Bertanam Sayur di Pekarangan Rumah, Solusi Pangan di Tengah Pandemi

*Jon Afrizal

Ruas jalan aspal yang rusak, yang menampakkan tanah berwana kuning di bagian bawahnya, bertebar debu pada siang itu. Menuju Desa Pematang Raman, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi.

Nurhayati, satu dari 24 orang anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) “Kamboja”, tengah berada di halaman belakang dari rumah panggungnya. Ia tengah memanen padi.

“Jika tidak cepat dipanen, maka tikus yang akan memangsanya,” kata Nurhayati, pada akhir bulan September lalu.

Nurhayati, sama seperti penduduk desa lainnya, adalah petani dengan lahan yang kecil, maksimal dua hektar. Ia telah bertani sejak lama.

Di pekarangan rumahnya, terdapat demplot pertanian sayur-sayuran. Demplot ini telah dibangun Dinas Pertanian Kabupaten Muaro Jambi sejak dua tahun lalu.

Pihak Kemitraan Partnership, yang merupakan jejaring Badan Restorasi Gambut (BRG) di daerah telah memberikan pengetahuan baru bagi para ibu rumah tangga ini.

Yakni untuk memanfaatkan demplot sayur-sayuran itu semaksimal mungkin. Ada banyak jenis sayur-sayuran di demplot itu. Dan, semua dapat dipanen cepat.

“Dengan panen sayur yang hanya berkisar satu hingga dua pekan, sangat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan dapur di masa pandemi global Covid-19 ini,” kata Nurhayati.

Bibit-bibit sayur-sayuran di demplot itu, kemudian di semai di pekarang rumah anggota kelompok. Sehingga mereka tidak perlu lagi untuk menunggu pedagang sayur-sayuran dari Kota Jambi, jika ingin segera memasak sayur.

“Cukup dipetik sayur yang sudah memasuki masa panen saja,” kata Nurhayati sambil tersenyum.

Fasilator Desa dari Kemitraan Partnership, Yusrizal, mengatakan pihaknya telah mentranformasikan pengetahuan terkait pupuk organik dan cara bertanam yang tidak butuh lahan yang luas.

Untuk pupuk organik, mereka buat sendiri, yang terdiri dari gedebong pisang, sisa batang padi, dan digunakan gula aren. Mereka meletakkannya di dalam wadah selama dua minggu.

Sedangkan untuk media tanam, mereka menggunakan sekam padi. Beberapa diantaranya berada di dalam polibag, dan yang lainnya di wadah pipih.

“Setelah bibit-bibit ini cukup usianya, maka akan dipindahkan ke pot besar, sesuai jenis sayur-sayuran masing-masing,” kata Yusrizal.

Sayur sawi yang segar, dan buah terung yang siap dihidangkan untuk keluarga mereka.

Pihak Kemitraan Partnership pun telah memberikan panduan terkait potensi-potensi yang dapat dikembangkan di sana. Satu diantaranya, adalah pemanfaatan pekarangan bagi keluarga.

Desa Pematang Raman berbatasan langsung dengan pemegang izin konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.

Sepanjang lima tahun terakhir, penduduk desa telah merasakan dua kali kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yakni pada tahun 2015 dan 2019 lalu.

Desa itu memiliki jarak tempuh selama 2 jam perjalanan ke Kota Jambi. Dan, hampir 3 jam perjalanan ke Sengeti, ibukota Kabupaten Muarojambi.

Desa Pematang Raman memiliki penduduk sebanyak 1.592 jiwa. Umumnya, penduduk adalah petani. Mereka berpenghasilan antara Rp1,5 juta hingga Rp3 juta per bulan.

Luasan Desa Pematang Raman adalah 16.000 hektar. Sedangkan luasan gambut di sana adalah 4.000 hektar.

Kades Pematang Raman, Akmal mengatakan, pada musim kemarau di tahun 2019 lalu, Karhutla terjadi di desa ini. Asal api adalah hutan produksi terbatas.

“Tapi , api kemudian merambat ke perkebunan warga,” kata Akmal.

Namun, katanya, jumlah penderita akibat kabut asap tidak terdata. Sebab, desa mereka tidak memiliki tenaga kesehatan.

Akibat kondisi ini, maka pada musim penghujan ajan terjadi banjir. Dan, kembali, kebun warga yang terendam. Warga di sana berkebun coklat, pinang, karet dan kemiri.

Sedangkan untuk lauk, mereka cukup memancing atau menjala di banyak kanal dan Sungai Kumpeh.

“Program pemerintah ini harus tetap diteruskan. Sebab desa kami sangat rawan Karhutla. Selain itu, warga pun terbantu dengan adanya program ini. (*)

*Jurnalis TheJakartaPost

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts