Ralu Jambee, Komunitas yang Bertaruh Nyawa Cegah Konflik Antara Manusia dan Ular

KILAS JAMBI – Bertaruh nyawa saban hari, sudah menjadi tantangan yang dijalani anggota Ralu Jambee, komunitas yang konsen pada penyelamatan manusia dari ular dan penyelamatan ular dari manusia.

Komunitas yang berdiri 11 Januari 2020 itu, sekarang beranggotakan 21 orang. Dari jumlah itu tidak semua menjadi pemburu. Sebab harus ada pembekalan dan cukup umur. Komunitas ini bergerak di bidang konservasi yakni penyelamatan, perawatan dan pelestarian.

Boslan Tobing, sebagai pendiri komunitas, tetap aktif memberi komando saat tim pemburu turun mengamankan ular.

“Saat ada kasus, tim pemburu dan tuan rumah itu sama-sama tidak bisa tidur. Pernah dua hari itu gak tidur nyinyak,” kata Boslan Tobing.

Boslan menceritakan, semua berawal dari ketakutan orang tua pada anaknya yang gemar bermain ular. Boslan pun mempelajari ular dengan detail dan telaten. Tetangga melihat Boslan akrab dengan ular, cerita terus menyebar, ada masyarakat yang minta tolong penangkapan ular. Boslan sempat ragu.

Setelah mendengar berita puluhan orang tewas digigit ular di Pulau Jawa begitu juga di Kota Jambi. Sebaliknya ada ratusan ular yang dibunuh masyarakat. Dia akhirnya memutuskan terjun dan bergelut dengan dunia ular.

Untuk menunjang niat baiknya; yakni menyelamatkan manusia dari ular dan menyelamatkan ular dari manusia. Boslan mendirikan Ralu Jambee.

Boslan enggan menunggu banyak korban, enggan menunggu pemerintah turun tangan menyelamatkan manusia dari ancaman ular. Sebab ular jenis Cobra dan Sanca senantiasa berkeliaran di antara rumah kita.

Niat tulus dia dan anggota Ralu Jambee, mereka mengamankan ular tanpa alat safety. Bermodal tangan kosong. Tanpa serum anti racun ular.

Ada banyak kasus kematian di Kota Jambi karena gigitan ular, kata Boslan. Masyarakat pun antusias menyambut komunitas Ralu Jambee. Mereka meminta Ralu Jambee mengedukasi trik tetap tenang melihat ular dan menangani ular.

“Kami memang banyak keterbatasan fasilitas. Tapi semangat kami mengedukasi masyarakat agar tidak membunuh ular, tidak memiliki batas,” kata seniman tato tersebut.

Boslan menegaskan tim pemburu Ralu Jambee tidak menerima uang dari masyarakat. Mereka membantu sukarela dan gratis selama 24 jam, tujuh hari tanpa libur termasuk hari raya sekalipun.

Pernah ada pelapor yang memaksa tim pemburu menerima uang. Akhirnya uang itu digunakan untuk membeli kandang ular, biaya perawatan dan pelepasan ke alam liar. Semua rincian pemakaian uang, dilaporkan kepada donatur.

“Kami bekerja memang untuk penyelamatan manusia dan ular. Tidak harap imbalan. Kalau diberi makanan, gula dan kopi kami terima, untuk begadang di lokasi dan tidak dibawa pulang,” kata Boslan.

Konflik manusia dan ular akan terus berlanjut. Makanya mereka berusaha keras untuk menyelamatkan keduanya. Setelah lebih enam bulan beroperasi, laporan rescue yang masuk, sudah 50 kasus yang ditangani. Lalu merawat 30 ekor ular hasil tangkapan masyarakat. Dan lebih dari 100 ekor ular berbagai jenis yang dilepas ke alam liar.

“Ada juga beberapa ular di Jambi yang kami rawat sebagai media edukasi untuk masyarakat,” kata Boslan. (*)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts