KILAS JAMBI – Hamparan kebun nanas membentang di kawasan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Sungai Batanghari – Sungai Mendahara, tumbuhan nanas itu tumbuh subur di lahan gambut bekas areal PT Dyera Hutan Lestari (DHL) di Desa Koto Kandis, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Masyarakat Koto Kandis mendapat izin pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm) melalui skema Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, dalam wadah Gabungan Kelompok Tani Kehutanan (Gapoktanhut) Gambut Bersahaja. Gapoktan ini mendapat izin pengelolaan lahan seluas 1.991 hektare di lahan bekas PT DHL tersebut.
Pada 6 Januari 2022, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah mencabut izin usaha: tambang dan minerba 2.078 izin, kehutanan 192 izin seluas 3.126.439,36 hektare, Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan seluas 34.448 hektare untuk 12 badan hukum (25.128 hektare) dan 24 perusahaan yang terlantar (9.320 hektare). Saat konferensi pers Jokowi menyebutkan alasan pencabutan izin ini karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan.
Khusus pencabutan izin sektor kehutanan beredar SK Menteri LHK No. SK.01/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Dalam SK tersebut memuat: Pertama, mencabut Izin Konsesi Kawasan Hutan sebanyak 42 unit perizinan/perusahaan seluas 812.796,93 hektare selama periode September 2015 sampai Juni 2021, lalu Izin Perusahaan Konsesi Kehutanan yang dilakukan pencabutan sejak 6 Januari 2022 berjumlah 192 SK seluas 3.126.439,36 hektare. Total izin yang telah dicabut sepanjang 2015 – Januari 2022 seluas 3.939.236,29 hektare. Kedua, Izin Konsesi kehutanan yang dilakukan Evaluasi berjumlah 106 SK seluas 1.369.567,55 hektare.
Terdapat 5 jenis Izin Konsesi Kawasan Hutan yang menjadi objek kegiatan evaluasi, penertiban, dan pencabutan. Di antaranya adalah Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atau sebelumnya disebut HPH/ IUPHHK-HA yang merupakan pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pemanfaatan kayu yang tumbuh alami, PBPH atau sebelumnya disebut HTI/ IUPHHK-HT.
Khusus di Provinsi Jambi ada sekitar 75.704 hektare konsesi pada kawasan hutan yang izinnya dicabut. Jumlah ini terdiri dari 17.000 hektare yang telah dicabut pada periode September 2015 hingga Juni 2021 dan sisanya baru dicabut pada Januari 2022.
Dari 17.000 hektare izin yang dicabut, 8.000 hektare dikuasai oleh PT Dyera Hutan Lestari (DHL) dengan SK No 31/Kpts-II/1997. PT DHL berada di 15 wilayah kawasan hutan bergambut yang sebelumnya terlibat kebakaran hutan dan lahan di Jambi.
Izin Hutan Kemasyarakatan
Kawasan seluas 8.000 hektare inilah yang dimanfaatkan masyarakat untuk dikelola yang terbagi dalam beberapa Gapoktan. Salah satunya Gapoktanhut Gambut Bersahaja yang mendapat izin pengelolaan lahan seluas lebih kurang 1.991 hektare. Selain itu, ada Koperasi Serbaguna Sridadi yang menguasai 2.800 hektare lahan, dan Gapoktanhut Catur Rahayu memperoleh izin pengelolaan lahan seluas 2.400 hektare.
Hanya saja, Welas Santoso, Ketua Gapoktanhut Gambut Bersahaja mengaku tidak mengetahui bila ribuan hektare lahan yang mereka kelola merupakan lahan bekas PT DHL. Yang mereka ketahui, sebagai desa penyangga hutan, masyarakat boleh mengelola kawasan Hutan Produksi (HP).
“Kami tahunya karena itu berada di wilayah kami, sehingga kami ajukan perizinan untuk pembentukan Gapoktanhut ke desa pada tahun 2020,” kata Welas, 9 April lalu.
“Intinya di atas lahan itu kami sudah memiliki izin Perhutanan Sosial. Itu disahkan oleh KLHK pada tahun 2021,” tambahnya menegaskan.
Welas mengaku kelompok taninya akan memanfaatkan lahan dengan tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), lalu kegiatan Agroforestry dan kegiatan Rehabilitasi Hutan.
“Rencananya mau kami tanam pinang, kopi liberika, kelapa, serta nanas sistem tumpang sari yang bisa kami panen tiap minggu,” kata Welas.
“Sepakat tidak ditamani sawit,” tegasnya.
Nanti bila pengelolaan lahan sudah membuahkan hasil, Gapoktanhut Gambut Bersahaja akan mendirikan koperasi, atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau juga Kelompok Usaha Perhutanan Sosial sebagai pengelola hasil panen.
Bukan hanya memanfaatkan lahan dengan tanaman. Mereka juga rutin melakukan patroli bersama tim Manggala Agni untuk memitigasi terjadinya kebakaran lahan, “Kami diperingatkan tetap waspada, mengingat suhu panas yang melanda saat ini, kami patroli secara swadaya,” kata Welas.
Ia mengatakan, lahan yang mereka kelola berbatasan dengan areal konsesi milik PT ATGA, perusahaan kebun sawit yang diduga menyerobot perlahan lahan bekas PT DHL.
“Memang berbatasan dengan ATGA, APL dulu lalu jarak 500 meter baru lahan yang kami kelola. Kalau ATGA menyerobot lahan akan ketahuan, karena dibatasi parit primer,” kata Welas menjawab pertanyaan dugaan ATGA mengambil secara ilegal lahan bekas PT DHL.
Sementara, Suwito, Kepala Desa Koto Kandis mengakui mendapat info izin konsesi PT DHL dicabut, tapi ia berdalih tidak mengetahui posisi persis lahan tersebut.
“Titiknya di Koto Kandis di mana kami tidak tahu. Kami hanya mendapat cerita izin PT Dyera dicabut, hanya pernah dengar nama perusahaan itu saja,” kata Suwito, saat ditemui di kediamannya pada 9 April lalu.
“Maksudnya lahan ini bekas siapa dan apa, kami tidak mengetahui persis,” katanya menambahkan.
Suwito mengatakan, aktivitas Gapoktanhut Gambut Bersahaja memang belum sepenuhnya berjalan, ribuan hektare lahan yang dikantongi izinnya masih belum digarap. Gapoktan hanya melakukan patroli di saat musim kemarau untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan. Dari pantauan di lapangan, saat ini lahan tersebut tidak ada isinya, hanya rerumputan, sudah tidak ada lagi tegakan pohon pascakebakaran pada tahun 2015 dan 2019.
“Memang belum ada pergerakan dari masyarakat, meski masyarakat dominan menginginkan menanam sawit. Namun masyarakat berupaya tetap mengikuti aturan yang berlaku,” kata Suwito yang mengaku baru setengah tahun menjabat sebagai kepala desa.
Joko Triono, Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tanjung Jabung Timur mengatakan, bila konsesi PT DHL sudah tidak ada lagi di dalam database KPHP. Namun ia menyebut ada kemungkinan izin lahan HKm yang saat ini dikantongi Gapoktanhut Gambut Bersahaja merupakan lahan bekas PT DHL.
“Namun yang jelas lokasi yang diusulkan untuk Gapoktanhut tersebut tidak ada izin apa pun lagi di atasnya, clean and clear,” tegas Joko.
Meski begitu, Joko mengatakan dari catatan pihaknya, lahan bekas DHL ada yang berada di kawasan HP, HLG dan APL. Sedangkan untuk yang di kawasan HP dan HLG saat ini sudah ada izin Perhutanan Sosial dari KLHK.
Disinggung soal adanya tanaman kelapa sawit di lahan bekas PT DHL. Ia menjawab perlu dipastikan dulu apakah aktivitas penanaman sawit itu memang masuk ke dalam kawasan hutan.
“Informasi yang saya ketahui tanaman sawit yang ditanam dalam kawasan hutan baik perorangan maupun korporasi, pasca diterbitkannya UU Cipta Kerja akan masuk dalam ranah pidana,” kata Joko.
Sedangkan terhadap Gapoktanhut yang telah mengantongi izin dari pemerintah, KPHP wajib melakukan pendampingan, penyuluhan, kunjungan ke kelompok, serta sosialisasi mengenai kewajiban dan larangan terkait aturan di bidang kehutanan.
Joko menjelaskan, bagi pemegang izin dengan skema Perhutanan Sosial, kewajiban utamanya adalah mengamankan area dari kebakaran, melakukan pemadaman dini, penyiapan sarana pemadaman kebakaran dengan cara swadaya.
“Di dalam kelompok itu telah dibentuk Masyarakat Peduli Api, yang pelatihannya diberikan oleh Manggala Agni, KPHP dan BPBD,” kata Joko.
Hasil Investigasi Walhi
Dari hasil investigasi yang dilakukan Walhi Jambi sepanjang Maret-Juni 2022 pada wilayah administrasi Desa Rawasari Kecamatan Berbak, dan Desa Koto Kandis Dendang Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. PT DHL masuk dalam KHG Sungai Batang Hari – Sungai Mendahara.
Di lapangan tim Walhi Jambi menemukan:
- Tidak ada aktivitas PT DHL.
- Kebun kelapa sawit, diduga milik PT ATGA di Desa Koto Kandis Dendang.
- Tempat pembibitan sawit, diduga milik oleh PT ATGA.
- Informasi pekerja, luas lahan yang ditanam baru seluas 300 hektare.
- Kebun kelapa sawit, diduga milik PT ATGA di Desa Jatimulyo.
- Sawit yang baru ditanam berumur 1-2 tahun milik PT ATGA di Desa Jatimulyo.
- Kebun kelapa sawit, diduga milik PT ATGA di Desa Rawasari.
- Kebun kelapa sawit, diduga milik PT ATGA di Desa Jatimulyo yang sedang produktif.
Berdasarkan batas administrasi desa dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016. Ada tiga desa yang berbatasan langsung dengan kawasan bekas PT DHL dan PT ATGA, yaitu Desa Rawasari, Koto Kandis, dan Jatimulyo. Data batas administrasi desa itu dijadikan acuan bagi Walhi Jambi untk mengambil data di lapangan. Walhi Jambi juga menggunakan tangkapan citra satelit dari aplikasi Google Studio dan Sentinel.
Walhi menemukan beberapa kejanggalan di lapangan terkait dugaan perluasan lahan di areal bekas PT DHL secara ilegal oleh PT ATGA, dari penggunaan data spasial yang dilakukan, terdapat juga sekitar 67 hektare lahan yang tumpang tindih antara izin PT ATGA dan PT DHL.
PT DHL mendapat izin pengelolaan lahan gambut di Tanjab Timur pada tahun 1997, lalu pada 2015 diduga sudah ada aktivitas PT ATGA melakukan land clearing di lahan PT DHL. Di tahun yang sama terjadi bencana kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di lahan konsesi PT ATGA dan PT DHL. Dengan total luas kebakaran 5.962 hektare yang meliputi Kabupaten Tanjab Timur dan Muaro Jambi. Konsesi PT ATGA dan lahan di luar konsesi yang diduga dikelola ATGA merupakan areal gambut dalam.
Berdasarkan analisa spasial maupun interpretasi visual citra yang memadai, dari lima daftar acuan sampel investigasi untuk titik lokasi tutupan lahan di wilayah bekas izin PT DHL, telah dilakukan ground cek di lapangan oleh tim investigasi.
Hasil dari ground cek yang dilakukan oleh tim investigasi di lapangan, telah ditemukan empat titik lokasi sampel, dengan hasil sebagai berikut:
- Titik koordinat hasil temuan di lapangan
Analisis Titik Sampel | Hasil Temuan Titik Koordinat |
Tutupan Lahan Koto Kandis 1 | X: 0389353
Y : 9862031 |
Tutupan Lahan Koto Kandis 2 | X: 0390259
Y: 9861808 |
Tutupan Lahan Koto Kandis 3 | X: 0390763
Y: 9861938 |
Tutupan Lahan Koto Kandis 4 | X: 0390789
Y: 9861430 |
Penjelasan hasil temuan titik sampel koordinat di lapangan:
- Koto Kandis 1: Selasa tanggal 01 Maret 2022 tim melakukan pengambilan titik sampel, di Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, dari hasil temuan di lapangan terdapat perkebunan sawit yang diduga kuat milik PT
- Koto Kandis 2: Selasa, 01 Maret 2022 Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, berdasarkan hasil temuan di lapangan tim kembali menemukan perkebunan sawit serta terdapatnya tempat pembibitan sawit yang diduga kuat dikelola oleh PT
- Koto Kandis 3: Senin, 21 Februari 2022, Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, terdapat beberapa tanaman sawit yang tidak terawat, dan beberapa tanaman akasia, area ini juga dikelilingi tumbuhan pakis liar sehingga terlihat sangat tidak terawat.
- Koto Kandis 4: Kamis, 03 Maret 2022 berlokasi di Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, di lokasi ini terdapat perkebunan sawit yang juga diduga kuat milik PT ATGA.
Pada Sabtu, 26 Februari 2022, berlokasi di Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, di lokasi ini terdapat aktivitas pembukaan lahan baru.
Titik Koordinat
Pembukaan lahan baru |
X: 0389559
Y: 9860994 |
Titik Koordinat
Titik Camp Tanam |
X: 0392474
Y: 9861133 |
Saat ditemui pada lokasi yang sama pada Minggu, 27 Februari 2022, pekerja menjelaskan bahwa lahan yang sedang ditanam tersebut adalah milik PT ATGA dengan luasan wilayah yang ditanam baru berjumlah 300 hektare, pekerja ini mengaku berasal dari daerah Jerambah Bolong, Kota Jambi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh tim investigator pada Jumat, 18 Februari 2022, bersama salah seorang perangkat Desa Koto Kandis. Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, Dwi, 25 tahun, menjelaskan bahwa PT DHL sudah ditutup sejak tahun 2015 lalu karena bencana kebakaran, untuk sekarang lahan PT DHL dimanfaatkan sebagai KOPERASI/HKM (Hutan Kemasyarakatan).
- Titik koordinat hasil temuan di lapangan
Analisis Titik Sampel | Hasil Temuan Titik Koordinat |
Tutupan lahan Jatimulyo 1 | X: 0385693
Y : 9861934 |
Tutupan Lahan Jatimulyo 2 | X: 0387099
Y: 9861997 |
Tutupan Lahan Jatimulyo 3 | X: 0388372
Y: 9861668 |
Tutupan Lahan Jatimulyo 4 | X: 0389325
Y: 9861069 |
Tutupan Lahan Jatimulyo 5 | X: 0390188
Y: 9861113 |
Penjelasan hasil temuan titik sampel koordinat di lapangan:
- Jatimulyo 1: Pada 19 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Jatimulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit yang diduga di bawah naungan PT ATGA dan lahan yang belum dikelola dengan tutupan lahan pakis hutan dan beberapa pohon akasia.
- Jatimulyo 2: Pada 19 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Jatimulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit berumur 2-3 tahun yang diduga di bawah naungan PT ATGA dan terdapat lahan yang belum dikelola dengan tutupan lahan pakis hutan dan beberapa pohon akasia.
- Jatimulyo 3: Pada 23 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Jatimulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit dan beberapa dari pohon sawit tersebut baru ditanam dengan kisaran umur tanam 1-2 tahun.
- Jatimulyo 4: 23 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Jatimulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit dengan kisaran umur tanam 1-2 tahun dilihat dari kondisi terkini perkebunan ini terlihat tidak terawat.
- Jatimulyo 5: Pada 03 Maret 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Jatimulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit yang diduga di bawah naungan PT ATGA dan lahan yang belum dikelola dengan tutupan lahan pakis hutan dan bebrapa pohon akasia.
- Titik koordinat hasil temuan di lapangan
Analisis Titik Sampel | Hasil Temuan Titik Koordinat |
Tutupan Lahan Rawasari 1 | X: 0391860
Y: 9861105 |
Tutupan Lahan Rawasari 2 | X: 0391845
Y: 9860157 |
Tutupan Lahan Rawasari 3 | X: 0393086
Y: 9861207 |
Penjelasan hasil temuan titik sampel koordinat di lapangan:
- Rawasari 1: Pada 16 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Rawasari, Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit yang diduga di bawah naungan PT
- Rawasari 2: Pada 16 Februari 2022, tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Rawasari, Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit berumur satu tahun tanam yang diduga di bawah naungan PT ATGA dan lahan yang belum dikelola dengan tutupan lahan pakis hutan dan beberapa pohon akasia.
- Rawasari 3: Pada 03 Maret 2022 tim melakukan pengambilan titik koordinat di Desa Rawasari, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada kawasan ini terdapat perkebunan sawit produktif yang diduga di bawah naungan PT ATGA.
Abdullah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, setelah tim Walhi Jambi melakukan investigasi hasil laporannya direkomendasikan untuk segera menertibkan semua aktivitas yang dilakukan di kawasan eks konsesi PT DHL tersebut.
Menurutnya, karena konsesinya sudah dicabut dan masih menjadi kawasan hutan, bila ada peluang masyarakat harus mengusulkan Perhutanan Sosial ke pemerintah.
“Tapi ini kan dugaannya dikuasai ATGA, dan ada beberapa orang yang dalam tanda kutip ingin punya lahan luas kemudian dia memanfaatkan situasi ini untuk diperjualbelikan,” kata Abdullah.
Masih menurutnya, memang sudah ada praktik jual beli tersebut, sudah terbaca orang-orang dari luar dan ada juga organisasi yang menjadi support system atas dugaan jual beli lahan bekas PT DHL tersebut.
“Mereka ini dan menjadi back up masyarakat. Bentuk kelompok tani dan meyakini lahan ini bisa digunakan untuk menanam sawit,” kata Abdullah.
Ia mempertanyakan beberapa perusahaan yang sudah dicabut izinnya dan juga ada perusahaan yang sedang dievaluasi, mau dilarikan ke mana? Namun lahan bekas DHL ini jelas arahnya yang seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk diusulkan dalam skema Perhutanan Sosial. Kemudian ada beberapa yang dievaluasi didorong untuk dicabut.
“Kasus DHL ini dorongannya ya seperti itu,” kata Abdullah.
“Masyarakat bisa memanfaatkan lahan itu, namun tidak semua lahan bisa digunakan karena di kawasan KHG,” tegasnya.
Meski pun saat ini untuk di wilayah konsesi bekas PT DHL belum ada mandat langsung dari masyarakat ke Walhi agar didampingi untuk mendapatkan izin skema Perhutanan Sosial. Namun, Walhi Jambi terus mencoba melakukan intervensi masyarakat di Desa Rawasari untuk mengantongi izin dari pemerintah.
Sayangnya, kata Abdullah, intervensi yang dilakukan Walhi Jambi mengalami benturan dari masyarakat yang tidak mau didorong ke skema Perhutanan Sosial. Mereka inginnya lahan ditanami sawit. Sebab dalam skema Perhutanan Sosial masyarakat tidak boleh menanam tanaman monokultur seperti kelapa sawit.
“Kecuali yang sudah keterlanjuran,” kata Abdullah.
Hasil turun lapangan yang dilakukan Walhi Jambi, permainan perusahaan seperti ATGA adalah dengan membeli langsung ke masyarakat.
“Informasi yang kami dapatkan seperti itu, meskipun kami memang tidak melakukan tracking langsung berapa perluasan area tanam ATGA di bekas lahan milik DHL itu,” katanya.
“Tapi bisa saja perusahaan untuk mengejar target produksi, mereka menanam lagi di luar izin perusahaan,” kata Abdullah menambahkan.
Bagi Walhi, dampak buruk yang akan terjadi bila ini dibiarkan, akan semakin masif pembukaan lahan di kawasan KHG untuk penanaman kebun kelapa sawit. Perluasan area tanam akan bukan hanya di kawasan bekas lahan DHL saja, tetapi juga akan menyasar kawasan Hutan Lindung Gambut (HLG).
“Apalagi juga berakibat terjadinya open acsess, siapa saja nanti bisa melakukan hal yang sama,” kata Abdullah.
Masyarakat perlu mengetahui, katanya, bila izin konsesi dicabut, lahan tersebut akan kembali menjadi milik Negara. Namun ada masalah baru bila masyarakat mengetahui lahan eks DHL telah dicabut, khawatirnya masyarakat berbondong-bondong membuka lahan untuk ditanami sawit.
“Lalu mereka akan berhadapan dengan Negara, kalau yang berani, bisa saja mereka tegak di situ dan menguasai lahan hingga ratusan hektare,” kata Abdullah.
Dampak jangka panjang, bila KHG ini terus dieksploitasi, gambut akan semakin kering sehingga Karhutla makin mengancam, idealnya kawasan gambut harus tetap basah. Bila pun dikelola, harus dengan tanaman hutan, bukan kelapa sawit.
Walhi siap mendampingi masyarakat setempat bila diberikan mandat untuk didorong ke skema Perhutanan Sosial. Namun, ia menegaskan jika masyarakat harus patuh dengan aturan yang berlaku, karena ini gambut dalam, jika ingin dijadikan hutan desa harus direstorasi lagi.
“Atau mau dijadikan skema Hutan Kemasyarakatan harus ditanami tanaman kehutanan, karena luas area HLG itu kan yang ada sekarang tidak cukup untuk menjaga gambut tetap berfungsi, sudah banyak yang rusak akibat Karhutla pada tahun 2015 dan 2019 lalu,” kata Abdullah.
“Jadi memang harus ditambah atau ditopang di kawasan KHG yang terlindungi,” tambahnya.
Pihak PT ATGA sendiri tidak berhasil dimintai keterangan terkait dugaan melakukan aktivitas penanaman sawit ilegal di lahan bekas PT DHL, Omar Syarif Abdalla, Advokat yang biasa dikonfirmasi mengaku tidak lagi menjadi Kuasa Hukum PT ATGA.
“Sekarang tidak lagi, sepertinya Kuasa Hukum PT ATGA, Advokat dari Jakarta,” kata Omar ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada 26 Juni lalu.
Redaksi kilasjambi.com juga berusaha mencari kontak pihak PT ATGA melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dan Humas Gakkum KLHK, namun juga tidak mendapatkan hasil yang diinginkan.
PT ATGA Muncul di Marketplace
PT ATGA sendiri muncul di forum jual beli (marketplace) di media sosial Facebook, dalam keterangannya, PT ATGA dijual Rp400 miliar (nego), juga terdapat catatan perusahan memiliki data atau dokumen yang lengkap, bagi buyer yang serius dan valid diminta membuat LOI dan menyertakan bukti dana (SKB).
Masih dalam keterangan di forum jual beli itu, disertakan lokasi kebun perusahaan di Sabak Jambi, dengan luasan total 2.630 hektare yang terdiri kebun inti seluas 2.150 hektare dan kebun plasma 216 hektare, serta bibit yang digunakan jenis Topaz.
Aset dan fasilitas perkebunan juga dilampirkan, berupa satu unit pabrik kelapa sawit, perkantoran, mes staf, perumahan staf, penerangan listrik, kendaraan operasional kantor dan operasional di lapangan, jalan dan saluran drainase, perumahan, serta tidak ada masalah dengan masyarakat.
Hasil TBS rata-rata turut disertakan, mulai produksi dari tahun 2007 hingga 2013, dalam keterangannya disebutkan produksi sekarang mencapai rata-rata 12,47 ton perhektare, dengan olahan TBS harian 14.534 ton perhari, serta produksi CPO 140 ton perhari.
Namun, dari dokumen yang ada izin konsesi PT ATGA hanya seluas 1.231 hektare, jauh lebih kecil dari luasan kebun inti milik PT ATGA yang tertera di dalam forum jual beli tersebut.
Adi S yang mengaku sebagai Mediator PT ATGA, membenarkan penjualan PT ATGA melalui forum jual beli di Facebook. Ia mengatakan PT ATGA sudah dilelang dan prosesnya sudah melalui kurator dari pihak bank.
Adi mengaku hanya sebagai penyambung informasi saja bagi investor yang berminat untuk membeli PT ATGA, “Untuk urusan jual beli sudah diserahkan ke kurator, saya hanya menyampaikan informasi saja ke perusahaan bila ada yang berminat,” kata Adi melalui sambungan telepon.
“Saya bukan bagian dari manajemen perusahaan, saya hanya banyak mengenal saja teman-teman di dalam (PT ATGA),” tambahnya.
Meski sudah dilelang, kata Adi, saat ini PT ATGA masih beroperasi normal, “Produksi buah sawit masih terus dilakukan,” kata Adi.
Redaksi kilasjambi mendapatkan nomor telepon Adi dari mesin pencarian Google yang memuat informasi tentang PT ATGA.
ATGA Divonis Ganti Rugi Rp590 M
PT ATGA sendiri divonis bersalah mengakibatkan kebakaran lahan di lokasi konsesinya seluas 1.500 hektare pada tahun 2015, di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. PT ATGA harus membayar ganti rugi materiil dan biaya pemulihan lingkungan hidup ratusan miliar rupiah.
