Oleh: Naharin Ni’matun
Pemerintah abai terhadap penerapan protokol pencegahan penularan Covid-19, dalam kegiatan yang melibatkan jurnalis. Hal tersebut terlihat dari pemantauan yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selama periode
Juli-Agustus 2020.
Bentuk sikap abai tersebut terlihat dari konferensi pers yang digelar kementerian dan pemerintah daerah secara tatap muka. Konferensi tersebut membuat kerumunan orang, dan tidak memastikan adanya jarak aman sekitar dua meter.
Kondisi ini berpotensi membuat jurnalis dan pekerja media di Indonesia, rentan tertular Covid-19. Padahal peran jurnalis penting untuk memastikan informasi tentang Covid-19, sampai ke masyarakat sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat.
AJI mencatat sedikitnya ada tujuh kegiatan konferensi pers secara langsung, yang tidak menaati protokol kesehatan. Beberapa kegiatan tersebut antara lain, konferensi pers yang digelar Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Gorontalo, sejak awal Juli hingga 21 Juli 2020. Kegiatan tatap muka secara langsung tersebut digelar secara intens, untuk merilis perkembangan Covid-19 di wilayah Gorontalo, dengan mengundang puluhan jurnalis pada satu tempat.
Pada 5 Agustus 2020, Kementerian Luar Negeri, mengundang jurnalis dan media pada acara media gathering Jubir Kemenlu, di aula utama lantai 2 kantin diplomasi Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Kegiatan ini bertentangan dengan imbauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Covid 19, yang di
antaranya menggarisbawahi pentingnya menjaga jarak fisik.
Di Jakarta, kepolisian merupakan salah satu institusi yang kerap mengundang jurnalis secara langsung dengan tatap muka, untuk merilis kasus tertentu.
Pada Senin, 27 Juli 2020, Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ilyas Panji Alam yang terkonfirmasi positif virus Corona (Covid-19), justru mengundang awak media ke rumahnya. Ia mengundang wartawan untuk menyampaikan dirinya sudah berstatus positif Covid-19.
AJI juga menyoroti peliputan aksi buruh dan sejumlah organisasi Islam di depan gedung DPR RI Jakarta pada Kamis (16/7/2020). Jurnalis dan pekerja media yang meliput, di tengah puluhan ribu orang tersebut tidak mampu
menjaga jarak. Bahkan ketika door stop dengan tokoh buruh di dalam gedung DPR, tidak ada jaga jarak di dalam gedung negara tersebut.
AJI juga memantau kondisi setelah diterapkannya pelonggaran pembatasan dengan menerapkan new normal atau kelaziman baru di berbagai wilayah di Indonesia pada Juli dan Agustus 2020. Kebijakan itu diambil tanpa
pemantauan dan sanksi tegas bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan. Akibatnya kasus virus Covid-19 kian bertambah di berbagai daerah. Virus Covid-19 menyebar ke berbagai lokasi, baik di Ibu Kota maupun
di daerah, kemudian menginfeksi para jurnalis dan pekerja media.
Data yang dikumpulkan AJI, setidaknya 242 jurnalis dan pekerja media yang dinyatakan positif Covid-19 sejak 30 Maret-September 2020. Kasus terbanyak terjadi dalam rentang Juli-Agustus 2020 dengan 235 kasus.
Melihat kondisi ini, AJI menyampaikan sikap:
- Mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga lain untuk tidak menggelar konferensi pers, secara tatap muka yang dapat berpotensi terjadinya penularan Covid-19 terhadap jurnalis dan pekerja media.
- Mendorong perusahaan media untuk memperhatikan keselamatan jurnalis dan pekerja media mereka. Salah satunya dengan tidak mengirim jurnalis ke konferensi pers secara tatap muka.
- Memberikan alat perlindungan diri kepada jurnalis dan pekerja media, yang meliput ke wilayah yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.
- Membuat dan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 terhadap jurnalis dan pekerja media.
Narahubung:
Sasmito Madrim, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia
085779708669