Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional e-Commerce Melalui Litigasi

Oleh: Tiara Sekar Melati

Hukum perdagagangan internasional merujuk dari definisi Schmitthoff adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata dan aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara. Pada definisi tersebut Schmitthof menegaskan dengan jelas bahwa aturan tersebut bersifat komersial membedakan hukum perdata dengan hukum publik.

Hukum perdagangan internasional memiliki ruang lingkup yang luas dan hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup jenisnya yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi, hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.

Kompleksnya transaksi/hubungan dagang internasional ini disebabkan oleh adanya jasa teknologi saat ini yang dengan mudah untuk mendapatkan informasi (internet) sehingga transaksi dagang berlangsung cepat walaupun melewati batas-batas negara yang bukan merupakan halangan lagi.

Pesatnya teknologi sekarang ini membuat tidak perlunya lagi para pelaku dagang untuk melihat dan mengetahui pembeli atupun rekan dagangnya lagi yang berada jauh di negara lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut e-commerce.

E-commerce yaitu electronic commerce atau perdagangan elektronik merupakan bentuk bisnis yang memungkinkan para pelaku dagang menjual barang dan jasanya melalui internet (online).

Keunikan dari e-commerce yang membuat pelaku usaha dan konsumen melakukan transaksi tidak secara langsung dan transaksi jual beli tersebut berdasarkan atas rasa kepercayaan satu sama lain. Namun hal tersebut tentu saja menimbulkan akibat hukum apabila salah satunya melakukan wanprestasi yang menimbulkan sengketa.

Permasalahan dari hal ini apabila transaksi e-commerce berlangsung antara dua pihak yang merupakan penduduk berbeda negara, maka akan timbul masalah penerapan hukum negara.

Salah satu contoh kasus sengketa di e-commerce adalah seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat.

“FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012.

Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online.” Transaksi online ini merupakan transaksi lintas negara dengan pelaku dagang berada di Amerika. Dalam hal ini polri telah menetapkan MWR sebagai tersangka yang memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang.

MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang diwebsite tersebut. Lalu kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transaksi jual beli online dengan pembayaran melalui transfer menggunakan kartu kredit disalah satu bank Amerika. Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia.

Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembayaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo.

Korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR. Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain.

Dalam hal ini MWR telah melanggar atau dikenakan pasal 378 atau pasal 45 ayat 2, pasal 28 Undang-Undang no 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Selain itu, Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.

Saat ini tersangka tengah menjalani proses hukum yang berlaku dan sudah berstatus tahanan Negara Republik Indonesia.

Terlihat dari kasus diatas bahwa mekanisme penyelesaian dari kasus tersebut adalah melalui litigasi atau melalui pengadilan di Negara Republik Indonesia.

Menurut saya untuk mengantisipasi atau menekan terjadinya persoalan hukum yang sering terjadi dalam jual beli online terutama masalah penipuan maka pelaku usaha maupun konsumen khususnya di Indonesia wajib mematuhi aturan UU ITE yang terdapat pada pasal 45 ayat (2) PP No 71 Tahun 2019 yaitu wajib memperhatikan iktikad baik dalam transaksi jual beli online dan prinsip kehati-hatian sehingga transaksi jual beli online tidak rawan akan kasus penipuan.

Persoalan iktikad baik merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh pelaku usaha maupun konsumen. Karena jika salah satu pihak mempunyai iktikad tidak baik maka akan terjadi wanprestasi atau ingkar janji yang memunculkan akibat hukum.

Kasus penipuan jual beli online lintas negara diatas antara JJ dan MWR membutuhkan cara untuk menyelesaikan kasus sengketa tersebut. Dalam hukum perdagangan internasional mempunyai prinsip penyelesaian sengketa.

Kasus tersebut menggunakan prinsip Exhaustion Of Local Remedies yang menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yan tersedia atau diberikan hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

Menurut saya penyelesaian sengketa yang tepat dari kasus tersebut adalah memang melalui litigasi atau pengadilan. Karena kasus tersebut sudah tidak dapat diselesaikan melalui nonlitigasi (diluar pengadilan) karena terdapat tindak pidana lain yang ia langgar pencucian uang dan pemalsuan.

 

*Tiara Sekar Melati adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

 

 

 

 

 

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts