Digitalisasi Selamatkan UMKM dari “Jurang Pandemi”

Beragam produk yang dijual di gerai Jakoz, foto: riki/kilasjambi.com

Jambi, kilasjambi.com – “Pandemi Melanda, UMKM Merana”, sebuah ungkapan yang cocok menggambarkan kondisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) akibat terdampak mewabahnya virus Corona.

Pelaku UMKM memang ngos-ngosan agar tetap survive dihantam pagebluk yang telah merenggut korban jiwa 4,92 juta orang di seluruh dunia, yang 143 ribu jiwa di antaranya merupakan penduduk Indonesia.

Dari data Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), selama tahun 2020 ada sekitar 30 juta UMKM yang gulung tikar akibat Covid-19. Angka itu merosot nyaris separonya dari jumlah di tahun 2019, di mana ada sebanyak 64,7 juta UMKM di Indonesia.

Sektor pariwisata merupakan sektor UMKM yang paling banyak bangkrut, sebab pandemi Covid-19 membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial.

Kemasygulan inilah yang dialami Berlian Santosa, Owner Jakoz, usaha penyedia oleh-oleh khas Jambi. Omsetnya nyungsep di awal-awal pandemi, penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuatnya kehilangan pembeli.

“Hancur-hancuran, sedikit sekali orang yang belanja, sales hanya lima persen,” kata Berlian, Kamis 21 Oktober 2021.

Imbasnya, selama pandemi, ia terpaksa memangkas jumlah karyawannya. Dari enam orang, kini tinggal dua orang pekerja, agar usahanya tetap bertahan.

Perkuat Branding di Ruang Digital

Tak ingin usaha yang dirintisnya sejak 14 tahun silam punah tak berbekas, Berlian merespon dengan memperkuat branding di ruang digital.

“Kita gunakan website untuk terus membangun branding,” kata Berlian.

“Kami memaksimalkan website untuk jor-joran promosi,” tambahnya.

Berlian menuturkan, sebenarnya sejak tahun 2014, ia telah membangun platform sendiri yaitu kaosjakoz.com. Hanya saja tidak dioptimalkan, sebelum pandemi dia hanya mengandalkan penjualan secara konvesional.

Namun, serangan pandemi hampir meruntuhkan bisnis dengan lokalitas Jambi yang dibangun bersama istrinya tersebut, “Lini bisnis di bidang tourism seperti kami penyedia oleh-oleh sangat terdampak dari segi penjualan offline. Akibat bandara dan hotel lumpuh,” katanya.

Pandemi membuat Berlian memutar otak, pandemi mengajarkannya harus bisa beradaptasi dengan atmosfer market yang tak kondusif. Strategi yang segera dilakukannya adalah dengan memanfaatkan semua saluran bisnis yang tersedia di marketplace ataupun media sosial.

“Digitalisasi sangat membantu selama pandemi,” katanya.

Berlian mengakui, bila penjualan online produk khas “Kaos Berbumbu Jambi” miliknya tidak terlalu signifikan, orderan masih minim. Hanya saja, melalui website tersebut menunjukkan jika usahanya tetap eksis.

“Penjualan memang tidak sebesar yang offline ya, tapi terbantu karena posisi branding kami tetap bertahan. Sehingga berkat digitalisasi, orang-orang semakin tahu kita sebagai pusat oleh-oleh Jambi,” katanya.

“Digitalisasi yang akhirnya membuat orang kembali datang ke gerai kami, dan kembali menstabilkan penjualan offline,” kata Berlian menambahkan.

Merawat pencitraan produk terutama di saluran semacam Google my Business, perlahan omset Jakoz mulai pulih. Mesin peramban mendongkrak penjualan, karena ketika konsumen mencari lokasi pusat oleh-oleh khas Jambi. Jakoz bisa berada di urutan pertama di mesin pencarian.

Owner Jakoz, Berlian Santosa, foto: riki/kilasjambi.com

“Saya juga rutin mengulas produk-produk Jakoz di Google Local Guide. Itu sangat membantu menaikkan rating kami,” katanya.

Berkat digitalisasi juga, meski Berlian terpaksa mengurangi jumlah karyawannya di masa pandemi, usaha yang dijalankannya tetap terkendali. Semua bisa dikontrol dalam satu perangkat.

Bermitra dengan 30 UMKM

Selama pandemi, Berlian tak hanya lagi fokus pada penjualan kaos dengan lokalitas Jambi. Ia menyadari jika di masa pandemi, kebutuhan sandang bukan prioritas masyarakat. Jakoz pun menjajakan beragam kuliner khas Jambi, bermitra dengan puluhan pelaku UMKM. Lagi-lagi, ia manfaatkan ruang digital untuk berjualan.

“Saat pandemi kan orang tidak berpikir untuk membeli pakaian, tapi lebih memprioritaskan makanan dengan pola delivery,” katanya.

Tercatat, Jakoz kini bermitra dengan sekitar 30 pelaku UMKM, dengan mencapai hampir 100 produk dengan standarisasi ketat terutama dari segi kemasan untuk ketahanan produk dan kualitas. Bukan hanya makanan, tapi juga produk Batik Jambi, aksesoris hingga souvenir.

“Kemitraan ada yang pola konsinyasi, ada yang beli putus (beli tunai),” kata Berlian.

Selain mengandalkan website untuk mempromosikan produk-produk UMKM lokal yang bermitra dengan Jakoz, Berlian juga memanfaatkan Whatsapp Marketing dan memaksimalkan IG Store.

“Produk kuliner sangat mengangkat penjualan, digitilasi begitu berperan,” katanya.

“Kerja-kerja branding di online tadi lah yang mempengaruhi penjualan offline,” kata Berlian menegaskan.

Berkah lainnya sejak ia memperkuat digitalisasi, jangkauan produk Jakoz kian meluas. Pebisnis yang juga hobi mendongeng ini menyebut produk-produknya telah menjangkau negara-negara di ASEAN, Abu Dhabi, Mesir, Turki hingga ke Afrika Selatan.

“Yang paling dicari kaos,” katanya.

Menurutnya, pandemi mengajarkan pelaku UMKM sepertinya untuk memperkuat lini bisnis yang digeluti dari sisi digital.

“Digitalisasi ini sangat membantu UMKM dan siapapun sebab menjangkau tanpa batas, tanpa digital skill habis kita,” kata Ketua Komite Ekonomi Kreatif Provinsi Jambi ini.

Bagi Berlian, dalam dunia ekonomi kreatif, pandemi justru memberi pelajaran bagi pelaku UMKM untuk lebih kreatif dan efisien cost di era new normal. “Salah satunya menguasai digital dan praktikkan,” katanya.

Bisnis Tourism Butuh Sentuhan

Dari pengalamannya berbisnis produk “buah tangan”, menurut Berlian, UMKM di sektor pariwisata butuh sentuhan langsung, karena itu penjualan seara offline tetap sebagai penyokong utama pemasukan bagi pelaku UMKM di sektor ini.

Kata Berlian, jika hanya sekadar menjual baju kaos, pedagang lainnya juga bisa menjual produk serupa.

“Saya bukan hanya menjual kaos, tapi sekaligus memperkenalkan wisata, budaya dan sejarah melalui media baju kaos,” katanya.

“Menjual khasanah Jambi, memperkenalkan banyak hal tentang Jambi,” katanya lagi.

Menurutnya, pandemi benar-benar memberi tamparan keras bagi pelaku UMKM terutama di sektor pariwisata, agar jangan sampai terlena dengan hanya mengandalkan penjualan offline.

“Terus kampanyekan produk di ruang digital, ketika penjualan offline menurun. Digitalisasi begitu membantu,” kata Berlian.

“Juga menjaga komitmen dan konsistensi, sehingga orang lebih trust kepada kita,” tutupnya.

Masa Transisi Terbantu Digitalisasi

Bila “pemain besar” di dunia UMKM seperti Jakoz saja terombang-ambing dihantam gelombang pandemi selama dua tahun ini. Lalu, bagaimana dengan pelaku usaha berskala kecil? Hantamannya tentu terasa lebih dahsyat.

“Saat puncak pandemi kami tutup total,” kata Arman Mandaloni, Pengelola Pojokota, coffe shop di bilangan Jambi Selatan, Kota Jambi. Kamis 21 Oktober 2021.

Kebijakan PPKM, kata Arman, membuatnya tak leluasa menjalankan usahanya. Dari pada kucing-kucingan dengan Satgas Covid-19 yang melakukan patroli. Ia memilih tak membuka sama sekali kedai kopi kekinian miliknya.

Bisnisnya tersungkur, karena Arman hanya mengandalkan penjualan offline. Tapi, terdampak pandemi tak membuatnya putus asa. Dirinya menyadari bermain di ranah digital adalah solusi tepat memulai kembali usaha kopinya.

Permintaan produk meningkat setelah pengelola Pojokota memaksimalkan ruang digital, foto: arman

“Di masa transisi ini penjualan meningkat dibantu digitalisasi,” katanya.

Hampir semua platform media sosial ia maksimalkan, termasuk mendaftarkan diri di aplikasi antar pesan makanan ojek online, serta melayani permintaan antar alamat (delivery).

“Sangat pengaruh promosi di medsos. Minimal bisa lima sampai enam penjualan melalui online,” kata Arman.

“Permintaan paling banyak adalah kopi susu aren,” sebutnya.

Dari hasil transaksi di online, Arman bisa mengantongi cuan hingga Rp150 ribu perhari. Ditambah, pelonggaran kebijakan PPKM di Kota Jambi, penjualan offline di coffe shop miliknya mulai stabil. Kini, ia kembali menikmati hasil bisnisnya dengan dibantu dua orang karyawan.

Selain memberdayakan ruang digital, Arman terus berinovasi menyuguhkan racikan kopi yang menjadi pembeda dari menu yang disediakan coffe shop lainnya. Supaya tetap bertahan di tengah pandemi yang masih berlangsung.

Warganet Pasar Menggiurkan

Ade Novia Maulana, Dosen Komunikasi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi mengatakan, pandemi Covid-19 telah mendorong percepatan transformasi digital di Indonesia, angka pertumbuhan pengguna internet meningkat.

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen APTIKA) Kementerian Kominfo, mencatat bahwa tahun 2021 pengguna internet di Indonesia meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna.

“Artinya, warga di dunia maya (netizen), dapat dikatakan sebagai “pasar” baru saat ini untuk mempromosikan atau menjual produk UMKM,” kata Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Provinsi Jambi ini.

Oleh sebab itu, katanya, digital marketing merupakan strategi yang harus digunakan saat ini bagi pelaku UMKM agar bisa menjangkau pasar yang lebih luas, efektif dan efisien dalam mempertahankan produktivitas di masa pandemi ini.

“Banyak platform yang dapat digunakan oleh pelaku UMKM untuk bertahan di tengah pandemi,” katanya.

Menurut penggiat media sosial yang tergabung dalam komunitas Jawara Internet Sehat ini, ada hikmah di balik kondisi pandemi. Dalam situasi terdesak, ide-ide kreatif kerap muncul.

“Sebelumnya, media sosial hanya digunakan untuk mempererat silahturahmi antar manusia, kini media sosial banyak digunakan untuk mempromosikan atau menjual produk,” kata Ade. (riki)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts