Jambi, kilasjambi.com – Pusat Kajian Disabilitas Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (UIN STS) Jambi, mempublikasikan hasil survei pemetaan fasilitas layanan disabilitas di Provinsi Jambi, terutama di rumah ibadah.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar di ruang rapat Pascasarjana UIN Jambi, pada Selasa 30 November 2021, diketahui jika mayoritas rumah ibadah di Jambi masih tak ramah untuk komunitas difabel.
Ketua Pusat Kajian Disabilitas UIN STS Jambi, Dr. Syahran Jailani menyebutkan, survei dilakukan di 189 rumah ibadah yang tersebar di 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Dari hasil survei tersebut, hanya 29,63 persen rumah ibadah yang menyediakan kursi untuk disabilitas, lalu hanya 37,57 persen rumah ibadah yang menyediakan jalur pedestrian untuk disabilitas, hanya 44,44 persen yang menyedian rambatan untuk disabilitas di toilet, dan hanya 29,1 persen rumah ibadah yang menyediakan ram untuk penyandang disabilitas.
Syahran mengatakan, hasil survei ini menunjukkan jika pengurus rumah ibadah masih mengabaikan amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
“Dari UU dan peraturan tersebut setiap bangunan gedung wajib memperhatikan aksesibilitas bagi komunitas difabel, ini artinya masyarakat masih abai dan kurang care terhadap kelompok disabilitas,” kata Syahran.
Dengan adanya survei ini, UIN Jambi ingin memberikan sumbangsih pemikiran kepada Provinsi Jambi, bahkan nasional, yang langkah kongkritnya dalam bentuk data valid dari hasil kajian akademik.
“Sesuai dengan visi dari Rektor UIN Jambi, UIN Jambi sebagai lokomotif perubahan harus menghasilkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, orang-orang UIN bukan hanya pandai memimpin tahlil dan doa saja. Tapi juga harus berkontribusi lebih besar dalam kegiatan yang justru dianggap bukan bagian dari UIN,” katanya.
Wakil Rektor II UIN STS Jambi, Asad Isma mengatakan, dengan adanya survei ini bisa menjadi bahan masukan penting yang bisa disampaikan ke Gubernur Jambi sebagai pemangku kebijakan.
“Karena Gubernur Jambi saat ini sangat menyambut sekali apa-apa kegiatan yang sudah dan yang akan dilakukan oleh UIN Jambi,” kata Asad.
“Kita tentu berharap ini bisa segera mengakomodasi rumah ibadah yang ramah bagi kelompok difabel,” katanya.
Libatkan Dalam Pembangunan
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (P3AP2) Provinsi Jambi, Luthpiah menegaskan, bila ingin hak-hak kelompok difabel dalam pelayanan publik terpenuhi maka mereka harus diberikan peranan dalam perencanaan pembangunan.
“Mereka harus mendapat kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya,” kata Luthpiah.
Selama ini kelompok difabel, menurutnya, banyak terpinggirkan, pemahaman yang salah yang selama ini berkembang di tengah-tengah masyarakat, “Kita punya kewajiban terhadap kaum disabilitas,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi Jambi, Dalmanto mengatakan, Perda tentang disabilitas sedang dalam rancangan dan berharap bisa segera disahkan, agar bisa mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas.
“Dengan adanya Perda itu nanti, kita menargetkan seluruh bangunan terutama kantor pemerintahan pada tahun 2023 semuanya ramah disabilitas,” kata Dalmanto.
“Kita menginginkan Jambi sebagai provinsi ramah disabilitas,” tambahnya.
Belum Terpikirkan di Kemenag
Zeifni Ishaq, Kabid Urusan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, mengakui jika isu rumah ibadah yang ramah terhadap kelompok difabel belum tersentuh di Kemenag.
“Melihat hasil survei ini kita mengakui belum terpikirkan terhadap isu-isu bangunan masjid yang ramah terhadap disabilitas, padahal kita ada kepala seksi yang memang khusus mengurus soal kemasjidan,” kata Zeifni.
Zeifni mengatakan, bila hasil survei yang dilakukan UIN Jambi ini akan ditindaklanjuti ke Kementerian Agama.
Ketua Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jambi, Havis Husaini sangat mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan UIN Jambi karena sejalan dengan visi Dewan Masjid Indonesia “Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid”.
“Dimakmurkan masjid mengandung makna, bahwa masjid dapat memberikan kenyamanan, ketenangan, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi para jamaahnya, termasuk komunitas penyandang difabel,” kata Havis.
Ia mengungkapkan beberapa masalah atau fakta masjid yang ada di Provinsi Jambi. Pertama; hampir sebagian besar komunitas difabel belum menyentuh atau merasakan beribadah bersama di rumah ibadah, alasan mereka adalah aksesibilitas yang belum memadai. Kedua; hampir rata-rata desain masjid di Jambi lebih mengutamakan estetika, sedangkan aspek aksesibilitas terutama untuk komunitas difabel masih belum menjadi perhatian. Ketiga; Komunitas difabel sendiri belum secara optimal menyuarakan hak terkait layanan fasilitas publik termasuk sarana tempat ibadah. Keempat; Managemen masjid belum memiliki panduan SOP dalam upaya memberikan pelayanan yang prima terhadap komunitas difabel.
Untuk itu, kata Havis Husaini, ada beberapa solusi atau strategi yang bisa dilakukan. Di antaranya, mengupayakan bagi masjid yang berkemampuan tinggi dari aspek keuangan, secara bertahap berbenah untuk membangun atau menuju akses dan ramah difabel, sesuai peraturan Menteri Perkejaan Umum No.30/PRT/M/2006. Lalu, mengupayakan adanya kebijakan untuk membuat satu tempat ibadah (masjid) yang ramah komunitas difabel sebagai contoh di setiap kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya melibatkan seluruh komponen terkait sesuai dengan tupoksinya. Sedangkan sokongan anggarannya dapat bersumber dari APBD (dana hibab), dan dana lain yang tidak mengikat (infaq,sedekah,waqaf), serta CSR perusahaan.
“Managemen masjid juga harus menyediakan sarana fasilitas antara lain seperti kursi roda pengganti, agar komunitas difabel lebih nyaman memasuki ruang masjid,” kata Haviz.
Perlunya juga, lanjut Haviz, dibuatkan panduan (SOP) bagi pengurus DKM dalam upaya memberikan pelayanan yang prima kepada para jamaahnya terutama komunitas difabel.
“Selanjutnya perlu kajian secara komprehensif untuk diterbitkannya Perda tentang standar bangunan rumah ibadah (masjid) yang ramah difabel dengan standar layanan yang prima,” kata Haviz.
PPDI: Fasilitasnya Asal Ada
Menurut Adi Kurniadi dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Jambi, rumah ibadah terutama masjid sangat tidak akses untuk kelompok difabel. Banyak masjid yang tidak menyediakan kursi roda atau kruk.
“Persoalan lain yang muncul, jika kami membawa kursi roda sendiri dari rumah, dikhawatirkan akan melanggar batas suci di masjid,” katanya.
Ia pun meminta, sebaiknya jika rumah ibadah ingin ramah kelompok difabel, harusnya fasilitas yang disediakan untuk lintas disabilitas, bukan dalam konteks tuna daksa saja.
“Tapi fasilitas yang diberikan juga untuk memenuhi kebutuhan tuna netra dan tuna rungu,” kata Adi.
Saat ini, menurut Adi, akses atau fasilitas yang ada untuk kelompok difabel di tempat-tempat umum dibuat asal-asalan, “ Asal ada saja, harus dilibatkan orang-orang difabel dalam perencanaannya,” kata Adi.
Adi pun mendukung solusi yang ditawarkan DMI Jambi, yaitu perlu dibuat satu masjid ramah difabel sebagai percontohan di setiap kabupaten/kota. (riki)