Anak Rimba Kibarkan Bendera Merah Putih

KILAS JAMBI – Gema peringatan Kemerdekaan Indonesia ke 77 juga terasa di pedalaman. Orang Rimba, dari Kelompok Tumenggung Grip sedari pagi sudah berkumpul di halaman Kantor Lapangan KKI Warsi yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat belajar anak-anak rimba di pinggir Taman Nasional Bukit Duabelas Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Sarolangun Jambi.

Mereka bersiap mengikuti upacara bendera, anak-anak hingga orang tua termasuk induk-induk yang menggendong anaknya turut serta. Betuah yang bertindak sebagai pemimpin upacara lekas merapikan barisan. Semua turut aba-aba Betuah. Melandai (kelas 3 SD), Menalang (kelas 3 SD) dan Ngambur (kelas 2 SD) mengambil tempat. Ketiganya bertugas sebagai pengibar bendera merah putih.

Murid-murid SD 191 Pematang Kabau ini terlihat begitu bersemangat. Menalang tersenyum bangga kala bendera merah putih terlipat rapi di tangannya. Ketika tiba acara pengibaran bendera ketiganya berjalan tegap menuju tiang bendera yang terbuat dari sebatang bambu. Menalang mengulurkan bendera, disambut oleh Melandai dan Ngambur yang mengikatkannya ke tali. Selesai mengikat bendera, Menalang merentang bendera. Dengan aba-aba Betuah peserta upacara memberi hormat ke bendera sekaligus menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melandai dan Ngambur mengerek bendera hingga berkibar sempurna.

Anggun Nova Sastika dari KKI Warsi yang bertindak sebagai pembina upacara memberi semangat ke peserta upacara. Peringatan hari kemerdekaan adalah menguatkan kembali semangat perjuangan. Jika dulu para pejuang, dengan tetes darah dan keringat berupaya untuk lepas dari penjajah, kini perjuangan itu masih harus dilanjutkan. Bedanya tidak lagi mengusir penjajah, tetapi kemerdekaan untuk meraih harkat dan martabat hidup yang lebih baik. Orang Rimba punya sumber penghidupan yang jelas dan berkelanjutan, merdeka dari kemiskinan.

“Anak-anak bisa bersekolah, merdeka dari kebodohan, semangat ini penting untuk terus ditumbuhkan, supaya Orang Rimba bisa menghadapi perubahan yang terus terjadi,” kata Anggun.

Upacara peringatan hari kemerdekaan ini merupakan tradisi yang sudah dilangsungkan di kantor lapangan KKI Warsi. Dengan dibantu sejumlah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi yang sedang melakukan penelitian, rancangan peringatan hari kemerdekaan ini disiapkan. Upacara peringatan hari kemerdekaan merupakan bentuk pendidikan bela negara bagi Orang Rimba, suku yang tinggal di dalam hutan.

“Kita terus berupaya untuk mendekatkan Orang Rimba dengan pendidikan, karena pendidikanlah yang akan menjembatani atau sebagai bentuk adaptasi Orang Rimba dengan perubahan ruang hidup mereka,” kata Diva Fasilitator Pendidikan KKI Warsi.

Dicontohkannya, dahulu Orang Rimba tinggal di dalam hutan, semua kebutuhan hidup diambil dari hutan. Mereka bebas menjalankan tradisi yang diwariskan nenek moyangnya di ruang jelajah setiap kelompok. Hanya saja ruang jelajah ini semakin menyempit. Berganti menjadi berbagai peruntukkan, perkebunan, hutan tanaman, dan lainnya.

Orang Rimba seperti tergagap dengan perubahan yang begitu cepat. Dalam waktu hanya 30 tahun, ruang hidup mereka berubah. Mereka yang dulunya sepenuhnya menggantungkan hidup dan hutan, ketika hutannya berubah disitu muncul persoalan, “Mereka belum siap dengan perubahan yang drastis itu, perlu bantuan semua pihak untuk mereka mampu berakselerasi dengan perubahan. “Salah satunya melalui pendidikan,” kata Diva.

Sepuluh tahun lalu, pendidikan masih belum merata menyentuh Orang Rimba, dengan berbagai keterbatasan, akses, tenaga pendidik dan pola hidup mempengaruhi pencapaian pendidikan di Orang Rimba. Semangat Orang Rimba untuk menyekolahkan anaknya juga masih turun naik. Ketika melangun, berpindah tempat karena kematian anak-anak yang bersekolah bisa terhenti. Mereka hanya bisa ikut sekolah alternatif yang diselenggarakan Warsi dengan materi baca tulis dan hitung. Sedangkan sekolah formal boleh disebut putus sambung.

“Beruntung beberapa institusi penting di negeri kita, seperti TNI dan Polri memberi ruang inklusi untuk Orang Rimba. 2017 lalu, satu anak rimba atas nama Budi resmi menjadi anggota TNI, tahun 2021 lalu, tiga anak rimba, Jeni, Perbal dan Seri direkrut menjadi anggota Polri. Kini mereka ditugaskan sebagai polisi rimba. “Dengan capaian-capaian ini memacu semangat orang rimba lainnya untuk turut bersekolah,” kata Diva.

Perbal misalnya mengawali pendidikannya di dalam rimba. Belajar baca tulis dan hitung dengan fasilitator pendidikan Warsi. Melihat semangat dan keinginan besarnya, Perbal dijembatani ke sekolah formal. Dari sinilah kemudahan itu datang, ia diterima sebagai siswa Sekolah Polisi Negara. Begitu juga dengan Jeni, meski secara tempat hidup berdekatan dengan kelompok masyarakat lain, mereka masih enggan untuk sekolah. Untuk itu, fasilitator Warsi waktu itu Prio Uji Sukmawan, berjuang keras supaya Orang Rimba bisa diterima di sekolah formal. Anak-anak rimbanya juga didampingi supaya mereka bisa diterima masyarakat umum. Beruntung Jeni dan kawan-kawannya semangat belajar hingga taman SMK dan lanjut menjadi siswa SPN.

“Adanya contoh baik anak-anak rimba yang tamat sekolah dan kemudian menggapai cita-citanya ini, memberikan semangat bagi anak rimba lainnya untuk juga bisa sekolah,”kata Diva.

Setali dengan Diva, Mluring salah satu Orang Rimba, berharap Orang Rimba makin pintar dan meraih cita-citanya. “Cita-cita anak Orang Rimba sekarang mau berjuang mencari pengalaman pendidikan yang bagus karena cita-cita mereka berbeda-beda, ada juga yang mau jadi tentara, polisi, ada juga yang ingin menjadi guru kemudian mendidik anak-anak disekitar mereka,” kata Mluring.

Disebutkan Mluring Orang Rimba perlu mencari pendidikan yang layak karena hutan mereka semakin tipis mereka punya keinginan sekolah tinggi dan menjadi pimpinan di pemerintahan dan bisa untuk mewujudkan cita-cita menjaga hutan mereka sendiri.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts