Jambi, kilasjambi.com – Melibatkan beberapa lembaga dan organisasi yang disebut Fraksi Rakyat Indonesia (FRI), Wahana lingkungan hidup (Walhi) Jambi menggelar pelatihan konsolidasi dan pendidikan paralegal.
Kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah Pulo Kerto, Kecamatan Gadus, Kota Palembang, Sumatra Selatan tersebut, akan diikuti peserta dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi, Mapala Gita Buana Club, Perkumpulan Hijau, Mapala Himapastik, Mapala Gita Sada, dan LPM Biru Merdeka UIN STS Jambi. Pelatihan akan berlangsung selama tiga hari, 08 hingga 10 September 2021.
Pelatihan bertujuan mengkonsolidasikan gerakan-gerakan di setiap daerah, mengingat saat ini oligarki kian masif menguasai sumber daya alam.
“Karena itu pelatihan ini diadakan, ada dua garis besar utama dalam kegiatan ini untuk paralegal dan Community Organizer (CO), yang pertama itu pengetahuan hukum-hukum kepada anak muda. Sedangkan untuk CO pemahaman tentang gerakan di lapangan, dan bisa mengkoordinir kondisi di lapangan,” kata Muhammad Rizky Alfian, Divisi Advokasi Kajian dan Kampanye Walhi Jambi, Senin (06/09/21).
Ia menjelaskan, tujuan utama lainnya dari kegiatan ini untuk merangkul ataupun memperluas gerakan terhadap penolakan RUU Cipta Kerja, “Kita kecewa UU kontroversial ini mengapa tetap disahkan,” tegasnya.
Diharapkan peserta dari perwakilan-perwakilan lembaga atau organisasi yang mengikuti kegiatan tersebut, pascapelatihan dan pendidikan paralegal dapat mengkonsolidasikan khususnya di daerah Jambi, untuk memperluas gerakan dan tidak hanya terpaku dalam pendidikan. Tapi mereka juga dapat memperluas pengetahuan-pengetahuan yang didapat di pascapelatihan, peserta dalam kegiatan ini dibatasi usia 25 tahun.
“Anak muda merupakan sebuah harapan dalam memutus gerakan oligarki,” kata Rizky Alfian.
Sementara itu, Angga, dari Mapala Gita Buana Club mengaku antusias untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan paralegal yang digelar oleh Walhi. Menurutnya, isu-isu soal Omnibus Law yang sudah disahkan berdampak luas terhadap masyarakat kecil, seperti persoalan sengketa lahan antara perusahaan dan masyarakat yang makin kompleks.
“Peran kita selaku mahasiswa perlu mendampingi masyarakat-masyarakat yang tidak tahu hukum dengan aturan yang jelas, masyarakat yang terkena risiko perlu dididampingi,” kata Angga.
Angga berharap, setelah mengikuti pelatihan paralegal ini dirinya mendapat pengetahuan dasar dalam memahami dan mengelola sebuah isu.
“Kita bisa bergerak bersama-sama untuk mendampingi masyarakat yang terdampak,” tegas Angga.
Riska, dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Biru Merdeka mengatakan, adanya pelatihan khusus paralegal ini lebih meningkatkan kepedulian para aktivis seperti dirinya terhadap kelompok masyarakat yang terdampak oleh UUD Cipta Kerja atau Omnibus Law.
“Kita bisa membantu masyarakat nantinya, terutama dalam pendampingan hukum,” kata Riska.
Reporter: Hidayat