Cerita Rakyat dan Sejarah Terbentuknya Desa Teluk Tigo dan Sungai Keramat

Lansekap Desa Sungai Keramat

Kaspul Anwar*

Terbentuknya desa-desa di wilayah Provinsi Jambi tidak lepas dari latar belakang sejarah Provinsi Jambi yang memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Jawa Mataram Kuno. Tak terkecuali juga Desa Sungai Keramat yang semula merupakan bagian dari Desa Teluk Tigo, Kecamatan Cermin Nan Gedang, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Untuk mengetahui sejarah Desa Sungai Keramat, penting untuk menelusuri dan mempelajari arsip dokumen sejarah dan cerita rakyat yang melatarbelakangi berdirinya Desa Teluk Tigo.

Dari arsip dokumen Desa Teluk Tigo diketahui bahwa munculnya desa-desa di sepanjang bantaran sungai-sungai di wilayah Provinsi Jambi bermula dari perjalanan 9 pemuda asal Mataram, Jawa, ke Jambi (Ishak, 2022). 9 pemuda ini awalnya menetap di Jambi Kota Seberang, Tanjung Johor.

Kemudian menyeberang Sungai Batanghari dan Tinggal di Danau Sipin. Dalam perjalanannya, 9 pemuda ini sepakat untuk memulai kehidupannya di wilayah Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari ke hulu. Setiap pemuda akan mendapat wilayah satu sungai hingga ke hulunya. Caranya, setiap bertemu muara sungai, air muara sungai tersebut ditimbang. Mana yang berat dan mana yang ringan. Yang berat timbangannya mendapat induk sungai (sungai utama), sedangkan yang ringan timbangannya mendapat anak sungai.

Masing-masing mereka sudah mendapat sungainya (wilayah) masing-masing. Hingga tersisa 2 orang pemuda yang terus menyusuri Sungai Batanghari hingga sampai ke Sarolangun. Di Sarolangun keduanya bertemu dua sungai, yakni Sungai Tembesi dan Sungai Batang Asai. Yang masuk Sungai Tembesi itu bertempat di Teluk Kecimbung, yang kemudian tumbuh dan berkembang besar. Anak keturunan pemuda di Teluk Kecimbung itu kemudian disebut Marga Bathin VIII.

Sementara, 1 orang pemuda lainnya, Cokro Aminoto, melanjutkan perjalanannya menyusuri Sungai Batang Asai hingga ke hulu. Perjalanan dan perjuangan Cokro Aminoto menyusuri Sungai Batang Asai ini digambarkan dalam sebait seloko: merateh akar nan berjalin dengan merancung unak nan berduri, empang kayu lah dipegal, empang batu lah dikalik.

Setelah menempuh perjalanan panjang, sampailah pemuda itu ke daerah Muaro Meredang atau Muaro Malko/Meleko (wilayah Kasiro, Batang Asai). Dikarenakan susahnya menelurisi sungai tersebut, pemuda itu menamakan sungai itu dengan nama sungai Meresai (sangat susah). Pada zaman kolonialis, Belanda susah menyebut nama meresai dan menggantinya dengan nama Asai. Nama terakhir itu bertahan hingga saat ini.

Perjalanan Cokro menyusuri Sungai Batang Asai berlanjut hingga ke Renah Muara Dendang. Di Renah Muara Dendang, Cokro menetap, karena berpikir di sanalah hulu sungai yang tepat baginya untuk menetap. Hingga pada suatu hari dia mendapati sebuh mangkuk limau (tradisi masyarakat, mandi keramas ke sungai menggunakan jeruk purut) yang hanyut dari hulu sungai. Mangkok ini bagi Cokro merupakan sebuah sinyal menandakan adanya kehidupan lain di hulu sungai. Ia kemudian bertekad kembali menelusuri sungai mencari sumber mangkok itu hanyut. Dalam perjalanannya ke hulu sungai, pemuda itu menemukan seorang gadis bernama Biaro, yang kemudian dipersuntingnya menjadi istri.

Setelah menikah, keduanya berangkat ke hilir ke muara Sungai Batang Asai dan Sungai Tembesi, hingga menemukan danau di pinggir Sungai Batang Tembesi. Yang kemudian disebut Danau Biaro. Dari perkawinan keduanya, mereka dikaruniai 5 orang anak yang disebut dengan Batin Delimo. Kelima anaknya itu kemudian berpencar. Satu menetap di Sarolangun, Satu di Ladang Panjang, Satu di Bernai, Satu di Lubuk Sepuh, dan Satu di Teluk Tigo, Sebakul.

Menetapnya salah seorang keturunan Cokro di Teluk Tigo diawali dengan perjalanan Surya Diningrat, anak Cokro Aminoto yang memilih kembali ke hulu Batang Asai. Dalam perjalanannya bersama rombongan keluarga kecilnya kembali ke hulu Batang Asai tempat tanah asal ibunya itu.

Surya singgah dan bermalam di kawasan tak bernama. Pilihannya untuk singgah itu kemudian membuat ia memilih untuk menetap. Alasannya, potensi sawah di kawasan tempatnya singgah itu, cukup untuk menghidupi ia dan keluarga di masa yang akan datang. Kawasan itu kemudian ia beri nama Dusun Tuo. Nama dan kawasan itu bertahan hingga sekarang dan dapat dilihat pada sebelah kiri jalan saat memasuki Desa Teluk Tigo, biasa disebut warga Sawah Dusun Tuo.

Menurut dokumen sejarah Desa Teluk Tigo, Surya Diningrat dan keluarganya tidak lama menetap dan bermukim di Sawah Dusun Tuo. Hal itu dikarenakan kawasan itu tidak aman. Menurut cerita, selain serangan mistis (sihir) dari luar, keberadaan keluarga Surya Diningrat di Sawah Dusun Tuo juga diusik oleh keberadaan Hantu Wok. Merasa tidak aman, Surya dan keluarganya kemudian pindah ke kawasan Masjid Ihsaniyah saat ini.

Dalam sejarah, wilayah kawasan digambarkan sebagai berikut: Sebelah hilir berbatas Sungai Tebat (sungai di sebelah hilir Masjid Ihsaniyah), sebelah mudik berbatas Sungai Uba (sungai di sebelah hilir Masjid Raya Desa Teluk Tigo). Dalam dokumen sejarah dan cerita rakyat itu juga disebutkan bahwa untuk bertahan dari serangan sihir dari orang luar dan juga Hantu Wok, Surya Diningrat membawa Jembalang Abang (sebangsa jin dari laut) sebagai azimat. Sejak saat itu, kehidupan Surya Diningrat dan keluarganya aman dari serangan jin dan hantu. Dari situ kemudian muncullah dusun yang bernama Teluk Tigo. Nama Teluk Tigo sendiri diambil dari jumlah teluk yang ada di sepanjang sungai Batang Asai ada di wilayah dusun ini. Yakni Teluk Tepian Gedang, Teluk Tepian Langkap, dan Teluk Tepian Lebai.

Surya Diningrat kemudian memiliki 7 orang anak, 6 laki-laki dan 1 perempuan. Yakni Raden Suaso, Raden Raja Laut, Raden Tengah Laman, Raden Serintik Hujan Paneh, Raden Alam Kerinci, Raden Kualang, dan Putri Mina.

Selanjutnya, dikisahkan juga asal mula nama Sebakul. Nama itu diambil dari cerita Putri Mina, anak Surya Diningrat yang hidup hingga berumur ratusan tahun. Usia yang tua itu juga yang membuat tubuhnya membungkuk. Hingga memasuki masa sisa-sisa akhir hidupnya, Putri Mina berwasiat untuk diasingkan ke Bukit Susur dengan cara memasukkannya ke dalam bakul besar. Ia berpesan: sebelum ada hujan beserta petir, jangan jenguk aku. Dan apabila sudah hujan dan petir, jenguklah aku. Lagi katanya: Kalau ketemu harimau kumbang, bunga kumbang, dan elang kumbang, itulah aku.

Setelah 7 hari diasingkan di Bukit Susur, datanglah hujan lebat disertai petir. Di saat anak cucunya melihat tempat ia diasingkan tersebut, Putri Mina tidak dijumpai lagi. Bakul tempat Putri Mina tadi sudah menjelma menjadi batu nisan. Dari cerita inilah, Teluk Tigo dinamakan juga Dusun Sebakul. Sementara itu, berdasarkan hasil Wawancara M. Hapas dan Kepala Desa Teluk Tigo tahun 1989-1990, Suhaimi bin Abbas (Hapas, 2010), diketahui bahwa ada 4 kelompok masyarakat yang dinamakan Kalbu. Kalbu di Desa Teluk Tigo ini dibagi menjadi 4 kelompok, terdiri dari:

1. Kalbu Rumah Gedang. Kalbu ini adalah kelompok yang menempati rumah gedang dengan 40 tiang. Kalbu ini digelari Karto Manggalo, yang artinya seluruh kekayaan yang ada di Teluk Tigo miliki mereka atau mereka yang menjaganya.
2. Kalbu Masjid. Kalbu ini digelari Singo Karti, artinya Hulu Balang atau panglima yang menjaga Teluk Tigo dari serangan orang luar.
3. Kalbu Mudik. Kalbu ini digelari Panji Kusomo, artinya payung yang memayungi dari hujan dan panas.
4. Kalbu Lebai. Kalbu ini digelari Mangku Negoro, kelompok yang bertugas menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat agar tidak berpecah belah.

