Muaro Jambi, Kilasjambi.com- Bagi mayoritas warga Desa Sungai Bungur, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah menjadi hari raya yang kurang mengenakan. Pasalnya pada momen lebaran bulan April 2024 lalu, tak ada sepeserpun duit bagi hasil koperasi dari kebun sawit seluas 225 hektare sampai ke tangan warga.
“Biasanya seminggu sebelum lebaran kami selalu senyum tawo (semringah), dana bagi hasil dari lahan sawit yang masyarakat perjuangkan itu kami terima. Tapi lebaran tahun ini kami harus gigit jari,” kata Datuk Saman dalam sebuah pertemuan dengan warga di Kantor Koperasi Mekar Jaya, Sungai Bungur, pada Jumat malam (26/4/2024).
Pria 60 tahun itu mengatakan, lebaran tahun ini semestinya sekitar 600 kepala keluarga (KK) mendapatkan dana bagi hasil sekitar Rp5,2 juta per KK. Selama setahun warga selalu menanti rejeki tunjangan hari raya dari hasil perjuangan merebut kembali lahan 225 hektare dari perusahaan.
Bagi Saman, duit bagi hasil dari panen di lahan itu sangat berarti untuk memenuhi berbagai kebutuhan menjelang hari raya, baik untuk beli pakaian anak, kue dan kebutuhan lain yang selalu meningkat saat lebaran. Hasil dari lahan itu dibagi rata, semua warga Desa Sungai Bungur tanpa terkecuali mendapatkan jatah yang sama.
“Kasihan janda-janda, anak yatim dan fakir miskin dan juga warga lainnya yang memang berharap setiap lebaran selalu ada yang ditunggu dari bagi hasil itu,” ujar Saman.
Kepala Desa Sungai Bungur Tamin menjelaskan, kebun 225 adalah hasil jerih payah warganya yang berjuang merebut dari tangan perusahaan sejak berkonflik pada 2013. Berkat perjuangan tersebut, warga sepakat kebun 225 dikelola secara bersama melalui koperasi dan hasilnya dibagi rata setiap tahun menjelang lebaran.
Pada 2014, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi mendampingi konflik lahan antara masyarakat Desa Sungai Bungur dengan perusahaan kelapa sawit PT Puri Hijau Lestari. Tepat satu tahun berjalan, pada 2015 masyarakat desa berhasil mendapatkan hak atas tanah dari perusahaan seluas 225 hektare dan secara fisik kebun itu telah ditanam sawit.
Kemudian lahan tersebut dinaungi oleh Koperasi Mekar Jaya di Sungai Bungur. Hingga akhirnya disepakati bersama hasil bersih dari lahan itu dibagi rata kepada seluruh kepala keluarga di desa.
Dari tahun 2015 hingga 2022, proses pembagian hasil dari lahan perjuangan terus berjalan dengan baik. Semula warga mendapat dana bagi hasil senilai Rp570 ribu per kepala keluarga. Kini setelah berjalan satu dekade produksi terus meningkat dan pada tahun 2024 hasil bersih setiap kepala keluarga mendapat jatah Rp5,2 juta karena dikelola transparan.
“Hasil dari kebun itu, kami juga memberikan subsidi sosial seperti biaya bantuan buat anak yatim yang mondok sampai aliyah, kemudian subsidi bujang gadis, dana kematian, dan biaya keperluan sosial lainnya,” kata Kepala Desa Sungai Bungur, Tamin.
***
Situasi di Desa Sungai Bungur seketika berubah setelah masuknya pendampingan baru dari organisasi Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Jambi pada 2022 melalui perjuangan lahan SK TOL (Tanah Objek Land Reform) atau lahan redistribusi lahan seluas 1.500 hektare.
Alih-alih pendampingan redistribusi lahan, keberadaan pendampingan baru itu perlahan malah menggerogoti kepengurusan lahan 225. Seorang warga mengatakan, semula masuk pendampingan Pospera membuat warga Desa Sungai Bungur terbelah menjadi dua kubu. Warga menduga hasil kebun itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
Seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, pendampingan itu langsung diorganisir oleh Sekjen Pospera Kota Jambi, Adriani Hasnah Lifa. Belakangan Adriani Hasnah yang juga istri Ketua DPD Pospera Provinsi Jambi maju menjadi Calon Legislatif DPRD Kota Jambi pada Pemilu 2024.
Warga yang masuk bagian pendampingan Pospera mengatasnamakan kelompok Bungur Baru Bersatu (B3). Warga yang tergabung dalam kelompok tersebut menaruh rasa tidak percaya dengan kepengurusan lahan 225 yang dikomandoi kepala desa.
Syahdan kepengurusan lahan 225 perlahan diakuisisi oleh kelompok tersebut. “Pekerja, mandor, dan pengurus di lapangan diganti oleh warga yang didukung Pospera,” kata Saman.
Sebelum lebaran 2024 setelah warga menuntut dana bagi hasil kepada pengurus lahan 225. Pengurus sempat menjanjikan akan memberikan dana bagi hasil senilai Rp1,9 juta. Namun, dana yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.
“Seharusnya hasil bersih dari lahan 225 itu senilai Rp3,5 miliar, tapi pengurus lahan yang baru menyatakan tidak bisa memberikan hasil kebun itu kepada seluruh kepala keluarga di Sungai Bungur, karena ada penggelapan penggunaan hasil kebun,” kata Saman.
Pada Rabu, 3 April 2024, masyarakat yang berjumlah 100 orang melaporkan dugaan penggelapan hasil kebun 225 Sungai Bungur ke Polres Muaro Jambi. “Kami sudah melaporkan kasus dugaan penggelapan ini ke Polres,” kata Tamin.
Ketua DPD Pospera Jambi, Yulia Zuardiman membantah bahwa ada motif lain organisasinya dalam pendampingan masyarakat di Sungai Bungur. Dia mengaku tidak mau ambil pusing dengan tuduhan dugaan penggelapan dana bagi hasil lahan koperasi.
“Sejak Pospera Jambi masuk (warga tidak dapat bagi hasil) enggak lah. Itu hak warga, bukan hak kita (Pospera), kami mendampingi hanya sesuai mandat yang diberikan warga,” kata Yulia Zuardiman.
Yulia mempersilakan warga melaporkan ke aparat jika mempunyai bukti dugaan penggelapan dana koperasi. Namun, sampai hari ini dia mengaku belum ada pemanggilan dari polisi.
“Bagi aku terserah, kalau memang ada buktinya silakan dilaporkan. Tapi kalau tidak terbukti ya kita lapor balik karena itu fitnah dan lain-lain,” katanya menjelaskan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Abdullah mengatakan, dalam perjuangannya bersama masyarakat Sungai Bungur, Walhi Jambi selalu menggunakan cara keterbukaan dan saling menghargai serta menjaga kekeluargaan.
Dalam tahap awal perjuangan itu, Walhi Jambi bersama masyarakat berusaha memperkuat kekompakan masyarakat, yang awalnya bermusuhan berbeda pendapat dan tidak mau duduk bersama dan berhasil disatukan.
Kemudian setelah berhasil, Walhi Jambi mempercayakan kepada masyarakat terhadap hasil perjuangan lahan 225 hektare tanpa meminta uang ataupun sejengkalpun lahan.
Walhi tidak akan marah jika proses perjuangan masyarakat Desa Bungur tidak dihargai. Tapi kami akan marah jika hasil 225 tidak dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil dan merata,” kata Abdullah.
“Untuk masyarakat atas kejadian ini jadikan pelajaran berharga. Perjuangan masih tetap dilanjutkan meski ada dinamika, pascakejadian ini warga harus sadar bahwa ada yang sungguh tulus mendampingi dan ada yang memang cari keuntungan,” sambung Abdullah.
Reporter: Gresi Plasmanto