KILAS JAMBI – Dalam kontestasi politik yang semakin memanas, elemen masyarakat sipil terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi, WALHI Jambi, Perkumpulan Hijau, Beranda Perempuan, Mapala Gitasada, Gitabuana Club, Kelompok Pecinta Kelestarian Alam (KPKA) Rimba Negeri dan Rambu House mengirimkan pesan tegas: pembangkangan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024 dan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tidak akan ditoleransi. Tindakan DPR dan Pemerintah yang dengan sengaja mengesampingkan keputusan MK adalah ancaman langsung terhadap demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.
Keputusan MK seharusnya menjadi panglima dalam setiap kebijakan negara, mengikat dan final, bukan sekadar wacana yang bisa diabaikan oleh elit politik yang haus kuasa. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. DPR, dengan dorongan kuat dari Pemerintah, memilih untuk membangkang, memuluskan revisi UU Pilkada yang jelas-jelas bertentangan dengan putusan MK. Ini bukan sekadar ketidakpatuhan hukum; ini adalah bentuk penghinaan terhadap demokrasi yang kita perjuangkan selama ini.
Elemen masyarakat sipil berdiri tegak di garis depan untuk menggalang perlawanan, untuk menghentikan upaya pelemahan terhadap demokrasi.
Suwandi, Ketua AJI Jambi mengatakan hari ini kita turun ke jalan dan bergabung dengan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk menghentikan aksi gila DPR dan pemerintah yang ingin melawan putusan MK.
“Kita tidak ingin negara ini diatur oleh segelintir orang demi melanggengkan kekuasaan,” katanya.
Keterlibatan AJI Jambi untuk mengawal kualitas demokrasi menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan pers, yang termuat dalam tripanji AJI yakni kebebasan pers, profesionalitas dan kesejahteraan jurnalis.
Kita akan melawan dan terus menggalang kekuatan, sampai DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK.
Bersama organisasi masyarakat sipil lainnya, AJI Jambi terus mengawal putusan MK ini, memastikan bahwa hukum dan demokrasi tetap menjadi pijakan utama dalam setiap keputusan politik. Mereka tidak akan membiarkan konstitusi dipermainkan oleh kepentingan elit yang hanya ingin mempertahankan kekuasaan.
WALHI Jambi, melalui Direktur Eksekutifnya Abdullah, juga menyampaikan pernyataan keras.
“Kita tidak bisa berdiam diri ketika hukum dipermainkan. Tindakan DPR yang berupaya merevisi UU Pilkada dengan mengabaikan keputusan MK adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan demokrasi. Ini adalah momen di mana rakyat harus bersatu melawan kekuasaan yang korup dan membahayakan masa depan negara,” katanya.
Tidak hanya itu, seluruh elemen masyarakat sipil harus bersatu dan aktif menggalang kekuatan dari berbagai lapisan masyarakat—petani, buruh, mahasiswa, dan aktivis lingkungan—untuk bergerak bersama. Mereka menyadari bahwa ancaman terhadap konstitusi ini bukan hanya masalah politik, tetapi juga masalah keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Ketika hukum tak lagi dihormati, yang lemah dan tak berdaya akan menjadi korban pertama dari kesewenang-wenangan kekuasaan.
Mereka menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk:
1. Menolak revisi UU Pilkada yang bertentangan dengan keputusan MK, memastikan bahwa setiap upaya pelemahan demokrasi tidak dibiarkan tanpa perlawanan.
2. Memobilisasi gerakan rakyat untuk menekan pemerintah dan DPR agar segera mematuhi putusan MK, sebagai bentuk penghormatan terhadap hukum dan demokrasi.
3. Menggunakan semua saluran komunikasi, baik media tradisional maupun media sosial, untuk menyuarakan perlawanan ini, menggalang solidaritas nasional demi menyelamatkan demokrasi Indonesia.
Para aktivis dan jurnalis yang tergabung dalam AJI Jambi, Rambu House dan anggota lembaga WALHI Jambi bertekad untuk tidak mundur selangkah pun. Mereka paham bahwa ini adalah pertarungan yang harus dimenangkan, bukan hanya demi hari ini, tetapi demi generasi mendatang yang berhak hidup dalam negara yang menghormati hukum dan keadilan.
Dalam kesatuan yang kokoh ini, mereka terus mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah hadiah, melainkan hasil dari perjuangan yang panjang dan berdarah-darah. Dan hari ini, perjuangan itu berlanjut di Jambi, tempat di mana suara rakyat, suara hukum, dan suara keadilan harus tetap bergema lantang dan jelas, melawan setiap bentuk tirani yang mencoba membungkamnya.