Massa Aksi Hari Tani di Jambi: Gagalkan Omnibus Law, Laksanakan Reforma Agraria Sejati

Seratusan elemen massa dari kalangan petani di Jambi menggelar aksi turun ke jalan memperingati Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September. Kamis pagi, massa aksi berunjuk rasa, menyuarakan tuntutan rakyat.

Aksi mereka dimulai dari perempatan Bank Indonesia di Telanaipura Kota Jambi. Aksi itu sebagai bentuk respon dari rakyat terhadap pemerintah dan DPR yang akan segera mengesahkan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja.

Membentangkan spanduk yang berisi tuntutan penolakan Omnibus Law, massa aksi berjalan kaki dari perempatan BI Telanaipura ke Gedung DPRD Jambi. Suara tuntutan terus menggema melalui pelantang suara.

Sejumlah ibu-ibu dengan caping petani yang bertengger di kepalanya, mereka turut serta dalam aksi itu. Petani perempuan itu terlihat duduk lelesan di pelataran depan pintu masuk gedung wakil rakyat itu.

Suara tuntutan terus digelorakan di hadapan wakil rakyat. Tak lupa juga mereka mengenakan masker dan jaga jarak.

“Banyak lahan kami diambil oleh korporasi besar, lahan kami digurus tanpa sepengetahuan kami. Padahal lahan kami sudah mempunyai sertifikat lahan, tapi masih digusur juga,” ujar Yahya (40) warga Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo, Jambi.

Yahya rela datang jauh-jauh dari kampung halamannya ke Kota Jambi. Ia datang bersama rombongan petani yang bernasib sama, lahannya digusur korporasi.

Aksi mereka tergabung dalam koalisi Gerakan Suara Tuntutan Rakyat (Gestur Jambi) yang terdiri WALHI Jambi, KPA Jambi, Persatuan Petani Jambi, Serikat Tani Tebo, STB Tanjabbar, Perkumpulan Alami.

6 Tuntutan Rakyat Jambi

Petani perempuan saat ikut berunjuk rasa di halam DPRD Jambi, Kamis (24/9/2020). Aksi unjuk rasa itu digelar dalam peringatan Hari Tani Nasional. (kilasjambi.com/Hidayat)

Saat ini kondisi penguasaan hak atas tanah menurut koalisi Gestur Jambi, telah terjadi ketimpangan yang menyebabkan tidak terbendungnya konflik di sektor agraria. Penguasaan sektor agraria telah didominasi oleh perusahaan skala besar.

Kondisi ini mengakibatkan masyarakat kecil, petani gurem, yang seharusnya mendapatkan jaminan akses tanah menjadi tersingkirkan. Mereka tergusur di tanah mereka sendiri.

Belum lagi saat ini rakyat kecil dihadapkan pada regulasi Omnibus Law/RUU Cipta Kerja. Regulasi ini menuai banyak protes dari gerakan masyarakat sipil. Regulasi ini dinilai justru ramah terhadap investasi dan tidak ramah terhadap rakyat.

Hal ini menjadi keresahan bagi rakyat. Menurut siaran pers Gestur Jambi menyatakan, belum lagi puluhan UU tentang Agraria hendak dihapus, dirubah, disusun ulang untuk kepentingan elit bisnis.

“Bahkan agenda ambisius Bank Tanah, tang kita tolak di RUU Pertanahan, kini masuk ‘Gerbong Omnibus Law’. Seolah tak cukup, pemerintah ingin pula memberikan pemodal atas tanah 90 tahun sekaligus,” demikian salah satu poin siaran pers yang dirilis Gestur Jambi.

Selain itu ada 6 tuntutan rakyat Jambi. Adapun tuntutan mereka adalah:

1. Mendesak pemerintah DPR segera batalkan Omnibus Law.

2. Mendesak pemerintah segera menjaka Reformasi Agraria sebagai agenda bangsa.

3. Stop kriminalsiasi petani, masyarakat adat, aktivis mahasiswa, aktivis lingkungan,dan aktivis agraria.

4. Cabut izin perusahaan yang telah menggusur tanah rakyat, dan melakukan perusakan lingkungan di Jambi.

5. Hentikan pendanaan prusahan penyebab kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM.

6. Serta, evaluasi semua izin perusahaan HTI, tambang dan sawit yang di Jambi.

Kata Anggota DPRD Jambi

Anggota DPRD Jambi Kamalaudin Hafis saat menemui petani yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Jambi, Kamis (24/9/2020). Aksi tersebut digelar dalam memperingati Hari Tani Nasional (HTN). (kilasjambi.com/Hidayat)

Sementara itu, saat di wawancara anggota DPRD Provinsi Jambi Kamaludin Hafis mengaku Omnibus Law adalah kuasa dari DPR RI yang merancangnya.

Kamaludin yang langsung mendatangi massa itu mengakui, masih banyak permasalahan atau konflik agraria di Provinsi Jambi. Dia meminta keseriusan dari pihak pemerintah daerah dan pusat.

“Persoalan agraria bukan di Lubuk Mandrasah saja, tapi seluruh kabupaten di Provinsi Jambi. Sebagaimana kita ketahui penguasaan yang terbesar di Provinsi Jambi yaitu PT WKS,” ujar Kamaludin di hadapan massa aksi.

“Bahwa kami rekomendasikan tidak boleh ada aktivitas di lahan yang sudah milik rakyatnya,” demikian Kamaludin.

 

Penulis: Hidayat
Editor: Gresi Plasmanto

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts