Pro dan Kontra Kajian Barat Terhadap Alquran

Taufik Hidayat

Oleh: Taufik Hidayat*

PERKEMBANGAN zaman dan teknologi telah menjadikan bidang keilmuan menjadi maju dan berkembang dengan pesat. Hal inilah yang juga menyebabkan orang-orang Barat tertarik dan semakin mudah dalam mengkaji Alquran (orientalis). Walaupun mayoritas orang Barat bukan beragama Islam, akan tetapi mereka sangat termotivasi di dalam mengkaji Alquran dengan berbagai macam motivasi.

Sejak era klasik hingga era kontemporer sekarang ini, kajian Alquran di Barat seringkali menimbulkan pro-kontra bagi masyarakat dunia. Sikap kontra misalnya muncul seringkali karena disebabkan oleh apa yang dikaji orang Barat atas Alquran sama sekali tidak sesuai dengan apa yang diyakini kebenarannya oleh umat muslim itu sendiri.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa salah satu motivasi atau tujuan orang Barat dalam mengkaji Alquran ialah ingin mencari titik lemah Alquran serta ingin mempromosikan bahwasanya Alquran itu bukanlah wahyu, melainkan hanya karangan daripada Nabi Muhammad SAW. Hasil kesimpulan kajian yang seperti inilah yang memang akhirnya menimbulkan kontra atau penolakan dari masyarakat muslim di dunia.

Menurut orang Barat, bahasa Alquran sangat sulit untuk dipahami, oleh karena itu perlu adanya penelitian teks-teks kuno guna memastikan apa yang dimaksud dalam teks, maupun konteksnya. Mereka (para orientalis) seakan-akan menganggap bahwasanya Alquran itu seperti Bibel. Padahal antara keduanya jelas-jelas tidak dapat dipersamakan. Umat Islam sangat meyakini bahwasanya Alquran bukanlah sebuah kitab karangan manusia, melainkan wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur.

Pemahaman orientalis tentang Alquran bukan wahyu melainkan karangan Nabi Muhammad SAW juga merupakan faktor dari rasa kebencian orang Barat terhadap Islam. Penulis menganalisa bahwa dasar dari rasa kebencian itu, boleh jadi disebabkan karena adanya Firman Allah SWT di dalam Alquran yang meluruskan tentang konsep trinitas dalam Kristen, sebagaimana tertuang di dalam QS. Al-Maidah ayat 72 sebagai berikut:

Sungguh, telah kufur orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itulah Al-Masih putera Maryam. Al-Masih (sendiri) berkata: Wahai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu! Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya dan tempatnya ialah neraka. Tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.

Berbicara mengenai tokoh orientalis dari Barat, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari nama-nama seperti: Abraham Geiger. Ia merupakan pelopor kajian Historis-Kritis terhadap Alquran yang cukup berpengaruh dan menjadi sumber aspirasi bagi para orientalis setelah Geiger, seperti: Siegmund Fraenkel, Hartwig Hirschfeld, Theodor, Nӧldeke, Charles Cutley Torrey, J. Wansbrough, dan tokoh-tokoh lainnya.

Buku karangan Geiger di antaranya yaitu: “Judaism and Islam. Dalam buku tersebutlah, ada banyak pemikirannya yang dipublikasikan kepada khalayak pembaca. Tentunya pemikiran tersebut tetap saja akan menuai pro dan kontra.

Produk pemikiran Geiger yang menuai pro-kontra tersebut antara lain yaitu: pertama, ia menilai bahwa kosa kata seperti: Tabut, Taurat, Jannatu ‘And, Jahannam, Ahbar, Darsa, Rabani, Sabt, Ṭaghut, Furqan, Ma’un, Mathani, Malakut adalah berasal dari bahasa Ibrani. Kedua, Geiger berpendapat Alquran juga terpengaruh dengan Agama Yahudi ketika mengemukakan hal-hal yang menyangkut keimanan dan doktrin agama, peraturan-peraturan hukum dan moral, pandangan tentang kehidupan. Ketiga, cerita-cerita di dalam Alquran pun tidak lepas dari pengaruh Agama Yahudi. Ketiga kesimpulan di atas dikemukakan oleh Geiger setelah melakukan kajian Historis-Kritis terhadap Alquran dengan analisi komparatif antara Yahudi dan Islam.

Kajian Alquran di negara Barat pada akhir-akhir ini (kontemporer) sangat marak dan berkembang. Berbeda dengan kajian di masa sebelumnya yang sangat dipengaruhi dengan semangat atau motif kolonialisme, misionarisme, dan hegemoni, kajian Alquran pada beberapa tahun terakhir ini menunjukan pemahaman dan apresiasi intelektual yang lebih baik (objektif).

Bergesernya motif kajian Barat tentang Alquran yang menjadi lebih objektif tersebut tentu saja tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan aktif beberapa sarjana muslim dalam kajian akademik oksidentalis yang bernas. Baik dalam bentuk seminar-seminar, publikasi ilmiah, riset, dan buku ilmiah. Oleh karena itu, suasana dan situasi seperti ini sangat dibutuhkan untuk terus berkelanjutan dilakukan oleh para pengkaji dan sarjana muslim dalam merespon setiap pemikiran yang lahir dari para orientalis Barat, agar terjadi dialektika yang berimbang tentang Alquran yang dikaji dengan benar-benar objektif.

 

*Mahasiswa Prodi IAT UIN STS Jambi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts