KILAS JAMBI – Dua orangutan Sumatera (Pongo Abelii) datang dari Thailand, setelah lima tahun menjadi korban perdagangan satwa.
Kedua Orangutan berjenis kelamin betina dan berusia enam tahun, bernama Ung Aing dengan bobot 18 kilogram dan Natalee dengan berat 22 kilogram.
Sebelum dibawa pulang ke Indonesia, keduanya sudah menjalani serangkaian tes fisik, laboratorium dan dinyatakan aman dari Covid-19.
“Kita akan lakukan rehabilitasi di sanctuary atau tempat perlindungan Danau Alo, Tanjab Barat, baru kemudian dilepasliarkan,” kata Kepala BKSDA Jambi, Rahmat Saleh di Terminal Kargo Bandara Sultan Thaha Jambi, Jumat (18/12/2020).
Dia mengatakan setelah menjalani rehabilitasi, maka orangutan akan dilepasliarkan pada habitatnya, yakni di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) di Kabupaten Tebo.
Orangutan termasuk endemik Sumatera. Menurut Badan Konservasi Dunia (IUCN) statusnya kritis atau satwa dilindungi dan langka.
Orangutan ini hasil sitaan perdagangan satwa internasional di Thailand, sejak 2016 lalu. Setelah proses hukum yang memakan waktu sekitar 4 tahun, Pemerintah Thailand menyerahkan dua orangutan kepada Kedutaan Besar RI Bangkok untuk dipulangkan ke Indonesia.
Selama proses hukum berlangsung, kedua orangutan tersebut dirawat di Khao Prathap Chang Wildlife Breeding Centre, Provinsi Ratchaburi di bawah pengawasan Department of National Parks, Wildlife and Plant Conservation (DNP).
Kasus penyelundupan satwa liar ke luar negeri memang marak belakangan ini. Dalam tahun ini saja, ada 68 kasus penyelundupan satwa langka berbagai jenis.
Total ada sebelas orangutan yang dipulangkan dari luar negeri, yakni sembilan dari Malaysia dan dua dari Thailand.
“Rata-rata daerah asal orangutan yang dipulangkan, karena korban perdagangan satwa ini, berasal dari Sumatera Utara dan Aceh,” kata Rahmat menjelaskan.
Meskipun telah dilakukan sejumlah pemeriksaan, pihaknya tetap akan melakukan tes darah, tuberkulosis, hepatitis dan swab test.
Sementara itu, Direktur Program Frankfurt Zoological Society (FZS) Jambi, Peter Pratje menuturkan kondisi mentalnya cukup buruk, karena menjadi korban perdagangan satwa.
Atas dasar itu, asumsinya, baru bisa dilepas ke hutan setelah dua tahun direhabilitasi. Sebelumnya, orangutan ini minum susu. Sehingga tidak memiliki pengalaman dalam hutan.
“Pengalaman mencari makan dalam hutan itu belum ada. Harus dilatih agar nantinya bisa bertahan dalam hutan,” kata Peter. (swd)