Bulan Haji, Puasa Sunnah dan Rindu Ka’bah

Jon Afrizal*

“Mama, nenek terlihat sedih pagi ini. Tidak tau mengapa,” demikian Fira, seorang anak perempuan berumur 10 tahun berkata kepada ibunya, pagi tadi.

Lalu ibu dari Fira mengatakan bahwa adalah hal wajar bagi neneknya jika bersedih di saat sekarang ini.

“Nenek rindu Ka’bah,” jelas Ridha, ibu dari Fira.

Ridha pun menjelaskan, dengan bahasa yang sederhana, bahwa nenek dari Fira, yang adalah ibu kandungnya itu, terkenang akan kepergiannya menunaikan Ibadah Haji pada tahun lalu. Sehingga, kata Ridha, nenek terus teringat akan pengalaman itu.

“Jika Fira belum bisa mengunjungi Ka’bah, cobalah untuk berpuasa sunnah di pagi lebaran nanti,” kata Ridha.

Ini, kata Ridha lagi, akan membantu untuk memahami pelaksaan Ibadah Haji. Serta menambah kecintaannya terhadap agama yang dianutnya.

Lebaran Haji, atau dalam bahasa Indonesia disebut Hari Raya Qurban adalah satu dari beberapa hari besar dalam agama Islam. Disebut “Hari Raya” karena dalam bahasa Indonesia berhubungan dari kata “perayaan” dan “merayakan”. Itu, jika kita ingin membuat istilah itu untuk cukup mudah dipahami.

Tetapi, jika bicara tradisi, maka Lebaran Haji adalah perayaan untuk menghormati mereka yang telah dan sedang ibadah haji di bulan Dzulhijjah. Sedangkan untuk mereka yang belum menunaikan Ibadah Haji, didoakan untuk terpanggil melaksanakannya. Demikian penjelasan para guru.

Berbeda sedikit dengan bulan Ramadhan, dimana puasa wajib untuk mereka yang menganut Islam dilakukan selama satu bulan. Pada masa bulan Dzulhijjah, puasa dilakukan dengan hukum sunnah.

Menurut dalamislam.com puasa sunnah pada bulan Dzulhijjah dilakukan pada 10 hari pertama di bulan itu. Nama bagi puasa sunnah itupun berbeda-beda pula.

Seperti, puasa yang dilakukan pada tanggal 1, yakni tepat pada saat Idul Adha, hingga tanggal 7 disebut sebagai puasa Dzulhijjah. Sedangkan pada tanggal 8 disebut puasa tarwiyah. Sementara puasa pada tanggal 9 dzulhijjah disebut puasa Arafah.

Disebut puasa Arafah adalah karena pada waktu itu para jemaah haji sedang melaksanakan wukuf di Padang Arafah.

Selain beberapa keutamaan, puasa di bulan Dzulhijjah pun erat kaitannya dengan sejarah menurut keyakinan agama Islam. Seperti, pada tanggal 1 Dzulhijjah, Allah Sang Pencipta mengampuni dosa Nabi Adam. Adam, yang diyakini sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah telah berdosa karena, menurut sejarah, terbujuk rayu Hawa, manusia kedua yang tercipta, untuk memakan buah Quldi, yakni buah yang dilarang Allah untuk dimakan, di Surga.

Pada tanggal 2 Dzulhijjah, Allah sang Pencipta juga mengabulkan doa Nabi Yunus. Nabi Yunus adalah seorang pemimpin umat yang melarikan diri keluar dari kaumnya karena merasa tidak mampu berputus asa untuk membina mereka.

Akhir dari pelarian itu, Yunus berada dalam perut ikan paus di samudera luas. Pada perenungannya, Yunus meminta ampun ke Sang Pencipta, dan dilemparkan ke tepian untuk kembali membina kaumnya untuk mengikuti ajaran Allah.

Sementara pada tanggal 3 Dzulhijjah, Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria. Nabi Zakaria adalah seorang utusan Allah yang berakhir hidupnya di dalam sebuah pohon yang berongga. Ia melarikan diri dari kejaran pasukan orang-orang yang membencinya, dan bersembunyi di dalam rongga pohon. Naas bagi Zakaria, pohon ditebang oleh para pasukan, di saat ia masih berada di sana.

Pada tanggal 4 Dzulhijjah, diyakini sebagai hari lahirnya Nabi Isa. Isa adalah seorang yang bermukjizat sejak lahir. Ia adalah anak dari Maryam, seorang perawan yang dititipkan oleh Allah roh dari Isa untuk dikandungnya. Maryam sendiri adalah keponakan dari Zakaria.

Sementara pada tanggal 5 Dzulhijjah, adalah hari lahirnya Nabi Musa. Musa adalah seorang yang menderita cadel, atau kurang sempurna dalam mengucapkan kata-kata ketika berbicara.

Ini karena ia sewaktu bayi memilih untuk memakan arang yang terbakar di hadapan Fir’aun, seorang yang mengaku sebagai Tuhan. Sehingga lidahnya mengalami cidera.

Sehingga, dalam melaksanakan tugas kenabiannya, Musa dibantu oleh Nabi Harun. Musa dikenal dalam kisah “ilalang yang terbakar”, karena ia ingin melihat wujud Allah. Musa pun adalah nabi yang mengemban “Ten Commandement” atau “10 Perintah Tuhan”.

Tidak hanya bagi Fira dan anak-anak yang sedari kecil telah diajarkan tentang agama Islam, butuh untuk memahami agama yang dianutnya, dengan bahasa yang sederhana dan mudah mereka mengerti. Sehingga mereka berkemauan untuk menjalankan ajaran agama yang diyakininya itu.

Puasa sunnah di pagi hari Lebaran Haji adalah contohnya. Dan, puasa itu akan dibatalkan setelah selesai menunaikan sholat Idul Adha. Bisa saja, dengan ketupat, seperti kebiasaan warga di Kota Jambi, ataupun penganan lainnya, yang cukup istimewa di hari yang diistimewakan ini. *

* Jurnalis TheJakartaPost

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts