Hari sudah mulai gelap. Arahman bergegas pulang. Ia lewat menyusuri jalan setapak di antara kanal dan payo sawah di Desa Muara Jambi, Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.
Pak Cik Rahman, begitu sapaan akrab Arahman pulang ke rumah tak tangan kosong. Dengan menenteng sebuah wadah jerigen, pria paruh baya itu membawa hasil bermacam ikan.
“Banyak dapat Pakcik?” tanya Wak Te Akai, sekondan macing kami kepada Pak Cik Rahman, medio Juni lalu.
“Ado lah,” jawab Pak Cik.
Langkah Pak Cik berhenti, lalu ia jongkok dan kemudian menunjukan isi wadah jerigen itu. Ia membawa hasil tangkapan ikan yang lumayan banyak, untuk lauk keluarganya di rumah, dan kadang sebagian dijual jika ada yang minat.
Setelah melihat dalam jerigen yang berisi ikan Gabus, Sepat, Betok, dan Ruwan, diam-diam kawan mancing saya liyan tertarik ingin membeli ikan yang dibawa Pak Cik.
Proses jual beli pun terjadi di tengah jalan setapak di antara kanal dan payo sawah Yak Dus. Tak ada proses timbang-menimbang, hampir separuh ikan Pak Cik di dalam jerigen tadi berpindah ke wadah karung.
Ketemu Pak Cik Rahman tanpa disengaja itu cocok dengan pribahasa seperti ini “Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui”. Sebab kawan saya tadi bisa membawa ikan yang lumayan banyak.
Juga bungah, mungkin begitu perasaan kawan saya ketika berhasil membawa ikan untuk keluarga di rumah.
“Lumayan jadi tambahan mancing tadi, bisa dibawa pulang ke rumah untuk dimasak istri,” ujar kawan saya.
Bermacam jenis ikan yang di bawa Pak Cik itu tadi didapat dari hasil menggunakan Lukah, sebuah alat tangkap ikan yang dioperasikan secara tradisional. Selain jala, jaring, dan kail, sampai sekarang alat tangkap lukah masih digunakan oleh masyarakat Desa Muara Jambi.
Lalu seperti apa cara kerja alat tangkap ikan yang bernama Lukah itu?
Lukah sebagai alat perangkap ikan itu berbentuk kerucut panjang dengan beragam ukuran diameternya. Alat tersebut dibuat dari rakitan bambu atau rotan.
Alat ini dilengkapi lubang supaya ikan masuk dan terjebak. Ketika ikan-ikan terjebak masuk, tidak bisa keluar lagi.
Lukah terlebih dulu dipasang di lokasi yang strategis di kanal atau sungai berarus. Cara kerja alat ini kata Pak Cik, sering disebut Nugo. Ikan yang berenang melawan arus akan masuk perangkap. Lukah dipasang, dibiarkan semalaman agar ikan yang masuk semakin banyak.
“Biasonyo masang sore, udah tu besok sorenyo ditengok, ikan sudah banyak di dalam lukah,” ucap Pak Cik Rahman kepada saya. “Ngambeknyo pas mau pulang dari sawah.”
Harizan, seorang pemuda dari Desa Muara Jambi mengatakan, lukah masih banyak ditemui di Desa Muara Jambi. Lazimnya alat tersebut dibuat dan digunakan oleh orangtua.
“Orang tuo banyak yang biso bikin lukah,” kata Harizan, yang lebih sering dipanggil Ojan itu.
Dari Lukah Muncul Kesenian
Lukah tak hanya dikenal oleh masyarakat Melayu Jambi. Namun, lukah juga dikenal oleh masyarakat Melayu di Rau.
Sama seperti di Riau, dari alat tangkap ikan itu muncul kesenian lukah gilo. Masyarakat di Jambi juga mengenal kesenian lukah gilo, yang sebelum dimulai kesenian itu digelar ritual.
“Di Riau, dari alat menangkap ikan ini, lahirlah permainan lukah gilo,” tulis peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau.
Lukah gilo menurut Dedi Arman, merupakan perpaduan dari gerak dan ilmu kebatinan yang dimainkan pada acara-acara tertentu yang bersifat ritual. Bentuk permainannya memakai alat yang disebut lukah.
Kemudian permainan lukah itu masih menurut Dedi Arman, dipegang bersama-sama, sambil membacakan mantra-mantra oleh salah seorang dari mereka sampai terasa lukah itu bergerak dengan sendirinya dengan sangat kuatnya hingga waktu yang ditentukan oleh tukang mantra.
Letak geografis Jambi memang tidak lepas dari kebudayaan sungai. Kondisi ini tentu tidak bisa dipelaskan dari kebudayaan masyarakatnya. Bermacam alat tangkap ikan sangat mudah ditemukan di masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan pesisir.
Dari bermacam alat tangkap ikan itu, secara tidak langsung juga memunculkan kerajinan tangan kreatif. Misalnya di Muaro Jambi, masyarakat sudah bikin miniatur lukah. Tentu ini bisa menunjang kreativitas, hingga kemudian memunculkan nilai tambah pula.