KILAS JAMBI – Meningkatnya pemanasan global telah menjadi tantangan terbesar abad ke-21 yang mempengaruhi stabilitas ekonomi, politik, sosial dan biologis global. Memburuknya cuaca, seperti banjir, angin topan, kebakaran hutan, kekeringan, badai dan curah hujan yang tinggi, berdampak pada krisis pangan, migrasi terhadap jutaan orang di dunia.
Masyarakat Adat telah diakui dunia sebagai garda terdepan dalam upaya mencegah perubahan iklim, serta kontributor terbesar karbon dari hutan dan lingkungan yang terjaga. The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), menemukan bahwa 80% keanekaragaman hayati dunia beserta ekosistemnya, dilindungi dan dikelola oleh Masyarakat Adat.
“Ini semua dilakukan oleh Masyarakat Adat karena memiliki pengetahuan tradisional yang diwariskan leluhur untuk menjaga bumi, sebagai ruang hidup Masyarakat Adat,” ujar Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN dalam pembukaan Musyarawah Besar Sekolah Adat Nusantara, 12 Agustus 2024.
Penyelenggaraan Musyawarah Besar Sekolah Adat Nusantara yang digelar oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada 12-15 Agustus 2024 di wilayah adat Olehsari, Banyuwangi, Jawa Timur ini menghadirkan kurang lebih 450 peserta perwakilan sekolah-sekolah adat di Nusantara. Selain itu, hadir pula perwakilan mitra-mitra AMAN dari dalam dan luar negeri, pemerintah daerah dan nasional, media, seniman, akademisi, dan lain-lain.
Dalam sambutannya, Rukka menegaskan peran penting sekolah adat sebagai salah satu ruang untuk terus menjaga pengetahuan, praktik, dan berbagai inovasi yang dilakukan Masyarakat Adat dalam menjaga wilayah adatnya. Ia mengatakan bahwa pengetahuan Masyarakat Adat dalam menjaga alam itu tumbuh karena hidup berdampingan dengan alam.
“Dari kesinambungan hidup Masyarakat Adat dengan hutan, gunung, sungai, pantai, laut, kita belajar dan menemukan banyak pengetahuan. Kita tak bisa dipisahkan dengan alam. Sekolah adat menjadi ruang bagi kita untuk mewariskan pengetahuan tradisional yang kita miliki ini pada generasi penerus,” tegasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, generasi muda adat dan berbagai komunitas Masyarakat Adat secara aktif mengembangkan dan membentuk Sekolah Adat di komunitasnya. Saat ini tercatat ada 115 Sekolah Adat yang terbentuk di komunitas-komunitas anggota AMAN.
Ada beragam pengetahuan yang diajarkan di Sekolah Adat. Seperti pengetahuan tentang pangan lokal, obat tradisional, sistem pertanian, hukum adat, seni budaya, teknologi pengelolaan alam, hingga membaca makna musim tanam.
“Keberadaan Sekolah Adat ini menjadi krusial untuk terus mentransmisikan berbagai pengetahuan yang dapat berkontribusi besar dalam penyelamatan dan pelestarian bumi,” sambung Marolop Manalu Gorga, Staff Deputi IV Sekjen AMAN untuk urusan Pendidikan dan Kebudayaan.
Mubes Sekolah Adat Nusantara mengusung tema “Pendidikan Adat sebagai Jalan Pulang untuk Menjaga dan Merawat Bumi”. Secara umum tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah terwujudnya gerakan Pendidikan Adat yang mampu mentransformasikan berbagai pengetahuan Masyarakat Adat ke dalam aksi-aksi kolektif untuk menjaga dan menyelamatkan bumi.
Sekolah Adat untuk Menjaga Bumi
Selama Pandemi Covid-19, Masyarakat Adat di Indonesia telah membuktikan kemampuan resiliensinya. Komunitas-komunitas Masyarakat Adat yang masih memiliki kendali terhadap wilayah adatnya, mampu bertahan dari serangan virus sekaligus menjaga sumber pangan dan obat-obatan. Lebih jauh lagi, Masyarakat Adat bahkan berbagi sumber-sumber tersebut kepada masyarakat perkotaan yang mengalami krisis.
“Kolektivitas dan solidaritas adalah kekuatan sosial dari Masyarakat Adat dan ini juga adalah warisan dari leluhur untuk saling menjaga antarumat manusia,” ungkap Wiwin Indiarti Ketua PHD AMAN Osing yang juga Wakil Ketua Mubes Sekolah Adat Nusantara.
Dengan mempraktikkan pengetahuan tradisional, mengembangkan inovasi dan teknologi, serta mentrasmisikannya pada generasi penerus, Masyarakat Adat semakin menunjukan kontribusinya dalam kelestarian bumi. Proses transmisi pengetahuan di komunitas ini ada yang dilakukan secara alamiah, namun juga ada yang dilakukan dengan membentuk institusi pendidikan adat seperti sekolah adat.
Sekolah Adat yang dibangun oleh AMAN terus mengalami perkembangan di tengah berbagai tantangan yang dihadapi. Menurut AMAN, tantangan paling besar adalah semakin maraknya perampasan wilayah adat untuk pembangunan atau untuk idustrialisasi. Berbagai kebijakan seperti UU Cipta Kerja, justru semakin mempersempit ruang bagi Masyarakat Adat untuk terus melanjutkan pengetahuan tradisionalnya dalam menjaga bumi.
Di sisi lain, keberadaan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diharapkan dapat menjamin pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat belum juga disahkan oleh pemerintah dan DPR RI.
“Ini realitas yang dialami Masyarakat Adat di Indonesia. Di tengah peran besar yang diakui oleh PBB, masih harus berhadapan dengan kebijakan yang menggusur Masyarakat Adat. Tapi, ini tak membuat kita patah arang. Kita berjuang untuk menjaga alam dan bumi, juga berjuang untuk melindungi wilayah adat kita,” pungkas Rukka.
Melalui Mubes Sekolah Adat Nusantara ini, AMAN ingin membangun satu praktik dan gagasan, di mana komunitas Masyarakat Adat dapat mentransformasikan pengetahuan dan kebudayaannya, ke dalam aksi-aksi kolektif yang dapat berkontribusi secara langsung dalam memerangi deforestasi dan perubahan iklim.
Narahubung informasi kegiatan:
SEKRETARIAT PANITIA
Rumah AMAN JL. Tebet Timur Dalam Raya No 11 A, Tebet Jakarta Selatan Telp: +61 21 8297957
Email: rumah.aman@aman.or.id
Pesinauan Sekolah Adat Osing, Dusun Joyosari RT. 04/ RW. 02 Desa Olehsari, Kec. Glagah, Banyuwangi – Telp.: 081252676339