumei”, Dumei merupakan anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Memiliki sosok yang periang. Tanpa ragu, Dumei dengan percaya diri mengatakan tidak ada yang aneh dengan namanya. Bahkan ia mengaku sangat bangga dengan nama tersebut.
Dumei menuturkan jika ia memang lahir pada 22 Mei di tahun 2008 lalu. “Mungkin dari waktu kelahiran saya itu, Ayah dan Kakek saya sepakat, untuk memberi nama Dua Puluh Dua Mei,” kata Dumei, sambil tersenyum.
Dumei bahkan tak ambil pusing jika nantinya, nama uniknya itu, menjadi bahan bully-an teman-teman sekelas atau satu sekolahan. Dia percaya semua teman adalah orang baik.
“Kalau kita baik, orang akan baik, Kak. Sejak SD tidak ada teman yang mengejek atau merendahkan karena nama itu,” kata Dumei, yang bercita-cita sebagai Polwan.
Sementara itu, Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 26 Muarojambi, Titas Suwanda mengaku terkejut saat membaca daftar nama peserta didik baru, dia menemukan nama yang tidak umum, yakni Dua Puluh Dua Mei.
Keunikan nama Dumei memunculkan kekhawatiran terjadi perundungan di sekolah. Namun, setelah bertemu dengan Dumei, Titas mengaku optimistis.
Dia menilai Dumei anak yang optimistis, percaya diri dan tidak minder. Berkali-kali Titas memuji nama Dumei.
“Namamu keren,” kata guru yang dikenal luas sebagai seniman teater Jambi ini.
Kendati demikian, Titas mengaku akan terus memantau Dumei.
Bukan hanya Dumei yang memiliki nama unik, nama ayahnya juga tak kalah unik. Yaitu Pengalaman Halawa.
Saat ditemui di SPBU 33 Muarojambi, Pengalaman menceritakan mengapa dia memilih Dua Puluh Dua Mei sebagai nama anaknya.
“Saya terobsesi dengan nama sesuai tanggal lahir, bermula dari kelahiran kakaknya Dumei bernama Ekar Lina Halawa. Namun, karena tanggal lahirnya tidak bagus, maka dibatalkan,” kata Pengalaman, yang tinggal di Kamp PT BPIP KM 46, Desa Bukit Baling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi.
Waktu kelahiran anak pertama, yakni Fikarlina Halawa dari ibu muda bernama Sidiriang Waruhu, Pengalaman belum ada obsesi bikin nama unik.
“Saya sudah niat betul, kasih nama anak sesuai tanggal lahir. Ketika Dumei lahir itu tanggalnya enak, 22 Mei. Jadi langsung buat nama itu. Senang sekali,” kata Pengalaman, yang bermarga Halawa ini.
Setelah Dumei, anak ke empatnya, juga memiliki unik yakni Bulan Septiani yang berarti Bulan September. Kemudian, Bulser Widede, Bulser juga singkatan dari Bulan September.
Bukan hanya nama anak-anaknya, nama Pengalaman sendiri juga unik. Pengalaman itu berasal dari peristiwa ayahnya bernama “Nama Adat”, sebagai penjual cabai merah.
Dalam berdagang cabai merah, dia harus mengangkut cabai dari lahan pertanian ke pasar itu jaraknya mencapai 60 kilometer dengan jalan kaki.
Sehingga, di tengah perjalanan harus menginap. Namun, karena kelelahan berjalan kaki berjam-jam. Nama Adat ketiduran. Setelah bangun paginya, dua karung cabai yang dipanggulnya hilang. Dia pulang dengan tangan kosong tanpa hasil.
Peristiwa itu begitu membekas dan akan dijadikan pengalaman bagi Nama Adat untuk ke depan.
Setelah diceritakan sama istri dan keluarga. Sore harinya istri Nama Adat melahirkan. Untuk mengenang peristiwa nahas kehilangan dua karung cabai itu, maka anaknya diberi nama Pengalaman.
“Saya sebenarnya khawatir kalau-kalau anak saya akan menjadi korban bully,” kata Pengalaman.
Tetapi dia juga meyakini bahwa keluarganya turun temurun memang sudah memiliki nama sesuai peristiwa yang dialami.
Tidak hanya dirinya, kakek Pengalaman, ayah orang tuanya yang bernama Nama Adat, juga memiliki nama unik dan terbilang heroik, yakni Sang Pelindung.
Nama Sang Pelindung diberikan setelah ada kesepakatan para leluhur. Ada ramalan musibah penyakit akan terus datang, sebelum kelahiran anak bernama Sang Pelindung.
Benar, setelah nama Sang Pelindung diberikan kepada kakek Pengalaman, musibah kampung pun pergi. (swd)