Gajah, Petani Ulung di Hutan Belantara

KILAS JAMBI – Populasi Gajah Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) tercatat sekitar 143 ekor, jumlah tersebut dikhawatirkan akan semakin berkurang mengingat konflik Gajah dengan manusia yang masih terjadi hingga saat ini.

Belum lagi dengan adanya eskploitasi perusahaan perkebunan dan tambang, yang makin memperluas areal operasinya hingga menyentuh wilayah jelajah mahluk terbesar di daratan tersebut.

Padahal dalam ekosistem di kawasan hutan, keberadaan Gajah sangat vital, Gajah merupakan pembuka jalan di hutan belantara, dengan bobot dan fisik tubuhnya Gajah mampu menerobos pepohonan dan semak belukar.

“Boleh dibilang Gajah ini pembuat infrastruktur di hutan,” kata Rahmad Saleh, Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, saat dibincangin belum lama ini.

Sebagai pembuka jalan, peran Gajah memudahkan bagi hewan lainnya untuk lalu lalang di kawasan hutan seperti TNBT.

Bukan hanya sebagai pembuka jalan di hutan, Gajah juga merupakan petani ulung di alam, Gajah sangat berperan dalam menjaga keberagaman pepohonan.

“Gajah ini petani sebenarnya,” kata Rahmad Saleh.

Sebab, menurutnya, Gajah yang memakan biji-bijian dan dengan daya jelajahnya yang luas. Gajah dengan cermat menebar benih-benih tersebut ke berbagai sudut hutan.

Untuk itu, kata Rahmad, sangat dibutuhkan peran semua pihak terkait untuk menjaga populasi Gajah Sumatera yang ada di TNBT.

BKSDA Provinsi Jambi juga tengah mengembangkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor Gajah di area Bukit Tigapuluh dalam hal ini Wildlife Conservation Area (WCA) direncanakan menjadi bagian di dalamnya. Terkait ini juga, BKSDA Provinsi Jambi juga menggandeng berbagai pihak termasuk PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dalam upaya perlindungan terhadap gajah secara berkesinambungan.

“Pemerintah berkomitmen untuk melindungi ekosistem Gajah dan melibatkan masyarakat serta serta sebagai pemangku kepentingan agar lebih efektif dan berkelanjutan,” kata Rahmad Saleh.

Sementara, Direktur PT LAJ, Meizani Irmadhiany mengatakan LAJ memiliki visi untuk mengelola area perkebunannya secara lebih baik, termasuk melakukan konservasi dan pengembangan perkebunan karet yang mengedepankan aspek-aspek sosial dan ramah lingkungan.

PT LAJ sendiri merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang bergerak di bidang pengembangan karet alam berkelanjutan di area seluas 61.000 hektare di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

“Salah satu komitmen LAJ dalam konservasi diwujudkan dalam Wildlife Conservation Area (WCA) yang merupakan area konservasi dan produksi, inisiatif LAJ bekerjasama dengan WWF yang bertujuan untuk memberikan area jelajah bagi Gajah Sumatera yang terancam punah,” kata Meizani.

Kawasan WCA memiliki luas total 9.700 hektar. Lokasi WCA berbatasan dengan TNBT dan berperan sebagai kawasan penyangga di bagian selatan TNBT yang menjadi habitat bagi berbagai satwa liar dan keanekaragaman hayati.

“Lansekap Bukit Tigapuluh adalah kantung Gajah terbesar di Sumatera. Diperkirakan terdapat kurang lebih 150 gajah dalam kawasan ini,” katanya.

LAJ saat ini, kata Meizani, bekerjasama dengan TNBT untuk memperkuat kawasan penyangga TNBT melalui kegiatan perlindungan kawasan, pengawetan flora dan fauna, restorasi ekosistem dan pemberdayaan masyarakat.

Melalui inisiatif WCA, LAJ dan mitranya berupaya membangun bersama program jangka panjang untuk menyediakan wilayah jelajah bagi Gajah Sumatra yang terancam punah dan memitigasi terjadinya konflik Gajah-manusia.  

Gajah Sumatera, foto: program.wcs.org

“Mengenal Gajah Sumatera”

Gajah banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat.

1. Hutan Rawa:

Tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput, hutan rawa primer, atau hutan rawa sekunder yang didominasi oleh Gluta renghas, Campenosperma auriculata, C. Macrophylla, Alstonia spp, dan Eugenia spp.

2. Hutan Rawa Gambut:

Jenis-jenis vegetasi pada tipe hutan ini antara lain:

Gonystilus Bancanus, Dyera Costulata, Licuala Spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., dan Eugenia spp.

3. Hutan Dataran Rendah:

Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 0-750 m di atas permukaan air laut.

Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae.

4. Hutan Hujan Pegunungan Rendah:

Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 750-1.500 M di atas permukaan air laut.

Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah Altingia Excelsa, Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., dan Castanopsis spp.

  1. Persyaratan Hidup di Alam :
  2. Naungan
  3. Makanan
  4. Air
  5. Garam mineral
  6. Ruang atau wilayah jelajah (home range)
  7. Keamanan dan kenyamanan

Gajah Sumatera termasuk binatang berdarah panas, sehingga jika kondisi cuaca panas mereka akan bergerak mencari naungan (thermal cover) untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan lingkungannya.

Tempat yang sering dipakai sebagai naungan dan istirahat pada siang hari adalah vegetasi hutan yang lebat.

Gajah Sumatera termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan ketersediaan makanan hijauan yang cukup di habitatnya.

Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium guna memperkuat tulang, gigi, dan gading.

Karena pencernaannya yang kurang sempurna, ia membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu 200-300 Kg biomassa perhari untuk setiap ekor Gajah dewasa atau 5-10% dari berat badannya.

Gajah termasuk satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi dan berkubang.

Seekor Gajah Sumatera membutuhkan air minum sebanyak 20-50 liter/hari.

Ketika sumber-sumber air mengalami kekeringan, Gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50-100 cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya.

Gajah juga membutuhkan garam-garam mineral, antara lain: Calcium, Magnesium dan Kalium.

Garam-garam ini diperoleh dengan cara memakan gumpalan tanah yang mengandung garam, menggemburkan tanah tebing yang keras dengan kaki depan dan gadingnya, dan makan pada saat hari hujan atau setelah hujan.

Gajah merupakan mamalia darat paling besar yang hidup pada zaman ini, sehingga membutuhkan wilayah jelajah yang sangat luas.

Ukuran wilayah jelajah Gajah Asia bervariasi antara 32,4 – 166,9 km2.

Wilayah jelajah unit-unit kelompok Gajah di hutan-hutan primer mempunyai ukuran dua kali lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan-hutan sekunder.

Gajah juga membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan baik.

Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian.

Oleh karena itu, penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPHA diperkirakan telah mengganggu keamanan dan kenyamanan Gajah karena aktivitas perusahaan dengan intensitas yang tinggi dan penggunaan alat-alat berat di dalamnya.

III. Perilaku:

  1. Perilaku sosial:
  2. Hidup berkelompok
  3. Menjelajah
  4. Kawin

Di habitat alamnya, gajah hidup berkelompok (gregarius).

Perilaku berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya dalam melindungi anggota kelompoknya.

Besarnya anggota setiap kelompok sangat bervariasi tergantung pada musim dan kondisi sumber daya habitatnya terutama makanan dan luas wilayah jelajah yang tersedia.

Jumlah anggota satu kelompok Gajah Sumatera berkisar 20-35 ekor, atau berkisar 3-23 ekor.

Setiap kelompok Gajah Sumatera dipimpin oleh induk betina yang paling besar, sementara yang jantan dewasa hanya tinggal pada periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina pada kelompok tersebut.

Gajah yang sudah tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya.

Gajah jantan muda dan sudah beranjak dewasa dipaksa meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan kelompok jantan lain.

Sementara itu, Gajah betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan bertindak sebagai bibi pengasuh pada kelompok “taman kanak-kanak” atau kindergartens.

Secara alami Gajah melakukan penjelajahan dengan berkelompok mengikuti jalur tertentu yang tetap dalam satu tahun penjelajahan.

Jarak jelajah Gajah bisa mencapai 7 km dalam satu malam, bahkan pada musim kering atau musim buah-buahan di hutan mampu mencapai 15 km perhari.

Kecepatan gajah berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di rawa melebihi kecepatan manusia di medan yang sama.

Gajah juga mampu berenang menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya sebagai “snorkel” atau pipa pernapasan.

Selama menjelajah, kawanan gajah melakukan komunikasi untuk menjaga keutuhan kelompoknya.

Gajah berkomunikasi dengan menggunakan soft sound yang dihasilkan dari getaran pangkal belalainya.

Dewasa ini ditemukan bahwa gajah juga berkomunikasi melalui suara subsonik yang bisa mencapai jarak sekitar 5 km.

Penemuan ini telah memecahkan misteri koordinasi pada kawanan gajah yang sedang mencari makanan dalam jarak jauh dan saling tidak melihat satu sama lain.

Gajah tidak mempunyai musim kawin yang tetap dan bisa melakukan kawin sepanjang tahun.

Namun biasanya frekuensinya mencapai puncak bersamaan dengan masa puncak musim hujan di daerah tersebut.

Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan yang sering disebut musht dengan tanda adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi, antara mata dan telinga, dengan warna hitam dan berbau merangsang. Perilaku ini terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu.

Perilaku ini sering dihubungkan dengan musim birahi, walaupun belum ada bukti penunjang yang kuat.

  1. Perilaku individu:
  2. Makan
  3. Minum
  4. Berkubang
  5. Menggaram (salt lick)
  6. Beristirahat

Gajah merupakan mamalia terrestrial yang aktif baik di siang maupun malam hari.

Namun, sebagian besar dari mereka aktif dari 2 jam sebelum petang sampai 2 jam setelah fajar untuk mencari makan.

Hal ini sependapat bahwa, Gajah sering mencari makan sambil berjalan di malam hari selama 16-18 jam setiap hari.

la bukan satwa yang hemat terhadap pakan, sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa makanan bila masih terdapat makanan yang lebih baik.

Pada waktu berendam di sungai, gajah minum dengan mulutnya. Sementara, pada waktu di sungai yang dangkal atau di rawa gajah menghisap dengan belalainya. Gajah mampu menghisap mencapai 9 liter air dalam satu kali isap.

Gajah sering berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari di saat sambil mencari minum, perilaku berkubang juga penting untuk melindungi kulit Gajah dari gigitan serangga ektoparasit, selain untuk mendinginkan tubuhnya.

Gajah mencari garam dengan menjilat-jilat benda dan apapun yang mengandung garam dengan belalainya, Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya agar dapat menyikat darahnya yang mengandung garam.

Gajah tidur dua kali sehari, yaitu pada tengah malam dan siang hari. Pada malam hari, gajah sering tidur dengan merebahkan diri kesamping tubuhnya, memakai “bantal” terbuat dari tumpukan rumput dan kalau sudah sangat lelah terdengar pula bunyi dengkur yang keras.

Sementara itu, pada siang hari gajah tidur sambil berdiri di bawah pohon yang rindang. Perbedaan perilaku ini, mungkin berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan.

Apabila kondisinya kurang aman maka gajah akan memilih tidur sambil berdiri, untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.

  1. Reproduksi:

Di dalam pemeliharaan, Gajah dapat mencapai umur 70 tahun, dan selama hidupnya Gajah jantan tidak terikat pada satu ekor betina pasangannya.

Gajah betina siap bereproduksi setelah berumur 8-10 tahun, sementara Gajah jantan setelah berumur 12-15 tahun.

Gajah betina mempunyai masa reproduksi 4 tahun sekali, lama kehamilan 19-21 bulan dan hanya melahirkan 1 ekor anak dengan berat badan lebih kurang 90 kg.

Seekor anak Gajah akan menyusu selama 2 tahun dan hidup dalam pengasuhan selama 3 tahun.

Dengan ulasan ini, dapat kita bayangkan, betapa mahalnya nilai konservasi bila kita temukan ada seekor Gajah mati sia-sia terkena jerat atau sengaja diracun.

Dari paparan di atas, kita dapat simpulkan bahwa kebutuhan Gajah yang berada di sebuah kebun binatang, sesungguhnya sangat kurang dan tidak terpenuhi.

Dengan demikian, bisa kita simpulkan, betapa sengsara dan menderitanya mereka?

Ini tanggung jawab siapa?

Tanggung jawab kita semua, dan peran serta pemerintah sangat dibutuhkan.

Kalau bukan kita, siapa lagi?

Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

Jangan biarkan anak cucu kita hanya mengenal Gajah hanya dari cerita dan gambar.

Dunia telah kehilangan Mamut, jenis Gajah purba yang telah punah.

Ukuran tubuhnya lebih besar daripada Gajah normal yang ada di dunia saat ini.

Kau Peduli, Aku Lestari

Salam Lestari !

(kilasjambi.com/BKSDA)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts