Jambi, kilasjambi.com– Generasi kiwari yang tergabung dalam Koalisi Fraksi Rakyat Indonesia(FRI)Jambi memperingati hari kebangkitan oligarki. Kebangkitan oligarki bertepatan dengan satu tahun UU Cipta Kerja atau Omnibus Law disahkan.
Aksi damai dengan membentangkan spanduk raksasa itu dilakukan di tengah sungai Batanghari, pada Selasa (5/10/2021). Spanduk berukuran 10 meter itu membentang tulisan “Krisis Iklim Dibiarkan Koruptor Dilindungi” dengan tagar #SayaVsOligarki.
Aksi itu sebagai bentuk perlawanan tehadap oligarki. Massa aksi menolak UU Cipta Kerja, sebuah kitab hukum negara oligarki.
Undang-Undang tersebut dari awal pembahasannya mengundang kontroversi dan cacat prosedural serta menuai penolakan dari gelombang massa.
Setahun sebelumnya pembahasan UU Cipta Kerja memakan waktu lebih singkat dibandingkan Undang-undang lainnya, padahal isinya sangat crusial karena menyangkut banyak sektor.
Sehingga tak berlebihan bahwa Undang-undang Cipta Kerja tersebut sebagai sebuah bentuk pesanan oligarki.
Oligarki merupakan sistem pemerintahan yang kekuatan politiknya berada pada kendali segelintir elit dan kelompok pengusaha. Bahkan oligarki di Indonesia telah merongrong pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya lewat revisi Undang-undang KPK pada tahun 2019.
Kebijakan merevisi UU KPK yang bermuara pada pemecatan 58 pegawai KPK yang berintegritas lewat tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes yang bermasalah dan melanggar HAM itu telah mendepak para pegawai berintegritas yang selama ini menangani kasus korupsi kelas kakap.
Kebijakan yang cacat yang lainnya adalah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan UU Cipta Kerja untuk mengubah rumusan penghitungan upah minimum yang selama ini berlaku. Rezim baru tersebut telah merenggut hak asasi kaum buruh untuk mendapatkan upah yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Selain itu aturan tersebut tidak memberikan celah bagi warga negara menggugat perusahaan atau lembaga lain yang merusak lingkungan seperti tercantum dalam pasal 93 UUPPLH sebagai konsekuensi dihapusnya Izin Lingkungan.
Di samping itu keberadaan petani kecil semakin tergusur. Dari data yang dihimpun WALHI Jambi, setidaknya konflik agraria di Jambi mencapai 156 kasus, sebagian besar konflik agraria tersebut melibatkan korporasi besar.
Pun demikian dengan industri ekstraktif besar kini menjadi pemain dominan dalam sistem ekonomi serta mengklaim menjadi pihak yang dirugikan jika Pemerintah menegakkan kebijakan yang pro lingkungan.
UU Cipta Kerja memberikan impunitas terhadap korporasi, maupun perusak lingkungan. UU Cipta Kerja juga turut memberangus segala prinsip-prinsip tata kelola lingkungan hidup. Sebagai dampaknya, masyarakat kecil seperti petani, kaum buruh dan miskin kota akan semakin tergusur.
Aksi Mengundang Perhatian Warga
Aksi penolakan terhadap oligarki yang digelar FRI Jambi menjadi pusat perhatian masyarat yang melintasi jembatan Gentala Arasy.
Darma (22), salah seorang warga yang melintas mengatakan, dampak dari disahkannya Omnibus Law banyak sekali, terutama yang paling terdampak adalah para pekerja atau buruh.
“Harapan kami supaya pemerintah bisa direvisi lagi undang undang Omnibus Law itu karena banyak sekali dampaknya,” katanya.
Syarifah Nur Ainun, seorang mahasiswi Universitas Jambi menjelaskan, melalui UU Cipta kerja ini semakin memperjelas eksistensi oligarki di Indonesia.
“Bisa dilihat bagaimana orang kaya di Indonesia makin kaya raya, sementara orang miskin makin miskin dan tertindas,” kata Ainun.
Reporter: Hidayat