KILAS JAMBI, Tebo – Suku rimba di daerah Jambi tak lagi berpindah-pindah tempat. Pola berpindah (nomaden) yang seringkali disebut budaya melangun ini sudah mulai ditinggalkan. Mereka sekarang diperkenankan untuk membuka lahan, menjadi petani, dan tetap memegang adat istiadat serta kearifan lokal.
Suku Rimba di Tebo yang biasa disebut Suku Anak Dalam (SAD) sekarang diperbolehkan tinggal di area izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Lestari Jaya Asri. SAD adalah suku minoritas yang tinggal di dalam hutan di beberapa wilayah di Jambi dan Sumatera Selatan.
Kebanyakan dari SAD mendiami kawasan hutan di Provinsi Jambi. Saat jumlah populasi mereka yang berada di Provinsi Jambi berkisar di angka 200 ribu orang. Selama ini kehidupan mereka bergantung pada hasil hutan, mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan meramu hasil hutan dan berburu. Namun seiring perkembangan zaman serta meningkatnya perhatian pemerintah kepada SAD, pola hidup mereka perlahan berubah.
Di kawasan PT LAJ diketahui ada empat kelompok Orang Rimba yang tinggal menetap di wilayah konservasi (lindung) perusahaan. Kelompok Tumenggung Bujang Kabut, Tumenggung Hasan, Tumenggung Buyung dan Tumenggung Rafik. Mereka berjumlah 60 orang. Mereka adalah kelompok yang masih mempertahankan tradisi. Berburu dan menangkap ikan. Hanya saja secara umum mereka sudah mulai tinggal menetap meskipun masih melakukan tradisi ‘melangun’ untuk berburu ke dalam hutan.
Sebagai kesepakatan dengan komunitas ini, PT Lestari Asri Jaya (LAJ) menandatangani nota kesepahaman. Penandatanganan ini dilakukan di ruang pertemuan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, pada Kamis 3 Oktober 2019 lalu.
Selain nota kesepahaman dengan SAD, PT LAJ juga menandatangani nota kesepahaman dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Wana Mukti Lestari, Desa Napal Putih. Penandatangan nota kesepahaman yang merupakan bentuk komitmen PT LAJ dengan masyarakat di sekitar areal konsesi PT LAJ disaksikan langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Akhmad Bestari.
Soal nota kesepahaman antara PT LAJ dengan SAD ini, kata Akhmad Bestari mengatakan, secara regulasi sama dengan dengan regulasi yang diterapkan untuk KTH. “Secara regulasinya sama. Kita berharap dengan adanya MoU itu meminimalisir konflik. Tidak membeda-bedakan antara SAD atau apa,” kata Akhmad Bestari, Jumat (4/10).
Tujuan akhir yang diharapkan dengan adanya nota kesepahaman ini pun tidak berbeda. Adalaj untuk meminimalisir konflik. Sehingga masyarakat yang sebelumnya ilegal menjadi legal untul berkegiatan di dalam area konsesi.
PT LAJ merupakan perusahan Hutan Tanaman Industri (HTI) karet alam berkelanjutan. PT LAJ, sejak menjalankan perkebunan karet di wilayah Tebo memiliki visi menyerap tenaga kerja lokal, memberi kesempatan bagi usaha lokal serta melakukan program pemberadayaan masyarakat yang dapat memberikan dampak positif secara sosial dan ekonomi.
Selain PT LAJ, perusahaan lainnya yaitu PT Wanamukti Wisesa juga berkomitmen melakukan hal yang sama. Ada beberapa syarat yang diberikan oleh dua perusahaan ini supaya para petani maupun Suku Rimba ini bisa melakukan aktivitas di wilayahnya.
Diantaranya luas lahan yang bisa dikelola mereka maksimal 10 hektare. Para petani ini juga diwajibkan untuk mengolah lahannya secara produktif dengan tujuan agar lahan tersebut tidak menjadi lahan kosong yang tidak dimanfaatkan.
Program pembinaan ini merupakan wujud dari program Perhutanan Sosial yang sedang dikembangkan pemerintah di wilayah hutan produksi yang telah dibebani izin Hutan Tanaman Industri (HTI).
Khusus untuk Suku Rimba termasuk empat kelompok komunitas yang menetap di kawasan ini PT LAJ pun telah membuat kesepakatan. Setidaknya dalam nota kesepahaman ada tiga poin yang disepakati. Pertama, PT LAJ akan memberikan bantuan untuk situasi darurat, kesehatan, pendidikan, penghidupan bagi kelompok Orang Rimba.
Kedua, kelompok Rimba dan PT LAJ sepakat untuk menjaga kawasan konservasi, termasuk WCA (Wilayah Cinta Alam) sebagai area habitat gajah. Dan terakhir pendataan terhadap anggota kelompok Orang Rimba dan lahan yang menjadi lahan penghidupan.
Kesepakatan ini sudah dituangkan dalam komitmen ‘Lampit Badewo’ yang disepakati pada 25 Juli 2019 lalu. Kesepakatan ini disimbolkan dengan penyerahan gulungan tikar (lampit) dari kelompok Orang Rimba kepada pihak perusahaan, dengan harapan bersama-sama bersinergi untuk membangun penghidupan SAD yang lebih baik dan membangun kebun HTI.
Dalam program untuk Orang Rimba ini, PT LAJ bekerjasama dengan para stakeholder seperti Pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Tebo, Dinas Kesehatan hingg Puskesmas.
Selain itu, kepada dua kelompok yakni KTH dan Orang Rimba, PT LAJ memberikan pelatihan pertanian terpadu tanaman pangan dan perikanan di lahan terbatas untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. (*)