KILAS JAMBI – Rancangan perencanaan pekerjaan terutama proyek infrastruktur yang merupakan hasil kerja konsultan, kerap menjadi sasaran kritik, sementara Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Jambi mengeluhkan standar minimum biaya tenaga ahli yang dianggarkan pemerintah daerah belum sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Untuk mendapatkan solusi atas permasalahan tersebut, Inkindo saat ini mendorong lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Jasa Konsultasi, draf Pergub telah dibahas bersama Pemerintah Provinsi Jambi, Inkindo berharap Pergub tersebut bisa direalisasikan pada tahun ini.
Ketua DPP Inkindo Jambi, Zulkifli Lubis mengatakan jika Pergub Jasa Konsultasi itu merupakan penjabaran dari UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, karena muatan pembahasan khususnya mengenai jasa konsultansi dalam undang-undang itu sangat sedikit, sehingga sangat perlu dijabarkan kembali dalam bentuk Pergub.
“Pergub Jasa Konsultasi ini bukan Jambi saja, tetapi sudah skala nasional mendorong,” kata Zulkifli, di Kantor Inkindo Jambi, Sabtu (22/6).
Ia pun mengakui jika terkadang kualitas pekerjaan konsultan kerap dikritisi, karena menurutnya dalam mengerjakan pekerjaan konsultasi itu ada platform biaya yang harus dipedomani, misalkan untuk pekerjaan yang angka seharusnya di Rp800 juta namun hanya dianggarkan Rp200 juta.
“Ini sulit untuk diwujudkan, selama ini Pemerintah Provinsi Jambi hanya mengacu kepada Standar Biaya Umum (SBU) mereka sendiri, atau Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai standar pedoman biaya yang dikeluarkan oleh kepala daerah, setiap daerah memiliki standar biaya yang berbeda-beda. Minimal menyesuaikanlah, tidak memenuhi ke atas tetapi ada penyesuaian lah mendekati 80 persen standar dari standar Kementerian PUPR,” katanya.
Apalagi katanya saat ini, Inkindo dihadapkan pada transformasi dengan diterbitkannya Permen Nomor 7 Tahun 2019 terkait Pengadaan Barang dan Jasa. Sementara, peraturan pemerintahnya masih tertunda karena adanya agenda Pilpres dan Pileg, padahal drafnya sudah disusun dan tinggal pengesahan di tingkatan Legislatif DPR RI.
Mengenai substansi di dalam Pergub Jasa Konsultasi tersebut ada pembahasan mengenai billing rate atau remunerasi, yang Permen-nya juga ada yaitu Permen PUPR Nomor 897 Tahun 2017, dalam Pergub yang pihaknya ajukan itu akan dituangkan poin-poin salah satunya billing rate atau standar minimum tenaga ahli.
“Selama ini daerah boleh dikatakan hanya 50 persen bisa mengakomodir, daerah minim dalam menganggarkan biaya untuk jasa konsultasi,” katanya.
Padahal upah tenaga ahli konsultan itu sudah ditetapkan oleh Menteri PUPR bahwa ada tingkatan standar minimumnya baik untuk muda, madya dan utama. Pemerintah Daerah bisa mempedomani itu, karena jika tidak mempedomani standar minimum dari Menteri PUPR akan berdampak pada kualitas pekerjaan.
Soal kendala pemerintah daerah dalam menerapkan standar biaya jasa konsultasi sesuai dengan standar dari Menteri PUPR, Zulkifli belum mengetahui secara pasti. Namun, Inkindo sudah pernah menyampaikan regulasi terkait standar minimum biaya jasa konsultasi tersebut.
“Inkindo mempunya dokumen billing rate itu, setiap tahun kita keluarkan,” kata Zulkifli.
Permasalahan ini diakuinya berpengaruh terhadap pekerjaan dan menjadi keluhan anggota Inkindo. Ia pun mencontohkan jasa konsultasi untuk pembangunan jalan, misalkan pemerintah daerah menganggarkan biaya Rp35 juta untuk perencanaan pekerjaan dan survey, tetapi yang disurvei untuk 10 ruas jalan.
“Angka itu tidak akan terkejar sementara ada standar kita, kita juga tidak akan bisa menuntut rekan-rekan konsultan untuk berbuat lebih. Biaya ini sangat minim jadi harus menyesuaikan,” katanya.
Ia berharap pemerintah daerah harus membuka diri, jika untuk pekerjaan yang baik dan bisa dipertanggung jawabkan serta berkualitas, pemerintah daerah harus menyesuaikan dengan standar minimum biaya yang dikeluarkan oleh Menteri PUPR.
“Penyesuaian biaya yang ideal,” katanya.
“Jika APBN sepertinya sudah menyesuaikan dengan standar biaya minimum jasa konsultasi yang dikeluarkan oleh Menteri PUPR, tapi APBD belum,” tambahnya.
Baca juga: Menjaga Marwah Organisasi di Halal Bihalal Inkindo Jambi
Terlepas dari ini semua, Zulkifli mengatakan jika pihaknya juga tidak bisa banyak menuntut pemerintah daerah jika jasa konsultan juga tidak membuka diri untuk meningkatkan kemampuan badan usaha dan kemampuan tenaga ahlinya serta pemberdayaan. Baik berupa pembinaan-pembinaan, sosialisasi, audiensi, seminar dan workshop atau apapun bentuknya. Akan tetapi biaya-biaya itu ada di pemerintah, jika di asosiasi sedikit biaya yang bisa dipergunakan.
“Sebab kita di sini bekerja dengan pemerintah, asosiasi tidak akan mampu dibebankan dengan program pembinaan dan pemberdayaan tenaga ahli tersebut kalau tidak dibantu Pemprov dan Pemkab/Pemkot,” kata Zulkifli Lubis.
“Jadi memang harus ada perimbangan di sini,” katanya lagi.
Ia tak memungkiri jika dengan standar biaya minimum yang tidak sesuai standar, pekerjaan konsultan memang dipaksakan, jadi apresiasi terhadap jasa konsultan belum maksimal, padahal kerja jasa konsultan ini merupakan awal dari pekerjaan konstruksi.
Zulkifli tentu berharap Pergub tentang jasa tentang jasa konsultasi tersebut bisa direalisasikan di tahun 2019 ini, “Hasil diskusi kita dengan Pemerintah Provinsi melalui Asisten II Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Jambi, Pak Agus Sunaryo, mereka akan berupaya Pergub dibahas dan dikeluarkan di tahun 2019,” katanya.
Hanya saja, Inkindo diakuinya memang belum melakukan audiensi dengan DPRD Provinsi terkait draf Pergub Jasa Konsultasi itu, karena menurutnya masih ada proses ataupun tahapan yang harus dilalui.
“Kita hanya mendorong saja bagaimana Pergub ini bisa lahir untuk melindungi konsultan daerah, khususnya pembiayaan dari APBD, karena kita tidak berbicara mengenai APBN,” katanya menutup pembicaraan. (kilasjambi.com)