Menangis, Bukan Cengeng

Jon Afrizal*

Wahyu, bukan nama sebenarnya, tengah menangis sesegukan di sudut kamarnya. Remaja putra kelas terakhir di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Jambi ini tengah dirundung persoalan yang tidak bisa untuk diatasinya. Sehingga, tanpa sadar ia memilih untuk menitikkan air mata, sebagai cara untuk meluapkan emosi.

Dalam kehidupan dunia maskulin, tentu saja menangis “sangat tidak jantan”. Atau, beberapa yang lainnya mengkategorikan “cengeng”. Dan, ada juga yang menyatakannya hanya untuk “perempuan”.

Dunia yang berpatriarki, mengharuskan seseorang lelaki untuk tetap tegar sebagaimana bentuk fisiknya. Tetapi, menangis dan air mata adalah alami.

dr Merry Dame Cristy Pane dari alodokter.com menyatakan menangis bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental.

Manfaat air mata yang keluar dari kelopak mata secara refleks itu adalah untuk mengurangi stres, meningkatkan mood, melegakan perasaan, dan membunuh bakteri.

Berdasarkan sebuah penelitian, menangis dapat merangsang produksi hormon endorfin di dalam tubuh. Hormon endorfin adalah hormon yang dapat membuat seseorang merasa lebih baik, mengurangi rasa sakit, dan meredakan stres.

dr Ahmad Muhlisin dari honestdocs.id menyatakan hormon endorfin adalah zat kimia seperti morfin yang diproduksi sendiri oleh tubuh, yakni oleh sistem saraf pusat dan kelenjar hipofisis. Kata endorfin sendiri berasal dari “endogen” dan “morfin”. Dengan maksud bahwa neuropeptida (protein kecil) ini bekerja seperti zat morfin namun berasal dari dalam tubuh.

Selain itu, dr Merry juga mengatakan bahwa menangis juga dapat menjadi cara yang baik untuk membersihkan mata dari kotoran. Sebab, air mata juga mengandung lysozyme yang dapat membunuh 90 hingga 95 persen bakteri hanya dalam beberapa menit saja.

Lysozyme adalah enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri. Pada kasus “menangis”, lysozyme dapat mencegah iritasi, melembapkan dan menutrisi mata.

Namun, menangis juga membutuhkan kenyamanan. Sebab sangat bersifat personal. Sehingga, adalah lebih baik untuk mencari tempat yang tepat, jika ingin menangis. Ini untuk mencegah munculnya perasaan malu ketika dilihat umum.

Jika memang memungkinkan, menangislah saat bersama keluarga, pasangan atau teman dekat. Agar leluasa untuk meluapkan emosi perasaan.

Tetapi, kegiatan menangis tidak boleh dilakukan berkepanjangan dan terus-menerus. Sebab, bisa saja, suasana hati akan semakin memburuk, atau bisa dikenal dengan istilah depresi.

Sebab, gejala-gejala yang muncul pada saat seseorang  mengalami depresi justru adalah akibat kekurangan endorfin. Seperti timbulnya perasaan sedih dan murung, yang berlangsung terus-menerus, penurunan nafsu makan, dan gangguan tidur.

Bahkan, merasa bahwa dirinya tidak berguna. Pada kondisi yang berat, dapat timbul ide atau gagasan untuk segera mengakhiri hidup atau bunuh diri.

Satu cara yang dipercaya peradaban kesehatan modern dapat mengurangi gejala depresi adalah melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan bantuan dan penanganan yang tepat.

Sehingga, perlu untuk menjaga kestabilan antara kesehatan fisik dan mental. Tentu saja dengan tetap melakukan pola hidup sehat, terutama di masa “tengah beradaptasi” dengan pandemi global covid-19 ini.*

* Jurnalis TheJakartaPost

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts
Read More

Legenda Datuk Sipin

Jon Afrizal* “Dulu, dulu sekali. Sewaktu itu orang belum menamai suku dan bangsa. Sewaktu itu, matahari belum pernah…