KLHK yang menggugat AGTA ke pengadilan dan menang. Pada 13 April 2020, PN Jambi menghukum PT ATGA membayar ganti rugi sebesar Rp 590.543.023.000. Jumlah Rp 590 miliar itu terdiri atas:
– Ganti rugi materiil sebesar Rp 160.180.335.500
– Membayar biaya pemulihan lingkungan hidup Rp 430.362.687.500 atas kebakaran 1.500 hektare di lokasi mereka.
Putusan itu dikuatkan di tingkat banding dan kasasi. Langkah PK diambil PT ATGA. Apa kata MA?
“Tolak,” demikian bunyi putusan singkat PK yang dilansir di website MA, Selasa (9/5/2023). Duduk sebagai ketua majelis Zahrul Rabain dengan anggota Ibrahim dan M Yunus Wahab. Adapun panitera pengganti Retno Susetyani.
“Kami akan gunakan semua instrumen hukum, termasuk mencabut izin, ganti rugi, denda, penjara dan pembubaran perusahaan, agar pelaku kejahatan kebakaran hutan dan lahan jera,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum KLHK, saat menanggapi putusan MA itu, 13 Desember 2021 lalu.
Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan majelis hakim, juga para ahli, jaksa pengacara negara, kuasa hukum KLHK, yang telah membantu menangani kasus-kasus yang dihadapi KLHK.
“KLHK saat ini telah mempersiapkan proses pelaksanaan eksekusi atas perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan. Ada 20 perusahaan terkait kebakaran hutan dan lahan yang digugat KLHK. Dan 12 perkara sudah berkekuatan hukum tetap termasuk PT ATGA ini. Jumlah perkara Karhutla yang akan digugat akan bertambah terus,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum KLHK.
Rasio Ridho Sani mengatakan, bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku Karhutla. Walaupun Karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. “Kita dapat melacak jejak-jejak dan Kukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi,” kata Rasio.
Karhutla merupakan kejahatan yang serius karena berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama.
Subsiden Gambut
Penelitian gabungan antara lembaga yakni Delv Hidrolik, Belanda, Singapore-Delft Water Alliance (SDWA) dan Universitas Jambi, menunjukkan konektivitas hidrologi gambut terganggu karena fenomena subsiden karena rusak berat akibat eksploitasi perusahaan. Hal ini melepas banyak karbon. Kemudian sinaran mentari 12 jam, akan mempercepat kerusakan gambut.
Studi yang dilakukan 2004-2020, menunjukkan terjadi subsiden hingga 150 cm terhadap perkebunan yang dibuka periode 1992-2002. Lalu pada periode 2003-2009 subsiden sebesar 72 cm. Dan, periode 2009-2020 sebesar 5 cm, sehingga total seluruhnya sudah subsiden 272 cm pada lahan yang sama.
Selain itu, kajian dari World Resources Institute (WRI) Indonesia (https://wri-indonesia.org/id/blog/kerusakan-lahan-gambut-tropis-merupakan-sumber-emisi-co2-yang-terabaikan) menyebutkan, setiap hektare gambut tropis yang dikeringkan untuk pengembangan perkebunan mengeluarkan rata-rata 55 metrik ton CO2 setiap tahun, kurang lebih setara dengan membakar lebih dari 6.000 galon bensin.
Secara keseluruhan Indonesia telah kehilangan gambut hampir 50 persen sejak tahun 1970-an, karena proses dekomposisi dan subsiden. Hal ini yang dikhawatirkan para peneliti, termasuk Aswandi Idris, Ahli Hidrologi Universitas Jambi.
“Indonesia memiliki lahan gambut seluas 22 juta hektare, saat ini kita telah kehilangan 10 juta hektare. Kalau air laut sudah masuk ke daratan, maka tidak bisa lagi digunakan untuk lahan pertanian,” kata Aswandi.
Tanda fungsi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) sudah rusak adalah fluktuasi kenaikan atau penurunan debit air sangat cepat dari maksimum ke minimum, begitu juga sebaliknya.
“Apabila ingin menyelamatkan gambut, tidak boleh ada ‘super power’ dari perusahaan,” kata Aswandi menegaskan.
Liputan ini didukung oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Walhi Jambi dalam program “Pelatihan Peliputan dan Investigasi CSO Lingkungan.”