KILAS JAMBI – Wilayah jelajah kelompok Orang Rimba atau yang biasa disebut Suku Anak Dalam (SAD) semakin sempit seiring perubahan pola kehidupan dan hutan yang semakin berkurang. Kelompok SAD, terkenal dengan budaya melangun (berpindah-pindah). Namun wilayah hutan yang bisa dijelajahi semakin terbatas.
Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi kehidupan SAD. Wilayah untuk berburu semakin sempit, semakin sedikit pula sumber makanan dan sumber penghidupan yang diperoleh.
Sumber ekonomi SAD seperti jernang, kulit kayu kelatak hingga rotan pun semakin sulit didapat. Hal ini tentu mempengaruhi pola kehidupan mereka. Ditambah lagi jika mereka diserang wabah penyakit. Selama ini SAD cukup kesulitan untuk mendapat akses kesehatan, tentunya ini tidak terlepas dengan kondisi mereka yang hidup jauh dari pemukiman dan fasilitas kesehatan.
Seperti yang dialami kelompok SAD yang berada di lanskap Bukit Tiga Puluh, kelompok ini tersebar di area PT Lestari Asri Jaya yang bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri karet.
Keberadaan perusahaan ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat yang berada di sekitar perusahaan, tak terkecuali kelompok SAD.
Perusahaan bersama pemerintah setempat mengupayakan untuk memfasilitasi program kesehatan untuk warga SAD.
Salah seorang warga SAD, Tumenggung Hasan mengungkapkan, beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan dan LAJ mengadakan program pengobatan gratis untuk mereka. Program itu dirasa cukup membantu.
Dikatakan Hasan, kehidupan SAD perlu perhatian khusus dari semua pihak. Pemerintah dan perusahaan. Terutama di bidang kesehatan.
Karena menurut Hasan, kehidupan SAD yang bersentuhan langsung dengan alam. Tidur bahkan beraktivitas di alam terbuka sangat rentan dengan serangan penyakit. Seperti demam, diare hingga Tuberkolosis (TBC).
Rafiq salah satu SAD mengatakan, dari kelompoknya pada Juni lalu sekitar 22 orang terserang diare.
“Kami sakit galo samo sakitnyo terkapar. Mencret muntah dan demam, untunglah kami cepat bawak ke bidan Desa Semambu selamatlah kami,” kata Rafiq.
Selama ini kata dia, saat mereka diserang penyakit mereka mengobati dengan obat tradisional. Namun sekarang mereka sudah mengenal obat-obatan modern. Dulu, obat yang digunakan secara turun temurun.
“Bahan alami dari dedaunan dan akar-akaran,” kata Rafiq.
Dari pihak perusahaan sendiri, dalam hal ini PT Lestari Asri Jaya (PT LAJ) berkomitmen bersama pemerintah untuk memfasilitasi dalam hal kesehatan terlihat jelas.
Arifadi Budiarjo, Public Affairs General Manager PT LAJ mengatakan, perusahaan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Tebo dalam hal ini Puskesmas Desa Suo suo.
Dalam kegiatan yang digelar pada 23 April lalu, kelompok kerja SAD, Tim Resolusi Konflik PT LAJ dan PT Wanamukti Wisesa bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tebo, Puskesmas Suo-Suo, dan Puskesmas Pulau Temiang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan terhadap kelompok SAD Hasan, Buyung, dan Bujang Kabut. Ini merupakan lanjutan dari kegiatan yang sama yang pernah dilakukan sebelumnya.
Perusahaan dan Pemerintah menggelar kegiatan ini langsung di rumah Tumenggung Buyung, Hasan, dan Bujang Kabut. Dalam kegiatan ini dilakukan imunisasi balita, pencegahan malaria, dan pelayanan kesehatan umum.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada SAD, Pokja SAD juga berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas Suo-Suo untuk proses penandatanganan kesepakatan pelayanan kesehatan secara periodik kepada kelompok SAD yang ada di konsesi PT LAJ.
Selain program kesehatan Pokja SAD dalam kegiatan ini juga berdiskusi dengan kelompok SAD mengenai isu yang ada di lapangan. Seperti fasilitasi pemerintah dalam pengurusan identitas SAD yang diperlukan untuk dapat mengakses berbagai fasilitas pendukung yang ada di daerah.
Koordinator KKI Warsi Bukit Tigapuluh Haryanto menjelaskan, selama ini kehidupan SAD tidak terlepas dari berburu dan bercocoktanam dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, akibat perubahan ekologi di lingkungan sekitar SAD, memaksa mereka untuk beradaptasi.
Melingkupi aspek kesehatan, tidak ada standar baku bagi SAD. Tiap kelompok bisa saja melakukan kebiasaan yang berbeda.
“Ada yang makan sehari sekali, ada yang dua kali. Ada yang tiga kali,” kata Haryanto.
Apalagi, kata Haryanto, yang juga merupakan perwakilan KKI WARSI dalam Pokja SAD dengan kondisi saat ini, pengetahuan dan pengalaman juga membedakan kebiasaan mereka.
“Misalnya kelompok yg sudah stabil tinggal di desa atau di perumahan sosial terlihat sedikit lebih bersih, karena sering berinteraksi dengan orang luar,” kata dia.
Namun, pada dasarnya kebiasaan mereka sama terkait urusan kesehatan. Untuk pengobatan, kata Haryanto, mereka masih menggunakan obat tradisional. Atau dengan bantuan dukun.
“Ada juga cara pencegahan penularan penyakit dari mereka yaitu isolasi sosial (besesandingon). Memisahkan yang sakit dari kelompoknya agar tidak tertular,” kata Haryanto.
Namun konsep demikian sudah mulai bergeser. Penyebabnya adalah perubahan ekologi dan lingkungan yang berkontribusi terhadap kebaikan angka SAD yang terpapar penyakit.
“Sekarang hampir sama kayak orang luar. Penyakit SAD sudah banyak jenisnya dan kompleks,” kata dia.
Saat ini kata Haryanto, pihak swasta atau perusahaan sudah mulai memperhatikan aspek kesehatan SAD. Caranya dengan mengakomodir program kemitraan dengan SAD. Warsi sendiri sekarang mendukung perusahaan seperti PT LAJ memberikan perhatian kepada SAD.
“Yang sudah mulai membuka diri dan sedang dikomunikasikan adalah LAJ,” kata Haryanto. (*)