Dari hasil kesepakatan 4 Kalbu, disepakati bahwa pemimpin adat, rayo, dan kepala desa dari rumah Kalbu Gedang; pegawai syara’ imam dari Kalbu Lebai; khatib dari Kalbu Masjid, sedangkan bilal dari Kalbu Mudik (Hapas, p.43., 2010).

Sejarah, Perkembangan dan Pemekaran Desa Teluk Tigo-Sei Keramat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dengan ketentuan Dusun Sebakul dibagi menjadi: Sebakul I, berlokasi di Desa Teluk Tigo saat ini, dan Sebakul II berada di seberang Desa Teluk Tigo (Dusun Tuo). Pemerintahan dusun ini dipimpin oleh 1 Rio, dan 2 Kepala Kampung, yakni Kepala Kampung Sebakul I dan Kepala Kampung Sebakul II.

Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintah desa diatur ketentuan bahwa kampung menjadi desa. Maka Dusun Sebakul I dan Sebakul II tidak lagi diperbolehkan. Maka berubahlah dusun tadi menjadi Dusun Sebakul dan Dusun Sungai Keramat. Nama Desa Sungai Keramat sendiri dibuat oleh Camat Anwar Saidi berdasarkan keberadaan irigiasi Sungai Keramih yang mengaliri sawah di seberang Desa Sebakul saat ini.

Pada tanggal, 19 November 1986, pada pemerintah Kepala Dusun Sungai Keramat Suhaimi bin Abbas, Dusun Sungai Keramat pindah dari seberang ke lokasi Desa Sungai Keramat saat ini. Lokasinya tepat 1 kilometer sebelah barat daya Desa Teluk Tigo. Pindahnya Desa Sungai Keramat ini dilatarbelakangi oleh geografis Dusun Sungai Keramat di seberang yang rawan terendam banjir, serta dibukanya program Desa Inpres oleh Pemerintahan Orde Baru masa itu. Di tahun 1989 keluar lagi peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemerintah Desa. Dengan ketentuan Dusun Sungai Keramat dan Dusun Sebakul menjadi satu desa dengan nama Desa Teluk Tigo. Sesuai dengan keberadaan dan geografis desa, maka keberadaan dua dusun, yakni Dusun Sungai Keramat dan Dusun Sebakul tetap dipertahankan.

Pada tahun 2012, pada masa Pemerintahan Kepala Desa M. Lukman dan Kepala Dusun Sei. Keramat M. Zuhdi, Secara defenitif, Desa Sungai Keramat dimekarkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Bupati Sarolangun nomor 13 tahun 2012 tentang Pembentukan-Pembentukan Desa Gurun Baru, Desa Kute Jaye, Desa Mandiangin Pasar, Desa Sungai Rotan, Desa Suka Maju, Desa Jernang Baru, Desa Meranti Jaya dan Desa Jati Baru Mudo Kecamatan Mandiangin, Desa Bukit Talang Mas, Desa Bukit Bumi Raya, Desa Argo Sari, dan Desa Sendang Sari Kecamatan Singkut, Desa Temalang Kecamatan Limun, Desa Bukit Berantai Kecamatan Batang Asai, dan Desa Sungai Keramat Kecamatan Cermin Nan Gedang dalam Kabupaten Sarolangun.

Secara geografis, posisi wilayah Desa Sungai Keramat berada pada koordinat 2 0 23’51.1” posisi bujur Selatan, dan 102 0 35’10.0” posisi bujur Timur. Berdasarkan Perda Bupati Sarolangun nomor 13 tahun 2012, wilayah Utara Desa Sungai Keramat berbatasan dengan Desa Teluk Tigo, Selatan berbatasan dengan Desa Temenggung, Barat berbatasan dengan Desa Pemuncak, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Teluk Tigo.

REFERENSI

Hapas, M. (2010). Strategi pembinaan akhlak remaja di dusun Sebakul Ilir Desa Teluk Tigo
Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten Sarolangun, (unpublished thesis) [undergraduate, STIT Darul Ulum Sarolangun].
Ishak, I (2022). Dokumen sejarah desa teluk tigo. Arsip Desa Teluk Tigo

*Kaspul Anwar, saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di Universiti Brunei Darussalam, Brunei pada bidang teknologi pendidikan. Saat ini Ia aktif sebagai dosen dan peneliti di Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi. Sebelum memulai karir dosen, Ia juga aktif sebagai jurnalis. Karir jurnalisnya Ia mulai di Jambi Star dan Jambi Independent (Jawapost Group). Selanjutnya, Ia juga bergabung sebagai kontributor pada Bisnis Indonesia untuk Jambi, editor pada media online Seru Jambi dan Jambione.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts