Oleh: Bahren Nurdin*
DALAM lintasan sejarah, perempuan seringkali digambarkan terikat dalam kerangka domestik rumah tangga. Namun, narasi ini agaknya telah bergeser seiring dengan berjalannya waktu. Di era modern ini, perempuan telah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya berperan dalam lingkup domestik, tetapi juga sebagai tokoh sentral di ranah publik dan organisasi.
Izinkan saya mendiskusikan betapa perempuan, khususnya ibu-ibu ‘Aisyiyah‘, telah membuktikan diri mereka sebagai pilar penting di kedua arena tersebut, menggali lebih dalam tentang bagaimana mereka mengelola peran ganda ini dengan luar biasa.
Perempuan masa kini adalah simbol kekuatan dan ketahanan. Mereka menjalankan fungsi sebagai pengasuh dan pendidik pertama bagi anak-anak mereka, membentuk fondasi karakter dan nilai-nilai yang akan dibawa seumur hidup.
Seorang ibu tidak sekadar mendidik tentang akademik tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual. Di rumah, seorang ibu adalah pengajar pertama dan utama (al ummu madrasatul ula), yang dengan lembut namun pasti, menanamkan nilai-nilai moral dan agama yang menjadi landasan bagi anak untuk tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan berempati.
Namun, dalam seribu satu perannya, perempuan juga mengambil langkah lebih jauh, merekalah yang kadang menjadi penggerak perubahan sosial. Ibu-ibu ‘Aisyiyah‘, yang merupakan bagian dari organisasi ‘ Muhammadiyah’ telah membuktikan hal ini.
Organisasi ini tidak hanya menampilkan betapa perempuan dapat berkontribusi dalam pengembangan masyarakat, tetapi juga bagaimana mereka bisa menjadi motor penggerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan keagamaan. Di sini, perempuan tidak sekadar hadir sebagai anggota, namun sebagai pemimpin, inovator, dan inspirator seperti tokoh pendahulu dan panutan mereka Nyai Hj. Siti Walidah.
Prestasi dan kontribusi perempuan dalam berbagai bidang telah membuka mata dunia bahwa mereka memiliki kapabilitas yang setara, bahkan dalam beberapa kasus, lebih unggul dalam mengelola dan memimpin. Mereka berprestasi dalam karir, mengelola organisasi, sambil tetap memegang teguh peran tradisional sebagai ibu rumah tangga.
Ini adalah bukti nyata bahwa perempuan adalah multitasker alami dan pemimpin efektif yang mampu menjalankan berbagai tugas secara bersamaan dengan keseimbangan yang mengagumkan. Mereka benar-benar telah menjadikan Muhamamdiyah (‘Aisyiyah) sebagai ‘medan tempur’ untuk jihad fii sabiilillah dan ‘ladang’ amal jariah. Keren.
Tentu saja, peran ganda ini tidak datang tanpa tantangan. Perempuan harus berjuang melawan stereotip, kesenjangan gender, dan terkadang beban ganda dari ekspektasi sosial. Namun, bukan berarti tantangan ini membatasi mereka; sebaliknya, perempuan menggunakan tantangan ini sebagai batu loncatan untuk meningkatkan kemampuan mereka, menciptakan peluang baru, dan menginspirasi generasi perempuan yang akan datang.
Melihat lebih dalam, kita bisa menyaksikan bahwa kontribusi ibu-ibu ‘Aisyiyah‘ bagi masyarakat sangat luar biasa. Mereka tidak hanya aktif dalam mengambil peran-peran kepemimpinan, tetapi juga dalam memastikan bahwa nilai-nilai dan etika yang mereka anut di rumah tercermin dalam pekerjaan mereka di organisasi. Dengan begitu, mereka tidak hanya menginspirasi anggota keluarga mereka sendiri tetapi juga masyarakat luas.
Akhirnya, perempuan masa kini telah berhasil meredefinisi makna kekuatan dan kelembutan. Di rumah, mereka adalah ibu yang tangguh dan penyayang, yang memberikan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan yang tidak ternilai kepada anak-anak mereka. Di organisasi, mereka adalah sosok yang berprestasi dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
Dari ibu-ibu ‘Aisyiyah‘ ini, kita belajar bahwa dengan semangat yang tak pernah padam, tidak ada batasan bagi perempuan untuk berkarya dan berprestasi, baik di rumah maupun di organisasi. Semoga#
*Pimpinan Ranting Muhammadiyah NSW, Australia