KILAS JAMBI – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jambi, dan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi menjalin kerja sama mengembangkan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di bidang jurnalisme era digital.
Perjanjian kerja sama yang berlangsung di Aula Laboratorium FKIP Unja, Rabu (15/3/2023) pagi itu, juga dirangkai dengan workshop keterampilan jurnalistik dan ikuti 90 mahasiswa program studi itu.
Penandatangan perjanjian kerja sama untuk bidang pengembangan kurikulum jurnalisme di era digital itu, dilakukan Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas, Ketua AJI Jambi Ahmad Riki Sufrian, dan Ketua Prodi PBSI Drs Imam Suwardi M.Pd. Perjanjian ini turut disaksikan Wakil Dekan I FKIP Universitas Jambi Delita Sartika S.S., MA., Ph.D.
Dalam perjanjian kerja sama ini AJI Indonesia akan berkontribusi dalam pengembangan kurikulum bidang jurnalistik, khususnya tren jurnalisme di era digital. AJI Indonesia juga akan membantu kampus, khususnya yang memiliki studi jurnalistik agar dapat menyesuaikan tren jurnalisme terbaru. Begitu pula untuk peningkatan kapasitas dosen pengampu jurnalistik.
AJI Indonesia akan menyediakan sumber daya anggotanya yang ahli di bidangnya. Selain itu, AJI Indonesia akan membantu menyusun kurikulum jurnalistik.
Kurikulum ini akan disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa dalam konteks pengembangan jurnalisme era baru di tengah terbukanya akses informasi dan beralih ke dunia digital yang multi-platform seperti: jurnalisme digital, lingkungan, audio visual, data, dan cek fakta.
Sementara itu, AJI Jambi akan berkontribusi dalam konteks kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Para mahasiswa yang berasal dari Prodi PBSI akan belajar bersama dan praktik langsung dengan para anggota AJI selama satu semester penuh.
“Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan AJI. Jadi nanti mahasiswa akan belajar di AJI untuk MBKM ini sebanyak 20 SKS,” kata Ketua Prodi PBSI FKIP Universitas Jambi, Imam Suwardi.
Jurnalistik di program studi yang dipimpinnya selama ini kata Imam, masih segmen minat khusus. Kekhususan untuk program jurnalistik saat ini masih konvensional dan belum mengarah ke jurnalisme era digital dan multi-platform.
“Sekarang jurnalisme eranya sudah berbeda yang sudah banyak tahapannya. Jadi kami berharap melalui kerja sama dengan AJI ini bisa memberikan input dan output tentang tren jurnalisme sekarang ini yang sudah masuk ke era digital,” ujar Imam.
Wakil Dekan I FKIP Universitas Jambi, Delita Sartika mengaku sangat bersemangat dan senang dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara AJI dan UNJA. Apalagi selain kerja sama juga digelar workshop kurikulum MBKM Keterampilan Jurnalistik.
“Jurnalistik ini sangat dekat dengan keseharian kita, apalagi saat ini akses informasi semakin tinggi. Saya yakin media masih mempunyai kekuatan,” kata Delita.
Dia merasakan betul saat ini model media sudah beralih. Jika dulu media massa didominasi cetak, kini sudah beralih ke era digital dan multi-platform. Sehingga, keterampilan atau kurikulum jurnalistik di dunia kampus harus mampu mengikutinya.
“Kehidupan kampus sangat dekat sekali dengan jurnalistik, tidak hanya Prodi Bahasa Indonesia saja. Platform kampus merdeka di seluruh bidang punya kebutuhan untuk bahasa populer dan menarasikan bahasa,” ujar Delita.
“Jadi beruntung ini mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia bisa ikut program MBKM yang bekerja sama dengan AJI ini,” sambung Delita.
Usai penandatanganan perjanjian kerja sama ini, kemudian dilanjutkan dengan workshop jurnalistik. Dalam workshop yang membahas tren jurnalisme era digital ini diikuti oleh 90-an mahasiswa dari program studi.
Ika Nigtyas turut menjadi pembicara dalam forum itu. Selain Ika, ada Ramond EPU, seorang jurnalis senior di Jambi yang juga Wakil Koordinator Wilayah AJI Sumatra.
Kampus Harus Mengikuti Perkembangan Tren Jurnalisme
Sebagai organisasi profesi yang intens pada fokus kebebasan berekspresi dan pengembangan kapasitas jurnalis anggotanya, AJI merasa perlu membantu perguruan tinggi, khususnya kampus yang memiliki program studi jurnalistik supaya dapat mengikuti tren jurnalisme kekinian yang dibutuhkan publik.
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas mengatakan, saat ini perkembangan jurnalisme sudah semakin cepat di era digital yang banyak butuh spesialisasi, mulai dari; teknologi, bisnis, cara kerja media dan audiens. Meski jurnalisme sekarang telah berubah, namun jurnalis tidak boleh meninggalkan etika.
Sementara itu, saat ini kata Ika, kampus yang memiliki program studi jurnalistik belum mengikuti tren perkembangan jurnalisme era digital tersebut. Sehingga jika kampus tidak meng-upgrade tren dan tidak berinovasi akan ditinggalkan mahasiswa, dan lulusan akan sulit bersaing.
“AJI yang selama ini bekerja dengan isu-isu pengembangan jurnalisme terbaru. Fokusnya seperti jurnalisme data dan pengembangan literasi digital. Dua hal ini sudah ada modulnya, dan ini bisa digunakan oleh kawan-kawan akademisi,” kata Ika.
Selain dengan Universitas Jambi yang baru saja menandatangani kesepakatan, AJI Indonesia juga telah menjalin kerjasama dengan 20 kampus yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
AJI memiliki jurnalis yang sudah berpengalaman dan berkompetensi di bidangnya masing-masing. Jurnalis yang tergabung di AJI memiliki tata cara pengajaran dan materi-materi terbaik agar dapat membantu program belajar dengan mudah.
Sementara itu, Ketua AJI Jambi, Ahmad Riki mengataka AJI sangat terbuka untuk bisa bekerja sama dengan UNJA. Setelah kerja sama ini AJI Jambi akan menyiapkan sumber daya anggotanya untuk bisa berkontribusi meningkatkan tren jurnalisme era digital.
Menurut Riki, kerja sama ini dilatari oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat. Kondisi tersebut turut mempengaruhi tren jurnalisme di tengah banjirnya informasi sekarang ini. Seiring dengan perkembangan teknologi dan digital saat ini, ironisnya tidak diimbangi dengan kemampuan jurnalis untuk meningkatkan kapasitasnya.
Riki mengapresiasi langkah UNJA untuk mengembangkan tren jurnalisme masa kini. Meski jurnalistik di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia masih menjadi studi minat khusus, namun langka yang dilakukan UNJA adalah untuk menjawab tantangan jurnalisme dan memenuhi kebutuhan publik.
“Kita berharap nanti melalui kerja sama ini bisa menghasilkan jurnalis-jurnalis dari UNJA yang mampu mengikuti tren jurnalisme, dan bisa menjawab kebutuhan publik dengan tidak menanggalkan etika jurnalismenya,” demikian Riki.